PENDIDIKAN
BUKITTINGGI – Guru menjewer kuping dua siswi, kemudian membenturkan kepada keduanya. Telinga salah seorang terluka dan anting temannya patah.
Jika hanya menjewer takkan jadi masalah, namun karena kepala orang dibenturkan, maka persoalan jadi rumit. Peristiwa itu terjadi di SMAN 4 Bukittinggi, Senin (21/1).
Orangtua siswi tak menerima kejadian itu. Ia melaporkan pelaku, guru PKN “EPS”. Bahkan kemudian sampai ke ruang sidang DPRD kota tersebut.
Menurut dua siswi yang menjadi korban, “PHM” dan “RRF” kepada Singgalang, Selasa (22/1), kejadian berawal Senin sekitar pukul 08.10 WIB. Saat itu dua siswi ini terlambat masuk sekolah sekitar 40 menit. Saat memasuki pekarangan sekolah, ketahuan oleh “EPS”. Keduanya dipanggil. Namun panggilan, kata keduanya tak terdengar. Yang tahu terdengar atau tidak, tentu hanya mereka berdua.
Karena tidak ada respon dari anak didiknya, guru melontarkan kata-kata kasar. Kemudian kuping mereka dijewer. Setelah itu dalam kondisi kuping dijewer kepala mereka dibenturkan. Tak tahu benturan itu keras atau agak keras. Salah seorang siswa luka telinganya, seorang lagi antingnya patah.
“Kami terlambat sekitar 40 menit, bagaimana lagi, kondisi transportasi juga menjadi halangan,” sebut “RRF”.
Dengan kejadian yang tidak pantas tersebut, pihak keluarga sempat berang dan mendatangi sekolah untuk bertemu dengan “EPS” yang saat kejadian sebagai guru piket. Kejadian ini juga telah diketahui DPRD Bukittinggi hingga turun ke lapangan untuk mendengarkan apa yang telah terjadi sebenarnya.
Ketua Komisi B DPRD Bukittinggi, Yontrimansyah bersama anggota dewan lainnya, yakni Kamasril Katik Nan Kayo dan Muhksin duduk bersama dengan Kepala SMA 4, Firdaus serta “EPS”, pihak Diknas Bukittinggi serta pihak keluarga korban dan korban. Baik korban maupun pelaku sama-sama menjelaskan apa saja yang telah terjadi.
Dalam pertemuan tersebut “EPS” sempat membela diri dan membantah telah terjadi kekerasan, hingga membuat keluarga korban naik pitam. Walaupun akhirnya oknum guru tersebut mangakui telah berbuat kurang pantas terhadap dua siswinya.
Kejadian ini juga disesalkan kepala sekolah setempat, namun pihak Diknas juga telah turun tangan, maka pihak sekolah menyerahkan sepenuhnya kepada Dinas Pendidikan. Sebelum ini “EPS” pernah menjabat sebagai wakil kepala sekolah, dia pindahan dari daerah lain dan sudah empat tahun bergabung di SMA 4.
“Sebagai guru, dia sudah melalang buana, tentu sudah memiliki wawasan. Barangkali ini suatu kekilafan. Untuk sanksi saya serahkan kepada Diknas. Namun sebagai pendidik saya menyesalkan,” sebut Firdaus.
Yontrimansyah menyebutkan, guru tersebut telah menyesali perbuatannya.
Orangtua siswi tak menerima kejadian itu. Ia melaporkan pelaku, guru PKN “EPS”. Bahkan kemudian sampai ke ruang sidang DPRD kota tersebut.
Menurut dua siswi yang menjadi korban, “PHM” dan “RRF” kepada Singgalang, Selasa (22/1), kejadian berawal Senin sekitar pukul 08.10 WIB. Saat itu dua siswi ini terlambat masuk sekolah sekitar 40 menit. Saat memasuki pekarangan sekolah, ketahuan oleh “EPS”. Keduanya dipanggil. Namun panggilan, kata keduanya tak terdengar. Yang tahu terdengar atau tidak, tentu hanya mereka berdua.
Karena tidak ada respon dari anak didiknya, guru melontarkan kata-kata kasar. Kemudian kuping mereka dijewer. Setelah itu dalam kondisi kuping dijewer kepala mereka dibenturkan. Tak tahu benturan itu keras atau agak keras. Salah seorang siswa luka telinganya, seorang lagi antingnya patah.
“Kami terlambat sekitar 40 menit, bagaimana lagi, kondisi transportasi juga menjadi halangan,” sebut “RRF”.
Dengan kejadian yang tidak pantas tersebut, pihak keluarga sempat berang dan mendatangi sekolah untuk bertemu dengan “EPS” yang saat kejadian sebagai guru piket. Kejadian ini juga telah diketahui DPRD Bukittinggi hingga turun ke lapangan untuk mendengarkan apa yang telah terjadi sebenarnya.
Ketua Komisi B DPRD Bukittinggi, Yontrimansyah bersama anggota dewan lainnya, yakni Kamasril Katik Nan Kayo dan Muhksin duduk bersama dengan Kepala SMA 4, Firdaus serta “EPS”, pihak Diknas Bukittinggi serta pihak keluarga korban dan korban. Baik korban maupun pelaku sama-sama menjelaskan apa saja yang telah terjadi.
Dalam pertemuan tersebut “EPS” sempat membela diri dan membantah telah terjadi kekerasan, hingga membuat keluarga korban naik pitam. Walaupun akhirnya oknum guru tersebut mangakui telah berbuat kurang pantas terhadap dua siswinya.
Kejadian ini juga disesalkan kepala sekolah setempat, namun pihak Diknas juga telah turun tangan, maka pihak sekolah menyerahkan sepenuhnya kepada Dinas Pendidikan. Sebelum ini “EPS” pernah menjabat sebagai wakil kepala sekolah, dia pindahan dari daerah lain dan sudah empat tahun bergabung di SMA 4.
“Sebagai guru, dia sudah melalang buana, tentu sudah memiliki wawasan. Barangkali ini suatu kekilafan. Untuk sanksi saya serahkan kepada Diknas. Namun sebagai pendidik saya menyesalkan,” sebut Firdaus.
Yontrimansyah menyebutkan, guru tersebut telah menyesali perbuatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar