Featured Video

Minggu, 20 November 2011

GUBERNUR DISENTIL TAK MAU PAKAI SIMBOL


FGD PAMONG SENIOR
PADANG, Pamong senior Hawari Siddik menyentil Guberrnur Sumatera Barat Irwan Prayitno karena sampai hari ini tidak mau memakai simbol-simbol yang menandakannya sebagai kepala daerah.

Setiap pemimpin harus mampu menunjukkan bahwa dirinya benar-benar pemimpin yang baik dari pemikirannya, penampilannya, simbol-simbol atau apapun namanya. Pemimpin juga harus selalu hadir di tengah-tengah masyarakat, bukan hanya fisik tetapi kharisma, wawasan, harapan, keteladanan dan kebapakan. Ada beberapa hal yang patut dicatat para pemimpin yang sedang berkuasa atau para calon pemimpin, di antaranya setiap pemimpin harus yakin bahwa kebenaran tidak hanya terletak di tangannya walau dia yakin bahwa dirinya benar. Karena itu kebenaran tidak berdiri di atas kekuatan tetapi kekuatan harus berdiri di atas kebenaran.
“Saya tidak sedangn menyindir Pak Gubernur, tetapi kami ingin melihat Pak Irwan sebagai pemimpin itu berbeda dengan rakyat yang dipimpinnya, salah satunya adalah dengan memasang simbol-simbol itu,” kata Hawari Siddik dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Forum Pamong Senior Sumatera Barat di Auditorium Gubernuran Sumatera Barat Sabtu (19/11). FGD ini dihadiri Gubernur Sumatera Barat Irwan Praytino dengan narasumber Prof Aziz Haily dari Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta pamong senior, dan aka­demisi. Menurut Hawari Siddik dalam makalah pembandingnya, tidak ada yang kurang untuk menemukan dan menegakkan pemimpin karena ada sederetan undang-undang dan aturan yang dijadikan pedoman, berpuluh jenjang organisasi dan struktur, aneka sistem dan tuntutan kerja, dukungan dana dan keleng­kapan kerja, sistem politik dan fungsi sosial kontrol dan masyarakat.
Tetapi semua itu tak menjamin, sebab pemimpin adalah soal manusia dan kemanusiaan. Maka tepat rasanya adagium yang menyebut “lebih baik memiliki pemimpin yang baik daripada sistem yang baik”. Dengan harapan, pemimpin yang baik akan menjadikan sistem yang buruk menjadi baik, sebaliknya pemimpin yang buruk akan menjadikan sistem yang baik menjadi buruk.
“Namun demokrasi yang dianut mengharuskan kita mencari pe­mimpin melalui jalan politik. Sistem perpolitikan saat ini pada satu sisi berhasil mendudukan figur pe­mimpin secara sah, namun pada sisi lain kehadirannya mengundang berbagai masalah dan tidak kurang buruknya. Salah satunya adalah pemilihan dengan sistem paket yang kerap menimbulkan ketidakcocokan dan ketidakharmonisan diantara mereka,” kata mantan Kepala Dinas Pariwisata Sumatera Barat ini.
“Barangkali ini adalah buah dari sistem politik kepartaian atau masalah ambisi semata. Tetapi untuk menyalahkan orang lain, entah siapa pun itu juga tidak benar. Hal itu hanya akan menunjukkan kelemahan pemimpin,” tambahnya.
Asrinaldi, pengamat dan dosen Fisip Unand mengatakan, kepemim­pinan di Sumatera Barat sedikit unik karena kuatnya sistem adat dan budaya masyarakatnya. Walau demikian, realitasnya tidak disadari oleh pemimpin tersebut sehingga kepemimpinan yang dilaksanakan cenderung mengabaikannya.
“Keberhasilan pemimpinan pemerintahan itu tak hanya dipe­ngaruhi oleh faktor internal diri dan organisasi yang dipimpin, tapi juga faktor eksternal di luar diri dan organisasinya yaitu lingkungan dan masyarakat luas,” kata Asrinaldi.
Jika aspek ini disadari para pemimpin, tentunya tanggung jawab mereka akan lebih mudah dilaksa­nakan karena mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Selain itu, secara psikologis pemimpin tidak akan khawatir kehilangan kekuasaan karena sumber legitimasi kepemim­pinannya tak hanya legal rasional tetapi juga legitimasi tradisional dan kharismatik. Dan terakhir bagi masyarakat sendiri, pemimpin yang ideal itu adalah mereka yang dapat memahami realita masyarakat yang dipimpinnya.
“Walau demikian, kepemimpinan di Sumatera Barat masih belum sampai pada tahap krisis yang mengkhawatirkan. Masalah yang muncul umumnya karena kualitas pimpinan atau kepala daerah itu dalam mengelola pemerintahan masih sangat buruk,” katanya.
Sampai hari ini, masalah pem­bangunan dan pemerintahan di daerah masih berkutat pada sosok pemimpin dan kepemimpinan. “Harapan seder­hana dan tak berle­bihan di­tum­pang­kan masyarakat pada pe­mimpinnya untuk menye­lesaikan masalah agaknya belum akan terpe­nuhi karena mereka justru masih merupakan bagian dari masalah,” tambahnya. (h/vie)haluan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar