Featured Video

Sabtu, 04 Februari 2012

“INI PEMBUNUHAN BERENCANA”-TRAGEDI ADIK-KAKAK TEWAS DI POLSEK SIJUNJUNG


PADANG, Keluarga korban tragedi tewasnya dua orang adik-kakak di sel Polsek Sijunjung mendesak kepolisian menghukum semua anggota kepolisian yang terlibat atas pembunuhan (alm)  adik-kakak, Budri dan Faisal.
Menurut Ides, abang se­bapak beda ibu, hukuman terhadap mantan Kapolsek, Kanit Reskrim, dan Kanit Intel hanya rangkaian dari proses pembunuhan.

“Yang terjadi pada dua orang adik saya jelas pem­bunuhannya terencana,” kata Ides di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Jumat (3/2).
Karena itu, sebutnya, semua yang terlibat mesti dihukum. Keluarga, punya bukti. Misalnya, jenazah Faisal sudah mengeluarkan aroma busuk terlebih dahulu dibanding Budri. Artinya, jarak kematian mereka tidak bersamaan, seperti yang dikatakan polisi.
Pertemuan yang dihadiri juga mamak korban seperti Bataruddin, Syarial Bandaro Hitam, Pandji Alam, juga ibu kandung Budri dan Faisal itu untuk menyampaikan tun­tutan keluarga atas kematian yang mereka anggap dibunuh tersebut.
Belum Ada Saksi
Pandji Alam, salah seorang mamak korban,  mengaku kecewa atas proses pengusutan kasus yang menyebabkan kemenakannya meninggal dunia. Menurutnya, saat Mabes Polri melakukan olah TKP, keluarga tidak dipanggil untuk dimintai keterangan. Hal yang sama juga terjadi saat Komisi III DPR me­lakukan investigasi.
“Kita telah menunggu hingga pukul 20.00 WIB di rumah, tapi tak ada panggilan. Mabes Polri dan Komisi III hanya meminta keterangan dari Kapolsek,” ujar Pandji Alam. Ini disesalkan pihak keluarga yang mengatakan informasi yang didapatkan tim tersebut tak berimbang.
Koordinator Divisi Pem­baharuan Hukum dan Pe­radilan  LBH Padang Roni Saputra sebelumnya me­nga­takan, bila ingin mengungkap kasus tersebut secara terang benderang, saksi-saksi lain harus dipanggil.
“Ini untuk mengungkap keseluruhan persoalan,” se­but­nya di Padang, Rabu (2/2) lalu.
Menurut Roni, dalam pe­nye­lesaian kasus Sijunjung, hingga sekarang, baik Mabes Polri maupun Komisi III DPR be­lum satu pun memanggil sa­ksi-saksi dari masyarakat sipil.
Ditinjau dari hukum yang dibebankan kepada tersangka, juga tergolong ringan, yakni Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Menurut Koor­dinator Tim Advokasi LBH Padang Deddi Alparesi, pasal tersebut hanya memberikan ancaman pidana berkisar 2 tahun 8 bulan sampai 7 tahun.
“Bila mengacu kepada investigasi kita, pasal yang seharusnya dikenakan 340,” sebutnya. Pasal tersebut tentang pembunuhan be­rencana dengan ancama pi­dana mati atau seumur hidup atau paling lama 20 tahun.
Lebih jauh disebutkan, hukuman yang telah di­jatuh­kan tersebut belum memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.
Kejanggalan
Dari perjalanan kasus ini, Roni Saputra menilai banyak kejanggalannya. Misalnya, korban Faisal, 14 tahun, ia diamankan Darisman, warga Nagari Pamatang Panjang pada 21 Desember 2011, dan di­serahkan langsung pada hari yang sama kepada Polsek Sijunjung. Sesuai dengan KUHP, jelas Roni, maka saat itu juga pihak kepolisian wajib memberikan surat penang­kapan kepada orang tua Faisal.
“Tapi itu tak dilakukan polisi,” kata Roni.
Sama halnya dengan Budri M. Zen, ia ditangkap oleh Polisi Kepolisian Sektor Si­junjung pada 26 Desember 2011 di Kiliranjao. Ber­dasar­kan informasi dari Kopral, bahwa Budri adalah Gepeng. Penangkapan Budri dilakukan setelah sebelumnya ia diminta datang oleh Kopral ke Terminal Kiliran Jao. Budri ditangkap bukan karena tertangkap tangan melakukan pencurian sepeda motor, tidak ada Barang Bukti pada pe­nang­kapan Budri. Budri masih berusia 17 tahun, artinya kepadanya juga berlaku ke­tentuan UU Perlindungan Anak. Tetapi pihak kepolisian tetap melakukan pengabaian terhadap pemenuhan hak-hak Budri sebagai anak.
“Terhadap proses penang­kapan dan penahanan ter­hadap Faisal dan Budri, jelas pihak Kepolisian sudah me­langgar ketentuan dalam KUHAP dan UU Per­lin­dun­g­an Anak,” katanya.
Setelah dikonformasi ke Derisman panggilan Malin, ia tidak pernah menandatangani laporan Polisi No. lp/17/xii/2011/Sumbar/res sjj/sek sjj. Ia hanya menandatangani BAP dengan jumlah 7 (tujuh) rangkap. Selain itu, setelah diperlihatkan tanda tangan yang ada dalam laporan polisi itu, ia menyatakan bahwa itu bukan tanda tangannya. “De­ngan demikian jelaslah bahwa Polisi diduga sudah me­la­kukan pemalsuan tanda ta­ngan Derisman terkait dengan kasus Faisal. Hal ini jelas merupakan tindak pidana yang diatur dalam KUHAP,” papar Roni. (h/adk/yat)
http://www.harianhaluan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar