SOLOK — Diduga melakukan intervensi kekuasaan dalam penahanan tiga perempuan dan dua pria yang mencabut 27 tanaman karet di lahan yang sedang bersengketa, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Solok, Yulefdi didemo orang kampungnya sendiri, yakni Nagari Sulit Air, Kabupaten Solok, Selasa (22/1).
Aksi demo ratusan peserta yang dikoordinatori Didit ini ditandai orasi dan mengarak spanduk dan pamflet dengan kata-kata, Yulefdi kejam, tidak berprikemanusiaan, tidak mempunyai raso jo pareso serta lainnya. Karena itu, Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Sumatra Barat hendaknya mencopot Yulefdi dari jabatan Kajari Solok berdasarkan surat yang kami kirimkan.
“Sebenarnya kami lega, Kajari Solok adalah orang kampung kami, tetapi dengan ikut mengintervensi penyidik kejaksaaan untuk menahan tiga perempuan (Sulaini, Ratna Dewi, dan Liswarni) dan dua pria (Khairani, Zulkifli) ini, berarti tidak arif dan bijaksana,” ujar para demonstran.
Sebab dalam penyidikan pada tingkat kepolisian, mereka tidak ditahan, terutama Ratna Dewi yang memiliki anak yang masih membutuh ASI.
Kondisi inilah yang mengundang rasa solidaritas ratusan kaum perempuan dan pria Nagari Gunung Merah ini mendatangi Kejaksaan Negeri Solok. Sementara orator lain, Firdaus Tahar, mantan Walinagari Sulit Air, minta agar pendemo tertib, beretika dan tidak melakukan perbuatan anarkis.
Aksi demo ratusan warga Sulit Air tersebut dikawal Satuan Dalmas Polres Solok Kota yang dikomandoi Kasat Pamapta, AKP.Rizal Bukhari. Di samping itu, di tengah-tengah pedemo juga terlihat Hendri Dunan, salah seorang anggota DPRD Kabupaten Solok.
Pencabutan 27 batang pohon karet yang ditanam Kelompok Tani Purangan Sakato, Nagari Sulit Air pada tahun 2012 menyalahi aturan, karena tanah ini dalam sengketa antara kaum Dt. Pono Garang dengan kaum Dt. Endah Bonsu.
Tanah yang dalam bersengketa ini dipinjamkan oleh kaum Dt Pono Garang kepada Kelompok Tani Purangan Sakato, sehingga mengundang emosional kaum Dt. Endah Bonsu untuk mencabutnya.
Kajari Solok yang merupakan anggota kaum Dt. Pono Garang diduga telah melakukan intervensi kekuasaan, sehingga menahan tersangka sebelum perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Solok.
Sumber di Kejaksaan mengakui proses penyidikan berawal pada tingkat kepolisian, kemudian berjalan ke tingkat penyidikan Kejaksaan. Jika kasus ini tidak naik, sebaliknya yang akan menggugat Kejari Solok adalah korban pelapor.
Penahanan saat ini bukan lagi dilakukan penyidikan Kejaksaan Negeri Solok, malahan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Solok. Tidak benar ada intervensi Yulefdi. Diakuinya yang bersengketa tanah itu memang orang kampung Kajari Solok, tetapi ia berkilah tidak menerima intervensi kekuasaan dari atasan untuk menahan empat perempuan dan dua pria tersebut sejak September 2012 lalu kendati korban ada hubungan kekeluargaan dengan Yulefdi.
“Sebenarnya kami lega, Kajari Solok adalah orang kampung kami, tetapi dengan ikut mengintervensi penyidik kejaksaaan untuk menahan tiga perempuan (Sulaini, Ratna Dewi, dan Liswarni) dan dua pria (Khairani, Zulkifli) ini, berarti tidak arif dan bijaksana,” ujar para demonstran.
Sebab dalam penyidikan pada tingkat kepolisian, mereka tidak ditahan, terutama Ratna Dewi yang memiliki anak yang masih membutuh ASI.
Kondisi inilah yang mengundang rasa solidaritas ratusan kaum perempuan dan pria Nagari Gunung Merah ini mendatangi Kejaksaan Negeri Solok. Sementara orator lain, Firdaus Tahar, mantan Walinagari Sulit Air, minta agar pendemo tertib, beretika dan tidak melakukan perbuatan anarkis.
Aksi demo ratusan warga Sulit Air tersebut dikawal Satuan Dalmas Polres Solok Kota yang dikomandoi Kasat Pamapta, AKP.Rizal Bukhari. Di samping itu, di tengah-tengah pedemo juga terlihat Hendri Dunan, salah seorang anggota DPRD Kabupaten Solok.
Pencabutan 27 batang pohon karet yang ditanam Kelompok Tani Purangan Sakato, Nagari Sulit Air pada tahun 2012 menyalahi aturan, karena tanah ini dalam sengketa antara kaum Dt. Pono Garang dengan kaum Dt. Endah Bonsu.
Tanah yang dalam bersengketa ini dipinjamkan oleh kaum Dt Pono Garang kepada Kelompok Tani Purangan Sakato, sehingga mengundang emosional kaum Dt. Endah Bonsu untuk mencabutnya.
Kajari Solok yang merupakan anggota kaum Dt. Pono Garang diduga telah melakukan intervensi kekuasaan, sehingga menahan tersangka sebelum perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Solok.
Sumber di Kejaksaan mengakui proses penyidikan berawal pada tingkat kepolisian, kemudian berjalan ke tingkat penyidikan Kejaksaan. Jika kasus ini tidak naik, sebaliknya yang akan menggugat Kejari Solok adalah korban pelapor.
Penahanan saat ini bukan lagi dilakukan penyidikan Kejaksaan Negeri Solok, malahan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Solok. Tidak benar ada intervensi Yulefdi. Diakuinya yang bersengketa tanah itu memang orang kampung Kajari Solok, tetapi ia berkilah tidak menerima intervensi kekuasaan dari atasan untuk menahan empat perempuan dan dua pria tersebut sejak September 2012 lalu kendati korban ada hubungan kekeluargaan dengan Yulefdi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar