Featured Video

Sabtu, 04 Februari 2012

Galia


Oleh Abu As-Sajjad

Kata yang pendek ini seakan  bermakna kalimat penuh yang sangat akrab di telinga kita sehari-hari. Penggalan kata ini seolah olah telah memenuhi syarat satu kalimat dalam tata bahasa Indonesia (Subjek, Pediket, Objek). Sesungguhnya ini baru prediket (dalam tata bahasa). Ini juga merupakan perdiket (cap atau label ) bagi sifat jelek seseorang.

Dalam pituah atau Pepatah adat Minangkabau ada yang berbunyi “Ta-impik nak di ateh. Ta-kuruang nak di lua”. Seakan akan menjadi sandaran atau legitimasi bagi urang awak untuk membenarkan sifat galia tersebut. Sepintas kita lihat pepatah itu, mungkin satu tujuan dengan sifat galia. Akan tetapi makna sesunguhnya sangat jauh berbeda.
Menurut Yus Dt Perpatih dalam cerita  balerongnya yang berjudul  “Konsultasi Adat Minang Kabau” dijelaskan: Ta-impik nak diateh, adalah suatu daya upaya untuk keluar dari keterpurukan. Kata nak di sini menggambarkan keinginan dan usaha kuat untuk keluar dari kondisi yang kurang menguntungkan. Ta-kurung nak dilua, juga bermakna sama dimana adanya usaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan keringanan dari beban yang mesti dipikul.
Di sini dijelaskan oleh Angku datuk bahwasanya makna dari pepatah ini adalah kesungguhan usaha dalam melepaskan beban yang mestinya dipikul tanpa mengorbankan orang lain.
Galia adalah sifat, di mana si pelakunya akan mengorbankan orang lain untuk kepentingannya atau hanya sekedar menjatuhkan orang lain.
Galia dalam pengertian licik atau bulus. Pelaku memanfaatkan ke luguan orang untuk mencapai tujuan. Orang yang “panggalia” akan senantiasa mengambil keuntungan dari kerja keras orang lain. Hal ini sering terjadi dalam gerakan sosial seperti Gotong royong dan lain-lain. ‘Si Panggalia’ akan selalu tampil di depan dan bersikap seperti seorang kesatria jika kerja sosial yang di jalankan sukses. Si Panggalia juga akan lebih dulu cuci tangan jika menemukan kegagalan.
Galia dalam pengertian Curang. Si panggalia akan bekerja keras untuk menjatuhkan orang lain dan tampil sebagai pemenang dari kegagalan rivalnya. Hal semacam ini sering terjadi dalam pertandingan atau perlombaan dan lain-lain. Si panggalia akan selalu mencuri start atau mulai lebih dulu dari waktu yang di tetapkan. Disini secara sistematis si panggalia akan tampil sebagai pemenang.
Galia dalam pengertian nakal atau jahil. Si panggali akan menggunakan cara-cara yang tidak terpuji untuk mencapai tujuan. Di sini si panggalia akan berusaha merusak atau membinasakan barang orang lain, dengan tujuan agar orang lain gagal. Hal semacam ini sering kita temui dalam perlombaan. Sifat galia di sini sangat berbahaya bagi orang lain karena tanpa sepengetahuannya  lobang kebinasaan  atau jebakan telah menganga di hadapannya dan tanpa disadarinya.
“Secara Umum orang yang memiliki sifat galia (si panggalia) ini memiliki tingkat intelektualitas yang lebih dari rata-rata, dan juga memiliki kontrol emosi yang lebih tinggi. Mereka seringkali menjadi panutan atau tokoh dalam masyarakat. Namun yang jelas dia tidak sama sekali memiliki budi pekerti”,   hal ini di tegaskan oleh Yus Datuk Perpatih dalam salah satu ceritanya.
Seperti apapun bantuk dan sifatnya, galia atau si panggalia tidaklah dapat diterima dalam kehidupan sehari-hari. Sifat ini selain membahayakan pada orang lain juga akan senantiasa menggerogoti kepercayaan masyarakat pada dirinya. Sepandai apapun si panggalia menyimpan dan memoles sifat buruknya pasti akan diketahui oleh orang yang telah di“kerjai”nya.
Dengan memahahi sifat buruk yang senantiasa dibungkus dengan kebaikan ini, kita akan senantiasa bersikap dan bertindak lebih arif dalam pergaulan di masyarakat. Jadilah kita menjadi orang yang senantiasa berada di luar sifat ini dalam mengurus masyarakat sebagai tanggung jawab social kita Bersikap di luar ini juga akan melahirkan keikhlasan, yang Insya Allah akan bernilai ibadah di hadapan Nya.
“Janganlah menjadi penyebab orang jatuh. Berhati-hatilah agar anda tidak jatuh. Jangan ketawakan orang jatuh. Bersyukurlah bila anda tidak jatuh. Sebaik-baik orang adalah bila menolong orang yang jatuh,” kata  buya Hamka.
Posted by majalahsaran pada Januari 15, 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar