FOTO:Roman Abramovich (AFP/Carl Court)
London - Pemilik Chelsea, Roman Abramovich, sudah berkali-kali mendepak manajer top yang dianggapnya tak becus bekerja. Sifat seperti ini diyakini akan membuat manajer-manajer top lain enggan menangani The Blues.
Sudah ada sembilan manajer yang bekerja di Stamford Bridge sejak Abramovich mengakuisisi Chelsea pada tahun 2003. Terakhir, Rafa Benitez diangkat menjadi manajer interim menyusul pemecatan Roberto Di Matteo.
Pemecatan Di Matteo sendiri sebenarnya bisa dibilang cukup mengejutkan. Pasalnya, musim lalu dia mempersembahkan dua buah trofi: Piala FA dan Liga Champions.
Nasib Di Matteo mirip dengan yang dialami oleh Carlo Ancelotti pada tahun 2011. Ancelotti memberi gelar Community Shield, Premier League, dan Piala FA kepada Chelsea di musim pertamanya bekerja, tapi kemudian diberhentikan karena klub London Barat itu tak mendapatkan trofi di musim berikutnya.
Gaya Abramovich yang hobi gonta-ganti manajer itu disayangkan oleh bekas asisten manajer Chelsea, Ray Wilkins. Menurut Wilkins, kalau sifat semacam itu tak lekas diubah, manajer-manajer top akan enggan untuk berlabuh di Stamford Bridge karena mereka selalu dibayang-bayangi ancaman pemecatan.
"Setiap manajer yang bekerja di Chelsea tahu pasti apa yang sedang mereka hadapi. Ada gaji besar di sana, tapi juga ada pemahaman bahwa Anda bisa dicopot dari jabatan kapan saja," ujar Wilkins kepada The Sun.
"Saya terkejut saat Mr. Abramovich memecat Carlo setahun setelah kami memenangi gelar ganda dan saat dia memecat Robbie Di Matteo hanya beberapa bulan setelah memenangi Liga Champions," tambah mantan asisten Ancelotti ini.
Kegagalan Chelsea untuk mendatangkan Pep Guardiola mungkin layak jadi pelajaran. Meski sempat disebut-sebut punya kans besar merekrut Guardiola, Chelsea pada akhirnya harus gigit jari karena yang bersangkutan lebih memilih Bayern Munich.
"Guardiola mungkin sudah memutuskan bahwa dia tidak ingin berada dalam situasi seperti itu. Dia sudah mempelajari skuat Chelsea dan Bayern dan mungkin merasa peluang terbaiknya untuk merebut trofi besar pada saat ini adalah di Munich," tutur Wilkins.
Sudah ada sembilan manajer yang bekerja di Stamford Bridge sejak Abramovich mengakuisisi Chelsea pada tahun 2003. Terakhir, Rafa Benitez diangkat menjadi manajer interim menyusul pemecatan Roberto Di Matteo.
Pemecatan Di Matteo sendiri sebenarnya bisa dibilang cukup mengejutkan. Pasalnya, musim lalu dia mempersembahkan dua buah trofi: Piala FA dan Liga Champions.
Nasib Di Matteo mirip dengan yang dialami oleh Carlo Ancelotti pada tahun 2011. Ancelotti memberi gelar Community Shield, Premier League, dan Piala FA kepada Chelsea di musim pertamanya bekerja, tapi kemudian diberhentikan karena klub London Barat itu tak mendapatkan trofi di musim berikutnya.
Gaya Abramovich yang hobi gonta-ganti manajer itu disayangkan oleh bekas asisten manajer Chelsea, Ray Wilkins. Menurut Wilkins, kalau sifat semacam itu tak lekas diubah, manajer-manajer top akan enggan untuk berlabuh di Stamford Bridge karena mereka selalu dibayang-bayangi ancaman pemecatan.
"Setiap manajer yang bekerja di Chelsea tahu pasti apa yang sedang mereka hadapi. Ada gaji besar di sana, tapi juga ada pemahaman bahwa Anda bisa dicopot dari jabatan kapan saja," ujar Wilkins kepada The Sun.
"Saya terkejut saat Mr. Abramovich memecat Carlo setahun setelah kami memenangi gelar ganda dan saat dia memecat Robbie Di Matteo hanya beberapa bulan setelah memenangi Liga Champions," tambah mantan asisten Ancelotti ini.
Kegagalan Chelsea untuk mendatangkan Pep Guardiola mungkin layak jadi pelajaran. Meski sempat disebut-sebut punya kans besar merekrut Guardiola, Chelsea pada akhirnya harus gigit jari karena yang bersangkutan lebih memilih Bayern Munich.
"Guardiola mungkin sudah memutuskan bahwa dia tidak ingin berada dalam situasi seperti itu. Dia sudah mempelajari skuat Chelsea dan Bayern dan mungkin merasa peluang terbaiknya untuk merebut trofi besar pada saat ini adalah di Munich," tutur Wilkins.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar