Gubernur Jokowi saat meninjau perbaikan tanggul KBB, 18 Januari 2013
Baru menjalankan pemerintahan tiga bulan, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sudah dihadang tantangan berat. Banjir besar meluap, meluas dan melumpuhkan Ibukota. Tercatat, 20 orang meninggal dan kerugian harta benda hingga rusaknya infrastruktur diperkirakan lebih dari Rp20 triliun.
Akibatnya, tak sedikit yang mulai meragukan kemampuan mantan Walikota Solo ini memimpin Ibukota. Bertahun-tahun, Jakarta berhasil terhindar dari banjir besar. Apa langkahJokowi ke depan untuk menangkal banjir?
Wartawan VIVAnews Luqman Rimadi berkesempatan untuk mewawancarai langsung Jokowi. Dalam perjalanan dinasnya dengan mobil Toyota Kijang Innova pelat merah B 1969 PQP, dia menjelaskan situasi yang terjadi dan rencana jalan keluar yang akan diambilnya. Petikannya:
Telah bertahun-tahun Jakarta berhasil terhindar dari banjir, kenapa sekarang malah muncul banjir dengan skala yang lebih luas?
Kalau bicara banjir, harus dari hulu sampai hilir, tidak bisa bicara masalah di hilir atau di Jakarta saja. Kedua, sebetulnya masalah banjir ini sudah masalah berpuluh-puluh tahun. Kalau kita mengambil penyelesaian yang baik dan fokus, sebenarnya sudah rampung karena barangnya kelihatan.
Ini kan karena cuaca juga, intensitas hujan yang tinggi. Kemudian juga aliran air di atas tanah yang makin tinggi. Itu karena apa? Vila-vila di hulu juga makin banyak. Jadi, tangkapan airnya makin kecil. Masalah seperti itu justru sebenarnya yang menghantui. Percuma kita buat Kanal Banjir Timur (KBT), dan lainnya, kalau itu tidak dibenahi.
Apa program Anda sebagai Gubernur DKI Jakarta dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang?
Tahun ini sungai akan kami keruk semuanya, sampai Waduk Pluit. Kemudian, membuat tambahan waduk-waduk. Semua konsentrasi ke situ. Masalah banjir dan macet ini kan perlu proses. Kemudian, normalisasi Kali Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, Sunter juga segera dimulai, tapi perlu proses. Teknisnya tidak begitu rumit. Yang rumit pemindahan. Pemindahan, relokasi, menggeser warga itu yang tidak gampang dilakukan.
Apa solusi yang telah Anda bahas dengan pemerintah pusat?
Pertama, normalisasi Kali Ciliwung. Dananya sudah kami siapkan sebanyak Rp250 miliar. Tiga kali lain juga akan dinormalisasi, yakni di Pesanggarahan, Angke dan Sunter. Sudah kami siapkan dana sebesar Rp400 miliar untuk pembebasan tanahnya.
Kalau bicara banjir, harus dari hulu sampai hilir, tidak bisa bicara masalah di hilir atau di Jakarta saja. Kedua, sebetulnya masalah banjir ini sudah masalah berpuluh-puluh tahun. Kalau kita mengambil penyelesaian yang baik dan fokus, sebenarnya sudah rampung karena barangnya kelihatan.
Ini kan karena cuaca juga, intensitas hujan yang tinggi. Kemudian juga aliran air di atas tanah yang makin tinggi. Itu karena apa? Vila-vila di hulu juga makin banyak. Jadi, tangkapan airnya makin kecil. Masalah seperti itu justru sebenarnya yang menghantui. Percuma kita buat Kanal Banjir Timur (KBT), dan lainnya, kalau itu tidak dibenahi.
Apa program Anda sebagai Gubernur DKI Jakarta dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang?
Tahun ini sungai akan kami keruk semuanya, sampai Waduk Pluit. Kemudian, membuat tambahan waduk-waduk. Semua konsentrasi ke situ. Masalah banjir dan macet ini kan perlu proses. Kemudian, normalisasi Kali Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, Sunter juga segera dimulai, tapi perlu proses. Teknisnya tidak begitu rumit. Yang rumit pemindahan. Pemindahan, relokasi, menggeser warga itu yang tidak gampang dilakukan.
Apa solusi yang telah Anda bahas dengan pemerintah pusat?
Pertama, normalisasi Kali Ciliwung. Dananya sudah kami siapkan sebanyak Rp250 miliar. Tiga kali lain juga akan dinormalisasi, yakni di Pesanggarahan, Angke dan Sunter. Sudah kami siapkan dana sebesar Rp400 miliar untuk pembebasan tanahnya.
Kedua, pembangunan Waduk Ciawi dan Waduk Cimanggis. Ini dapat membantu menahan air dan mengurangi banjir. Pompa-pompa juga dibangun di Jakarta Utara, di antaranya di Muara Baru dan Ancol. Ini akan dipercepat.
Anda optimistis program-program itu mampu menangkal banjir?
Akan saya geber dengan program-program itu. Sebetulnya, semua jurus sudah kami gunakan. Ya tapi itu, kami berkejar-kejaran dengan faktor pembangunan dan perubahan cuaca. Sehingga kalau kami hanya melakukan hal-hal yang konvensional, ya tidak akan terkejar. Karena itu, kami menawarkan sumur resapan, kemudian deep tunnel.
Bagaimana metoda deep tunnel itu?
Kalau tunnel dibuka, air masuk, dan langsung keluar di laut. Itu untuk mengurangi air kalau memang nanti tidak cukup dengan sungai-sungai yang ada. Itu kan tidak digunakan setiap hari. Hanya pada saat-saat penting kanal dibuka.
Apa hambatan untuk membangun deep tunnel?
Gak ada. Sebuah kota itu harus punya skenario. Di Jakarta banjir terus, mesti adaescape-nya seperti apa. Kalau seperti kemarin tanggul jebol, mestinya sudah ada skenario, plan A, plan B. Skenario itu yang kita tidak punya.
Tanggul jebol, hanya diperbaiki tanggulnya. Kalau bisa diperbaiki, kalau tidak? Kalau jebolnya 30 meter? Kan menakutkan seperti itu. Setiap tahun banjir besar seperti kemarin, kerugiannya berapa? Kalau membangun deep tunnel itu langsung pakai uang sekian triliun, tapi langsung kelihatan fungsinya.
Kenapa Kanal Banjir Barat (KBB) sampai bisa jebol?
KBB tidak pernah dipelihara, sedimennya banyak, air menumpuk. KBT tidak maksimal. KBB meluap karena tidak kuat menahan air, akhirnya tanggul jebol. Saya kira itu tugas-tugas kami--saya, wagub, Pemprov DKI, Kementerian PU, untuk kebut-kebutan mengerjakan ini.
Saat banjir besar kemarin, bagaimana fungsi KBT?
Kalau dilihat, waktu banjir kemarin air masih di bawah. Artinya, sebagai penampung air, sebagai pembawa air untuk diluncurkan ke laut, masih belum sempurna, sehingga kami usulkan membuat sodetan. Jadi, air nanti meluncur ke sana.
Presiden juga minta dibangun Sodetan Kali Ciliwung, efektivitasnya sejauh mana?
Efektif. Lihat di KBT, ada airnya gak? Kering. Makanya mesti ada sodetan. Kondisi KBT sampai sekarang masih seperti itu, sehingga perlu dilihat lagi apa yang keliru? Apakah saluran kecil-kecil ke situ terhambat? Atau ada aliran-aliran sungai yang masuk ke sana harus dinaikkan pakai pompa? Itu perlu dicek di lapangan.
Anda optimistis program-program itu mampu menangkal banjir?
Akan saya geber dengan program-program itu. Sebetulnya, semua jurus sudah kami gunakan. Ya tapi itu, kami berkejar-kejaran dengan faktor pembangunan dan perubahan cuaca. Sehingga kalau kami hanya melakukan hal-hal yang konvensional, ya tidak akan terkejar. Karena itu, kami menawarkan sumur resapan, kemudian deep tunnel.
Bagaimana metoda deep tunnel itu?
Kalau tunnel dibuka, air masuk, dan langsung keluar di laut. Itu untuk mengurangi air kalau memang nanti tidak cukup dengan sungai-sungai yang ada. Itu kan tidak digunakan setiap hari. Hanya pada saat-saat penting kanal dibuka.
Apa hambatan untuk membangun deep tunnel?
Gak ada. Sebuah kota itu harus punya skenario. Di Jakarta banjir terus, mesti adaescape-nya seperti apa. Kalau seperti kemarin tanggul jebol, mestinya sudah ada skenario, plan A, plan B. Skenario itu yang kita tidak punya.
Tanggul jebol, hanya diperbaiki tanggulnya. Kalau bisa diperbaiki, kalau tidak? Kalau jebolnya 30 meter? Kan menakutkan seperti itu. Setiap tahun banjir besar seperti kemarin, kerugiannya berapa? Kalau membangun deep tunnel itu langsung pakai uang sekian triliun, tapi langsung kelihatan fungsinya.
Kenapa Kanal Banjir Barat (KBB) sampai bisa jebol?
KBB tidak pernah dipelihara, sedimennya banyak, air menumpuk. KBT tidak maksimal. KBB meluap karena tidak kuat menahan air, akhirnya tanggul jebol. Saya kira itu tugas-tugas kami--saya, wagub, Pemprov DKI, Kementerian PU, untuk kebut-kebutan mengerjakan ini.
Saat banjir besar kemarin, bagaimana fungsi KBT?
Kalau dilihat, waktu banjir kemarin air masih di bawah. Artinya, sebagai penampung air, sebagai pembawa air untuk diluncurkan ke laut, masih belum sempurna, sehingga kami usulkan membuat sodetan. Jadi, air nanti meluncur ke sana.
Presiden juga minta dibangun Sodetan Kali Ciliwung, efektivitasnya sejauh mana?
Efektif. Lihat di KBT, ada airnya gak? Kering. Makanya mesti ada sodetan. Kondisi KBT sampai sekarang masih seperti itu, sehingga perlu dilihat lagi apa yang keliru? Apakah saluran kecil-kecil ke situ terhambat? Atau ada aliran-aliran sungai yang masuk ke sana harus dinaikkan pakai pompa? Itu perlu dicek di lapangan.
Saya lewat situ langsung kelihatan. Lewat KBB, airnya sampai penuh dan hampir naik ke atas tanggul. Tapi di KBT kosong. Maka itu kenapa perlu ada sodetan.
Bagaimana soal pelebaran Kali Ciliwung?
Sudah dimulai, kami selesaikan dulu sosialisasinya. Masyarakat harus digeser. Teknisnya langsung dikerjakan Kementerian PU, Pemprov DKI yang non teknis--sosialisasi ke masyarakat, memindahkan mereka, menyiapkan rusun. Tidak mudah, tapi kalau tidak segera diputuskan sampai kapanpun kita akan begini terus.
Rencana Fauzi Bowo membangun tanggul raksasa atau Giant Sea Wall akan diteruskan?
Itu dananya ratusan triliun, gede banget. Tapi saya akan eksekusi.
Dieksekusi dalam artian dimulai pembangunan fisiknya?
Pokoknya dimulai: pembangunan fisiknya, payung hukumnya. Saya sudah suruh kepala dinas terkait untuk mendalami gagasan itu. Kalau hanya menunggu terus, sudah 26 tahun ya masih rencana terus. Saya gak mau disuruh buat rencana terus. Saya mau eksekusi saja. Eksekusi dan kerjakan.
Program Anda dianggap tidak ada yang baru, hanya melanjutkan gubernur sebelumnya. Tanggapan Anda?
Jangan bilang: "Ini ide dari jaman gubernur dahulu kala. Ide Jokowi mana?" Ya, kalau saya punya ide baru sekarang, saya buat perencanaan, bisa makan 4-5 tahun, jadinya malah rencana lagi doang... hahaha... Kalau mau ide sih, banyak. Tapi saya maunya mengeksekusi saja, agar cepat dimulai. Memutuskan agar cepat dikerjakan.
Anda sempat marah soal distribusi bantuan yang menumpuk di posko banjir, kenapa bisa seperti itu?
Sebetulnya, setiap titik posko penting. Tapi, banyak yang menerapkan pola barang ditumpuk begitu saja di posko. Dalam pikiran saya, begitu barang sampai di posko, kemudian didata, barang masuk, langsung keluarkan; sehingga masyarakat merasa ada barang datang terus.
Kenapa saya marah, itu karena masyarakat banyak bersuara. Mereka mengeluh, "Pak, ini seliweran setiap hari truk-truk berisi bantuan, tapi kami tidak dapat apa-apa." Pasti ini karena barangnya distok.
Setiap mengunjungi korban banjir, Anda langsung memberi bantuan uang tunai. Kenapa?
Kadang, di titik-titik tertentu ada yang perlu cash, untuk bergerak cepat. Tapi untuk memberikan dana tunai seperti itu jangan diberikan face to face. Tidak baik. Bisa ada masalah. Sampaikan itu secara terbuka. Toh kami berikan bukan ke RT atau RW, tapi ke tokoh-tokoh masyarakat. Kami minta mereka langsung membaginya. Saya juga kirim orang untuk mengecek lagi. Jadi, ada kontrol lapangan.
Dana bantuan yang digelontorkan itu berasal dari mana? APBD?
Bukan. Kami juga baru saja keluarkan dari pos dana tak terduga.
Lalu bantuan yang dikeluarkan untuk mendapatkan logistik seperti selimut dan makanan itu dari mana?
Kami cari sendiri, dari bantuan swasta. Uang-uang yang keluar itu, entah untuk selimut, makanan, dan lain-lain, dari bantuan swasta semua.
Didera banjir besar begini, Anda mulai merasa berat jadi Gubernur Jakarta?
Tidak ada yang berat. Permasalahan kota sama saja. Tidak ada bedanya. Memang size-nya beda, sumber dayanya juga beda. Tapi, pusingnya sama.
Bagaimana soal pelebaran Kali Ciliwung?
Sudah dimulai, kami selesaikan dulu sosialisasinya. Masyarakat harus digeser. Teknisnya langsung dikerjakan Kementerian PU, Pemprov DKI yang non teknis--sosialisasi ke masyarakat, memindahkan mereka, menyiapkan rusun. Tidak mudah, tapi kalau tidak segera diputuskan sampai kapanpun kita akan begini terus.
Rencana Fauzi Bowo membangun tanggul raksasa atau Giant Sea Wall akan diteruskan?
Itu dananya ratusan triliun, gede banget. Tapi saya akan eksekusi.
Dieksekusi dalam artian dimulai pembangunan fisiknya?
Pokoknya dimulai: pembangunan fisiknya, payung hukumnya. Saya sudah suruh kepala dinas terkait untuk mendalami gagasan itu. Kalau hanya menunggu terus, sudah 26 tahun ya masih rencana terus. Saya gak mau disuruh buat rencana terus. Saya mau eksekusi saja. Eksekusi dan kerjakan.
Program Anda dianggap tidak ada yang baru, hanya melanjutkan gubernur sebelumnya. Tanggapan Anda?
Jangan bilang: "Ini ide dari jaman gubernur dahulu kala. Ide Jokowi mana?" Ya, kalau saya punya ide baru sekarang, saya buat perencanaan, bisa makan 4-5 tahun, jadinya malah rencana lagi doang... hahaha... Kalau mau ide sih, banyak. Tapi saya maunya mengeksekusi saja, agar cepat dimulai. Memutuskan agar cepat dikerjakan.
Anda sempat marah soal distribusi bantuan yang menumpuk di posko banjir, kenapa bisa seperti itu?
Sebetulnya, setiap titik posko penting. Tapi, banyak yang menerapkan pola barang ditumpuk begitu saja di posko. Dalam pikiran saya, begitu barang sampai di posko, kemudian didata, barang masuk, langsung keluarkan; sehingga masyarakat merasa ada barang datang terus.
Kenapa saya marah, itu karena masyarakat banyak bersuara. Mereka mengeluh, "Pak, ini seliweran setiap hari truk-truk berisi bantuan, tapi kami tidak dapat apa-apa." Pasti ini karena barangnya distok.
Setiap mengunjungi korban banjir, Anda langsung memberi bantuan uang tunai. Kenapa?
Kadang, di titik-titik tertentu ada yang perlu cash, untuk bergerak cepat. Tapi untuk memberikan dana tunai seperti itu jangan diberikan face to face. Tidak baik. Bisa ada masalah. Sampaikan itu secara terbuka. Toh kami berikan bukan ke RT atau RW, tapi ke tokoh-tokoh masyarakat. Kami minta mereka langsung membaginya. Saya juga kirim orang untuk mengecek lagi. Jadi, ada kontrol lapangan.
Dana bantuan yang digelontorkan itu berasal dari mana? APBD?
Bukan. Kami juga baru saja keluarkan dari pos dana tak terduga.
Lalu bantuan yang dikeluarkan untuk mendapatkan logistik seperti selimut dan makanan itu dari mana?
Kami cari sendiri, dari bantuan swasta. Uang-uang yang keluar itu, entah untuk selimut, makanan, dan lain-lain, dari bantuan swasta semua.
Didera banjir besar begini, Anda mulai merasa berat jadi Gubernur Jakarta?
Tidak ada yang berat. Permasalahan kota sama saja. Tidak ada bedanya. Memang size-nya beda, sumber dayanya juga beda. Tapi, pusingnya sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar