Featured Video

Rabu, 09 November 2011

BUYA HAMKA DAN SJAFRUDDIN PAHLAWAN NASIONAL


JAKARTA,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada dua putra Minang, masing-masing mantan Ketua PDRI Sjafruddin Prawiranegara dan ulama besar Buya Hamka yang dinilai telah berjasa untuk bangsa ini. Selain kedua tokoh tersebut, Negara juga menetapkan lima orang lainnya sebagai pahlawan nasional, yaitu Sri Susuhunan Pakubuwono X. Penyerahan gelar dilakukan di Istana Negara Jakarta, Selasa, (8/11).

Penyerahan tanda kepahlawanan itu dilakukan oleh Presiden SBY kepada ahliwaris masing-masing di Istana Negara, Jakarta, Selasa (8/11) kemarin siang dan dihadiri sejumlah Menteri KIB II dan pim­pinan lembnaga tinggi negara.
Syafruddin Prawiranegara adalah Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang berkedudukan di Sumatera Barat. PDRI didirikan setelah Belanda melakukan Agresi Militer ke-II dan menduduki ibu kota negara, Yogyakarta, pada 19 Desember 1949 dan menangkap Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta. Syafruddin yang kala itu sedang berada di Ranah Minang dipe­rin­tahkan oleh keduanya untuk men­dirikan pemerintahan darurat. PDRI inilah berperan dan dapat membuka hubungan internasional, sehingga dunia mengakui kemerdekaan Republik Indonesia.
Putra Syafruddin, Farid Pra­wi­ranegara, mengatakan dirinya men­syukuri gelar pahlawan yang dibe­rikan kepada orang tuanya. Tetapi, ia mengingatkan bahwa perjuangan Syafruddin belum selesai. “Masih banyak hal-hal yang perlu diper­juangkan. Ini merupakan warisan anak cucu yang nanti mudah-mu­da­han bisa melaksanakan,” katanya ke­­tika ditemui usai penyerahan gelar tersebut.
Sementara, penganugerahan pah­lawan nasional terhadap Haji Abdul Malik Karim Ammarullah (HAMKA) adalah karena beliau ula­ma, aktivis politik, dan penulis yang sudah terjun ke dunia politik sejak 1925 serta ikut perang gerilya me­lawan Belanda di Medan pada 1945.
Putra Maninjau, Kabupaten Agam ini pernah menjadi Ketua Barisan Pertahanan Indonesia dan anggota Konstituante Masyumi pada 1947. Pada 1957 ia diangkat menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indo­nesia, tetapi meletakkan jabatan pada 1981.
Penyerahan anugerah ini dila­kukan Presiden SBY kepada putrid ke-7 Buya Hamka, Fathiyah dan disaksikan tiga putra-putri almarhum lainnya, yaitu Azizah, Aliyah dan Afif Hamka yang ikut hadir ke Istana.
Kepada Haluan, Afif menjelaskan bahwa pihak keluarga bersyukur atas anugerah tersebut meski Buya Hamka sudah merupakan pahlawan bagi keluarganya sendiri. Ia mengakui bahwa perjuangan Hamka sebagai ulama masih banyak tersisa bahwa agama Islam tidak cukup hanya dijalankan dengan gerak-gerik semata, seperti shalat dan ibadah lainnya. Tetapi perlu pemahaman dan penghayatan dan pengamalan yang sungguh-sungguh terhadap ajaran Illahi tersebut.
“Indonesia adalah Negara para haji. Paling banyak haji dari negeri ini, tetapi kita menyaksikan moralitas masyarakat masih jauh dari harapan. Ini merupakan tugas kita bersama untuk memperbaiki aqidah dan akhlak bangsa ini,” kata dia. Afif juga menambahkan bahwa Ibu Negara Any Yudhoyono juga meminta tafris al quran karya Buya Hamka kepada Ny. Aliyah yang merupakan gurunya waktu di SMA 24 Jakarta.
Bagi Afif, gelar Pahlawan Nasional yang diperoleh Buya Hamka tak terlepas dari peran masyarakat Minang. “Saat beliau wafat, sudah banyak tokoh-tokoh Minang yang mengusulkan Buya menjadi Pahlawan, termasuk Harian Haluan sendiri yang juga sangat berperan dan terakhir menerbitkan karya sastra beliau,” ujar Afif. (h/sal)(haluan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar