Enam anggota Polsekta Bukittinggi divonis Pengadilan Negeri Bukittinggi mulai dari 10 bulan sampai 1 tahun penjara lantaran tewasnya Erik Alamsyah, 21, saat diperiksa para terdakwa pada 30 Maret 2012 lalu.
Keenam anggota polisi tersebut yang diganjar 10 bulan penjara AM Mutarizal, 37, Riwanto Manurung, 38, Fitria Yohanda, 28, Boby Hertanto, 43. Sedangkan Dodi Haryadi, 32, dan Deky Masriko, 37, dihukum satu tahun penjara. “Keenam terdakwa ini telah melakukan perbuatan pemukulan kepada korban,” kata hakim ketua Fetriyanti di PN Bukittinggi, jalan Veteran, Senin (22/10).
Menurut hakim, keenam terdakwa dinyatakan bersalah karena melanggar Pasal 351 Ayat 1 jo Pasal 55 Ayat 1 ke I KUHP, penganiayaan ringan. Putusan hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang sebelumnya. Jaksa terdiri dari Ahmad Hasurungan Harahap, Jarod Faisal dan Yetti Susanti menuntut keenam terdakwa dengan Pasal 351 ayat 1, jo Pasal 55 Ayat 1 ke I KUHP.
Terdakwa AM Muntarizal, Riwanto Manurung, Fitra Yohanda dan Boby Hertanto masing-masing dituntut satu tahun penjara, dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan. Sementara itu, terdakwa Deky Masriko dan Dodi Hariandi, dengan pidana penjara selama satu tahun dan dua bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan.
Atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim itu, pihak JPU pun tidak mangajukan banding. Sidang pembacaan vonis hukuman sendiri juga dihadiri Wakapolres Bukittinggi, Kompol Arief Budiman bersama puluhan anggota Polri lainnya.
Waka Polres terlihat manyalami anggotanya usai divonis majelis hakim menjelang dibawa ke mobil tahanan menuju Lembaga Pemasyarakatan (LP) Biaro kelas II A.
Sidang dengan agenda pembacaan vonis terhadap enam orang anggota Polsek Bukittinggi tersebut, dimulai sekitar pukul 11.15 WIB, mendapat pengawalan ketat dari aparat Polresta Bukittinggi.
Selain hukuman penjara, keenam anggota Buser Polsekta Bukittinggi tersebut juga dikenai hukuman disiplin. “Hukuman disiplin pasti kita berikan. Kita tunggu dulu masa hukuman mereka selesai di LP Biaro,” tegas Kompol Arief Budiman.
Jaksa Harus Banding
Menanggapi putusan hakim tersebut, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Vino Oktavia menilai adanya kejanggalan dalam putusan hakim. Di antaranya saksi kunci Nasution, rekan Erik, mencabut keterangan di BAP. Padahal, Nasution mengetahui proses penangkapan hingga pemeriksaan di Mapolsekta Bukittinggi. “Kita mencurigai Nasution mendapat tekanan. Bisa saja di sana dia ditekan oleh terdakwa,” terangnya.
Dengan kondisi ini LBH Padang akan melaporkan kasus ini ke Mahkamah Agung dan mendesak Kejaksaan Negeri Bukittinggi untuk memberikan upaya hukum. Jika memang serius dalam menangani kasus ini, kejaksaan harus melakukan banding.
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) dan LBH Padang melihat hukuman pada 6 terdakwa sangat ringan, dan tidak memberikan efek jera dan mewajarkan penyiksaan tersangka oleh penyidik kepolisian. Hukuman ringan tersebut menambah rentetan kasus penyiksaan yang melibatkan aparat kepolisian, sehingga perilaku penyiksaan dan merendahkan martabat kerap terjadi di institusi kepolisian.
“Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim hampir sepenuhnya mengikuti logika-logika yang dibangun penasihat hukum terdakwa dan argumentasi-argumentasi JPU, bahwasanya adalah benar para terdakwa melakukan penganiayaan terhadap Erik Alamsyah, namun penganiayaan tersebut bukanlah menjadi sebab yang mengakibatkan kematian Erik,” jelas Vino.
Menurut Wahyu Wagiman dari Elsam, majelis hakim seharusnya bisa menggali sendiri fakta-fakta selama proses persidangan, terutama ketika saksi Nasution Setiawan yang mencabut keterangannya di BAP.
“Karena itu, LBH Padang selaku kuasa hukum keluarga korban mendesak JPU mengajukan banding, serta bersama-sama Elsam melaporkan dugaan-dugaan pelanggaran kode etik oleh majelis hakim ke Komisi Yudisial,” kata Wahyu.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar