(..sebingkai Lukisan Alam Terindah di pojok dasar lembah yang selalu menggoda MATA dan RASA untuk datang menghampirinya..)
Ditulis oleh Teguh
Hanya sepotong tebing… teronggok seperti kesepian. Tebing yang sunyi sendiri di tengah selimut kehijauan pojok lembah. Dinding ngarai yg memagar hijau, seakan memagut hangat tubuh tebing yang kedinginan. Puncak Singgalang yg berdiri gagah di belakangnya, membuat seonggok tanah kusam kecoklatan itu tampak begitu anggun . Dan sebatang pohon yang tegak kokoh di ujung tebing, menawarkan eksotisme tersendiri, laksana mahkota sunting yang menghiasi roman manih Si Gadih Rancak nan Jolong Gadang. Begitu elok rupanya..,mata siapa yg tak kan tergoda karenanya..?.
Bagi kebanyakan wisatawan, mungkin tak begitu mengenal di mana itu Tabiang Takuruang. Memang, Ngarai Sianok yang sudah begitu akrab dipergunjingkan hingga ke mancanegara, namun biasanya di nikmati hanya dari bibir ngarai Taman Panorama saja.
Tabiang takuruang itu sendiri, ada di sudut lain, arah ke kanan dibelahan pojok lembah yg terbentang itu. Tak terlihat langsung dari Taman Panorama. Butuh perjalanan 4 Km dari taman panorama untuk sampai ke kaki tebing yang indah itu. Meski dengan angkot, sepeda motor dan mobil pribadi kita bisa mengunjunginya, namun tak sedikit wisatawan yang sengaja berjalan kaki dari taman Panorama menelusuri jalan berliku ke dasar lembah, hingga bertemu Tabiang Takuruang di ujung tikungan Kampung Jambak.
Sepanjang jalan, ada pesona kuliner dan keindahan alam yg tak kalah menarik untuk dinikmati. Pical Sikai, Pical Ayang, Lubang Japang, Itiak Lado Ijau, aktifitas kera-kera liar yang menggelitik sepanjang diding ngarai dan hamparan sawah indah di bibir sungai, semua menjadi penghibur lelah saat kita melangkah menelusuri dasar lembah. Sementara, pada hari-hari libur, anak-anak ramai bermain bola di lapangan bibir sungai, dan para off roarder -penggila olahraga otomotiv sibuk dan asik bertualang menerjang arus sungai yang kecoklatan.
Sesungguhnya, pesona Tabiang Takuruang sudah lama dikagumi oleh para pecinta estetika alam. Entah sudah berapa pelukis yang mengabadikan objek ini dalam karyanya. Para penggila Fotografi pun tak pernah melewatkan icon terindah dari Ngarai Sianok ini.
Beberapa waktu lalu, sebuah stasiun televisi juga menjadikan lokasi ini sebagai lokasi utama dalam menggarap sinetron serial anak-anak berjudul “Anak Kaki Gunung’. Setiap Sabtu dan Minggu anak-anak muda menjadikan lokasi ini tempat bercengkerama paling alami dan bersahabat dalam segarnya udara dan sahdunya nyanyian alam. Makan nasi bungkus di bibir sungai yang berliku sehabis mandi disela-sela batu, atau menikmati hidangan khas dari sebuah cafĂ© bergonjong ijuk dengan palanta kayu…di halamannya pohon-pohon dadap dengan puluhan sarang burung Tempua bergayut di ujung-ujung rantingnya. Semua menjadi ilustrasi unik dan menarik saat menikmati pelataran lembah di kaki Tabiang Takuruang.
Anak-anak dari kota hampir setiap minggu ramai datang ke pojok lembah ini, untuk sekedar menikmati kecipak air sungai, atau bermain bola di hamparan padang rumput diseberang sungai. Bahkan tak sedikit ibu-ibu dari kota datang berwisata keluarga dengan membawa setumpuk pakaian kotor , lalu mereka sengaja mencuci di bebatuan bibir sungai yg berliku di kaki Tabiang Takuruang..sebuah kerinduan untuk menikmati hijaunya alam saat mereka jenuh dengan hiruk pikuk di jantung kota…
Kisah lain yang membuat Tabiang Takuruang semakin jadi buah bibir adalah semacam kisah legenda dan cerita mistis yg tak luput dimilikinya. Konon di atas puncak Tabiang Takuruang terdapat sebuah Lesung, yang menandakan di atas puncak sana pernah ada kehidupan. Ketika gempa 2007 melanda Bukittinggi, cukup banyak bongkahan tebing yang terban ke dasar lembah, hingga puncak tebing tinggal meruncing dengan tetap sebatang pohon setia menemani di puncaknya.
Satu yang membuat Tabiang Takuruang cukup beruntung dan sampai hari ini masih dikagumi ketimbang sudut-sudut lain di lembah Ngarai Sianok, adalah karena aliran sungainya yang berbeda dengan sungai utama yang terlihat dari taman Panorama. Sungai utama yang kini selalu kecoklatan , penuh sampah plastik yang hanyut dari hulu sungai…, sementara di Tabiang Takuruang dengan aliran sungai dengan hulu yang tak sama, kita masih disuguhi gemericik dan percikan air sungai lebih jernih, bersih dan berarus pelan dengan bebatuan yg tak begitu besar.
Meski pesona indah di ujung lembah sepertinya tak kan sudah-sudah…namun pada akhirnya, sebuah tanda tanya jua di ujung cerita.; sampai kapankah Tabiang Takuruang akan jadi primadona..?
Melihat kondisi hari ini, pengunjung yang semakin ramai, kendaraan bebas berlalu lalang dan setiap pengunjung bebas suka-suka mencuci kendaraan di bibir sungai yang berliku.
Tenda-tenda warung mulai didirikan dan anak-anak muda berpasangan semakin tanpa kendali. Bukan tak mungkin suatu saat nanti, Tabiang Takuruang nan elok laksana Si Gadih Rancak nan Jolong Gadang… yang kita puja… dan damba, justru pada akhirnya, dicaci, diumpat, disumpah dan dilengah…!
Semoga kegamangan itu tak terjadi; Tabiang Takuruang “ Si gadih Rancak nan Jolong gadang’ perlu kita jaga bersama dengan HATI..!
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar