Featured Video

Minggu, 20 Januari 2013

Nusantara Galau




Buku : REPUBLIK GALAU
Penulis : Bambang Soesatyo
Penerbit : UFUK Press, Jakarta , 2012
Tebal  :  358 halaman.
Penulis resensi : Viddy Ad Daery *) budayawan pengembara

Bambang Soesatyo, politisi Golkar yang mantan wartawan ini adalah sosok yang berani bicara keras. Dalam bukunya “Republik Galau” dia membedah segala hal yang tidak beres. Dalam hal ketidak beresan dan kehancuran Indonesia di bawah rezim SBY tentu semua orang sudah tahu, bahkan tukang becak sekalipun.
Namun Bambang Soesatyo ( selanjutnya saya singkat BSy ) juga membeber borok-borok yang tidak banyak orang tahu atau disembunyikan media massa Indonesia yang memang kebanyakan milik konglomerat kapitalis non pri.
BSy mencatat, semenjak Soeharto lengser, banyak Negara tetangga yang dulunya hormat dan takut kepada Indonesia, kini berbalik mentang-mentang.
Ulah Malaysia semua orang sudah tahu, namun menurut  BSy, sebetulnya ulah Malaysia masih tergolong ringan, namun dibesar-besarkan media massa Indonesia dengan nuansa adu-domba.
Yang sangat kurang ajar sebetulnya Singapura, namun hal tersebut disembunyikan oleh media massa. Menurut BSy, Singapura sangat berani melecehkan rezim SBY, bertolak belakang dengan zaman Soeharto, dimana Singapura sangat hormat atau malah takut.
Singapura terkesan tidak tahu diri, padahal apartemen-apartemen mewah di Singapura 30% pembelinya adalah orang Indonesia, dan harganya berkisar sekitar 9,5 juta dolar Singapura per unit kamar.
Menurut BSy, banyak orang kaya Indonesia yang memarkir pesawat pribadinya di bandara Singapura, juga banyak kapal Indonesia yang terpaksa parkir di pelabuhan Singapura, untuk memindah muatan ekspornya, karena fasilitas pelabuhan Indonesia tidak memiliki International Sub Port.
BSy juga mencatat, bahwa turis Indonesia ke Singapura adalah yang terbesar, bahkan penjudi Indonesia adalah tiga terbesar selain penjudi Singapura dan Malaysia, yang kebanyakan adalah etnis Cina. Ironisnya, kompleks judi supermewah itu dibangun di atas pulau buatan yang tanahnya membeli sangat murah dengan cara kongkalikong dari pulau-pulau kecil Riau, Indonesia. Toh sampai saat ini, KPK belum mengusik skandal jual beli tanah Negara tersebut.
Singapura juga berbuat  aniaya tidak hanya kepada para TKI Indonesia—namun jarang diberitakan—namun juga menghancurkan kebudayaan Melayu dan agama Islam dari penduduk Singapura sendiri, padahal etnis Melayu adalah pribumi sah Singapura.
Kini bahkan Singapura mengubah pelajaran sejarah di sekolah-sekolahnya, dengan menghapus era Majapahit dan Kesultanan Melayu Singapura lama, dan diganti era penjajahan Raffles sebagai tonggak awal sejarah Singapura !!!!
Khusus terhadap Indonesia, Singapura berlaku melecehkan, karena sampai saat ini tidak mau menandatangani perjanjian ekstradisi para koruptor Indonesia yang lari ke Negara tersebut, bahkan Singapura justru menyediakan diri sebagai surga pelarian para koruptor Indonesia ( hal.316-324 ).
CINA INDONESIA
Setelah membeber ulah rezim Singapura yang didominasi etnis Cina, BSy juga membeber situasi dan kondisi Cina Indonesia.
Stereotip lama adalah Cina Indonesia tidak mudah membaur karena mereka lebih taksub terhadap budaya leluhur, dan mempunyai sejarah panjang pelecehan status pribumi yang direndahkan mereka, karena sejak zaman penjajahan, status kaum Cina memang ditinggikan oleh penjajah Belanda.
Namun menurut BSy tidak sekedar itu, masalah rawan sikon kaum Cina Indonesia terhadap konflik dengan pribumi Nusantara, adalah karena dominasi ekonomi yang sangat kuat pada kaum Cina dimanfaatkan untuk “menjajah dan menguasai” secara tidak jujur, dengan cara berkongkalikong dengan penguasa korup dari rezim manapun.
BSy menyitir analisis Amy Chua, professor dari Universitas Yale, Amerika serikat, bahwa market-dominant minorities atau kelompok minoritas yang amat kaya-raya, termasuk kaum Cina di Indonesia, seringkali memperoleh kekayaan itu berkat ekonomi pasar yang tidak jujur.
Dan menurut BSy, ujung-ujungnya adalah disebabkan oleh korupsi. Dan korupsi yang paling berbahaya adalah jika dilakukan secara berjama’ah oleh sebuah rezim. Dari situ muncullah sebutan buruk Negeri Koruptor atau Republik Maling.
Namun karena yang maling hanya para pemimpin dan para birokrat , sedang rakyat justru yang menderita karena menjadi korban kemalingan, maka lebih tepat persis judul buku ini, yaitu “Republik Galau” alias “Nusantara Gundah Gulana”.

Penulis resensi : Viddy Ad Daery *) budayawan pengembara.

s






Tidak ada komentar:

Posting Komentar