Featured Video

Jumat, 04 November 2011

“KEDAI NASI, SEPAKBOLA, DAN BERKUDA”


Namanya Umar, lahir 1931 di Limbanang, Suliki, Limapuluh Kota. Kini usianya sudah 80 tahun. Perjalanan hidupnya panjang. Suka sudah ia nikmati. Duka telah di jalani. Ia mengaku sudah berjualan nasi—lengkap dengan kerja kerasnya—sudah 60 tahun.

Ini artinya, Umar sudah malang melintang di dunia “bisnis perut ini” sejak usia 21 tahun. Jika Anda pemburu kuliner dan penggemar gulai ikan kaluih, tak salah jika singgah di Pasar Limbang untuk menikmati sedapnya masakan orang tua ini.
“Awal jualan nasi pada 1951, memang sangat berat. Untuk menda­patkan beras, kita harus berjuang dan menjunjung beras dari nagari-nagari sekitar Suliki. Saya membuka kedai nasi di Pokan Komih (pekan Kamis) di Limbanang dengan nama “RM Bahagia,” kisah Umar kepadaHaluan beberapa waktu lalu.
Diceritakan Umar, yang dikaru­nia anak sebelas orang, seorang meninggal dunia, pernah beberapa kali dari Tanjung Pati menuju Limbanang , ia berjalan kaki menjunjung karung beras untuk kebutuhan rumah makan yang baru dirintisnya.
“Malah di daerah Kobun—Kobun Simalanggang dakek tukang uruik sekarang—hilang terompa tabanam lumpur. Bahkan dekat SMP 1, Kecamatan Payakumbuh eks SMP Bunga Setangkai, Nagari Lampasi yang sering banjir, pernah hanyut terompa (sandal ) dan hilang terbe­nam lumpur, tapi beras yang saya bawa selamat sampai rumah,” cerita Umar dengan logat Payakumbuahnya yang kental itu.
Ia mengaku, merintis rumah makan di Pasa Limbonang sejak ia masih bujang. Tak lama setelah itu, ia menyunting Asnah, gadis sekam­pungnya, Limbanang, yang membe­rinya 11 orang anak.
“Anak saya meninggal satu orang. Kini sepuluh orang anak saya itu, merantau dengan usahanya masing-masing. Ada di Jawa Barat, Riau, Payakumbuh,. Semuanya berkerja swasta. Tak satupun yang jadi PNS,” tutur Umar, yang beberapa tahun lalu telah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah. “Anak saya juga melamar juga jadi PNS, tapi tak ada yang lulus. Tapi anak pejabat banyak yang jadi PNS.”
Ia ceritakan, dari berjualan nasi yang sempat menikmati masa jayanya  di Pokan Limbanang, Umar membe­sarkan anaknya. Ia masih mengingat, kedai nasinya  yang diberi nama “Bahagia” pernah menjadi rumah makan yang disenangi pengunjung Pokan Kami ( Kamis ) Limbanang. Rumah makan ini terkenal dengan dengan gulai ikan kaluih (kakap), randang, gulai kambing, dan dendeng.
“Tapi akhir-akhir ko, gulai kam­bing ndak disediokan lai do. Orang mulai banyak bapantang kambing. Selain itu, kambing itu harus habis sehari,” terang lelaki penggemar sepakbola dan berkuda ini.
Tentang hobinya dengan olahraga sepakbola, semasa muda, ia berga­bung dengan kesebelasannya di kampung, PSL (Persatuan Sepakbola Limbanang) dan pernah melawan kesebelasan PSP Pasar Usang Padang. “Pertandingan dengan PSP sangat seru.”
Ditempa pelatih Kaharuddin dan Bermawi, tim PSL Limbang  menjadi kesebelasan yang disegani, cerita Umar yang juga senang memelihara kuda pacu, bahkan sempat dipilih sebagai pemelihara dan penggembala kuda terbaik.
“Kudo ambo banamo Malaka dan Putra Sago, pernah juara dari tahun delapan puluhan sampai sembilan puluhan,” cerita Umar yang senang mendengar lagu-lagu Minang ini dengan wajah ceria.
Sebab kalau cerita sepakbola dan olahraga berkuda masuk kegemaran  lulusan Goverman Suliki, mengakui, dengan ikut memiliki kuda pacu bisa kenal dengan pejabat yang penggemar olahraga berkuda ini. “ Dokter Rizal, ahli tulang, yang juga penggemar kuda pacu itu, saya mengenalnya karena sama-sama menyuka kuda pacu,” ucapnya.
Semasa ia jaya dulu, Umar yang pernah memelihara 7 ekor kuda pacu, tapi kini sudah pensiun.
“Sudsah pensiun membawa kuda kegelanggang, tapi untuk hilangkan stres, ambo masih memelihara kudo 2 ekor. Kalau dipelihara kuda dikandang gelanggang Kubu Gadang ndak tolok lai, biaya godang,” jelas pak Umar sambil menghidangkan  nasi dengan gulai kapalo ikan kaluih pada orang yang mau makan di kedai  depan pasar dan terminal  Limbanang.
Kedai nasinya memang masih berdiri teguh. Tapi tak seramai dulu lagi. Umar dengan segenap penga­lamannya, kini menikmati masa tuanya dengan menjalankan rumah makannya yang ia rintis enam puluh tahun lalu. (Laporan Syafril Nita)(haluan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar