Featured Video

Sabtu, 04 Februari 2012

Pencurian Pulsa dan Bisnis Operator



Ilustrasi (Ist.)
Jakarta - Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai jumlah penduduk sekitar 260 juta jiwa sangat potensial menjadi pangsa pasar komoditi apapun, terlebih telekomunikasi yang telah menjadi kebutuhan pokok di era globalisasi seperti sekarang ini. 

Data Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) menunjukkan sampai akhir tahun 2011 ini tercatat ada 250 juta pelanggan seluler aktif yang 95% dikuasai oleh pelanggan prabayar. 

Jika saja rata-rata per pelanggan per bulan menghabiskan pulsa sebesar Rp 100 ribu maka jumlah rupiah yang diperoleh operator adalah Rp 25 triliun. 

Jumlah rupiah 12 digit ini tidak main-main jumlahnya yang membuat para pengusaha pemilik modal untuk menggelontorkan capitalnya dalam membuat perusahaan Content Provider (CP). Data terakhir perusahaan content provider kurang lebih 200 buah dengan ribuan layanan konten.

Untuk apa membuat perusahaan CP? Mungkin ini pertanyaan kebanyakan para pembaca, seperti diketahui Content Provider merupakan perusahaan yang bergerak di bidang bisnis sebagai penyedia layanan jasa (data transfer, download ringtones, logo, kuis, polling, dan lain sebagainya) untuk aplikasi mobile. 

Bekerja sama dengan beberapa atau salah satu operator seluler dalam memasarkan konten yang ditawarkan kepada pelanggannya. Dari beberapa sisi sebenarnya CP juga melakukan hubungan simbiosis mutualisme dengan operator.

Sebab secara tidak langsung pelanggan seluler yang menggunakan jasa CP otomatis menambah pemasukan bagi operator dari pulsa. Pun sebaliknya, perusahaan CP merasa tarif mahal yang ditawarkannya laku oleh pelanggan dari operator itu sendiri sehingga masing-masing mendapat keuntungan dari layanan CP tersebut.

Layanan yang ditawarkan penyedia konten mempunyai tarif berbeda tergantung dari besarnya biaya produksi yang dikeluarkan dan margin yang ditentukan oleh penyedia. Contohnya untuk ring back tone (RBT) saja, salah satu operator mengenakan tarif Rp 10 ribu per bulan per pelanggan tergantung populer atau tidaknya lagu dan artisnya tersebut.

Salah satu layanan CP yang paling marak menyedot perhatian publik akhir-akhir ini adalah kasus pencurian pulsa dari layanan SMS premium. Dengan modus SMS Kata Mutiara, SMS tausiah dan sebagainya. 

Mengapa Premium?

Disebut premium seperti itu karena mempunyai tarif yang berbeda dengan tarif reguler yaitu Rp 150. Tarif SMS premium bervariasi antara Rp 1.000 s/d Rp 2.000 dimana biasanya antara operator seluler dan perusahaan penyedia layanan saling berbagi keuntungan (profit sharing). 

Singkatnya, makin banyak pelanggan yang menggunakan fasilitas layanan SMS premium tersebut maka makin besar revenue yang diperoleh oleh CP.

Dalam melakukan pemasarannya, CP melakukan advertising di televisi, internet atau di media massa. Misalnya: 'SMS Kata-Kata Mutiara' setiap pagi. Untuk mendaftar silahkan KETIK 'REG SMS KATA MUTIARA' kirim ke 35XX. Tarif Rp 1.000 sekali kiriman SMS. Dan berhadiah Umroh atau dan sebagainya. Untuk menghentikan layanan, KETIK 'UNREG SMS KATA MUTIARA'.

Masyarakat yang tertarik akan melakukan pendaftaran apalagi dengan iming-iming hadiah Umroh atau barang dan sebagainya. Barangkali dalam beberapa pengiriman SMS pelanggan merasa nyaman tapi ketika sudah selang beberapa hari tanpa sadar pulsa terus tergerus yang akhirnya memutuskan untuk melakukan kirim UNREG. 

Yang perlu diperhatikan di sini adalah apakah ketika kita mengirim UNREG dan REG pulsa kita tersedot. Hemat penulis seharusnya fasilitas tersebut gratis karena pelanggan belum mendapatkan layanan yang sesungguhnya seperti yang ditawarkan penyedia. 

Diperparah lagi pelanggan yang melakukan pengaduan via call center tidak bisa mendapatkan fasilitas pemutusan layanan SMS Premium tersebut dengan alasan pelanggan tidak bisa menyebutkan nama atau identitas pada saat registrasi kartu baru (SIM card). 

Padahal sebetulnya dengan identitas yang asal-asalan saja kartu prabayar sudah bisa difungsikan tanpa melakukan verifikasi data identitas kependudukan dan hal ini dijadikan celah untuk terus mempertahankan pelanggannya dengan cara yang tidak fair demi melindungi perusahaan CP sebagai pundi-pundi pendapatan mereka.

Modus Pencurian Pulsa

Bagaimana pencurian pulsa terjadi? Proses sosial telah dijelaskan di atas dimana proses teknisnya adalah sebagai berikut. Pihak yang terlibat langsung dalam proses ini ada 3 yaitu: 1) Operator 2) Perusahaan penyedia jasa konten 3) Regulator (Pemerintah).

Operator sebagai pihak penyedia layanan telekomunikasi sekaligus yang issued nomor seluler memiliki sejumlah database nomor seluruh pelanggan baik yang aktif maupun yang tidak aktif, pasca bayar dan prabayar. 

Nomor pelanggan seluler mempunyai property seperti ID (nopel), balance (jumlah saldo pulsa), tanggal aktivasi dan informasi identifikasi lainnya yang diperlukan. Semua proses penulisan pengisian pulsa dan pengambilan dan perhitungan dilakukan oleh sistem software terintegrasi dengan teknologi IN (Intelligent Network). 

Sistem IN akan melakukan perhitungan otomatis jika salah satu ID melakukan panggilan (call) asal ( ANUM) ke nomor tujuan (BNUM) begitu pula dengan Short Message Services (SMS). Sistem IN akan membedakan SMS tujuan ke nomor reguler dan ke nomor yang short code yang telah ditandai sebagai 'premium' dengan biaya yang telah didefinisikan.

Perusahaan penyedia jasa yang bertugas mengumpulkan nomor telepon pelanggan yang telah melakukan REG menyimpan dalam sebuah database. Database nomor tersebut dikirimkan ke operator di-mark sebagai 'pelanggan premium layanan X' kira-kira begitu. 

Artinya ketika setiap sekian waktu jadwal pengiriman SMS dilakukan maka pulsa akan dikurangi sesuai tarif yang telah didefinisikan. Setiap transaksi penggilan yaitu masuk (incoming) dan (outgoing call) untuk seluruh nomor telepon pelanggan itu record dalam CDR (call data record) dimana CDR menyimpan rekam nomor pengirim (ANUM) dan nomor penerima (BNUM), waktu pengiriman dan durasi pembicaraan, dalam hal ini data berupa SMS tidak ada durasi pembicaraan.

Pemerintah sebagai regulator sebenarnya telah mengatur melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang mana fungsi badan tersebut mengatur tentang regulasi Industri Telekomunikasi di Indonesia. 

BRTI terdiri dari 3 orang wakil pemerintah dan 6 orang wakil masyarakat Indonesia yang melakukan analisis terhadap apa yang diperlu di atur terhadap proses bisnis dan persaingan di industri telekomunikasi agar berjalan seimbang dan fair. 

Pemerintah seharusnya mengawasi secara detail proses operasional industri telekomunikasi ini pada level aplikasi selain physical, datalink dan routing. Sistem aplikasi ini rentan dan sangat mudah untuk direkayasa sedemikian rupa agar terhindar dari audit.

Pengamanan

Pada akhirnya kita menyerahkan kasus pencurian pulsa ini kepada Panja Komisi I DPR RI untuk segera membongkar habis agar bisa diketahui apakah benar ada dugaan konspirasi antara operator, penyedia konten dan regulator. 

Namun demikian penulis menggaris bawahi dan mengusulkan beberapa poin pertama untuk pengamanan dari sisi pelanggan agar operator memberikan hak sama antara pelanggan pasca bayar (abodemen) dengan pelanggan prabayar. 

Pelanggan seluler prabayar agar berhak mendapatkan laporan billing CDR (call data record) atau rekam jejak panggilan data dari operator. Selama ini laporan billing CDR hanya diberikan oleh operator kepada pelanggan pasca bayar (post paid) setiap bulannya. 

Logika yang sederhana adalah bahwa pelanggan prabayar telah mengeluarkan uang kepada operator dengan membeli pulsa meskipun belum menggunakannya hal ini seharusnya diimbangi dengan pelayanan hak pelanggan yang sesuai yaitu bisa mengeluarkan billing CDR nomor seluler tersebut dengan tujuan agar pelanggan tidak merasa terancam kehilangan pulsa yang telah dia bayar dimuka. 

Ketika terjadi hal yang aneh pulsa berkurang, pelanggan bisa melapor dan meminta operator untuk mengeluarkan billing CDR-nya. Kedua agar operator menerapkan sistem reverse charging, yaitu ketika terjadi pengambilan pulsa yang bukan dilakukan oleh pelanggan, maka secara otomatis operator melakukan pengembalian pulsa kembali ke nomor asal. 

Termasuk pulsa-pulsa yang telah dibobol agar dikembalikan ke tempat asalnya. Ketiga, pemerintah agar bisa melakukan audit secara berkala terhadap sistem aplikasi yang akan digunakan untuk jasa konten. Dengan audit secara berkala oleh regulator langsung maka akan jelas jika terjadi penyelewengan terhadap anomal pengurangan pulsa konsumen. 


*) Penulis, Gumilar Satriawan, ST. merupakan pemerhati telekomunikasi nasional yang bertempat tinggal di Bandung, Jawa Barat.
http://www.detikinet.com/ 



( ash / ash ) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar