Featured Video

Kamis, 24 November 2011

Kecanduan Game di Korea Selatan


dhanu
Para penggiat game di Korsel (Reuters Photo)

 Masih lekat di ingatan kita awal tahun lalu ketika seorang bayi di Suwon, Korea Selatan, meninggal karena diabaikan orangtuanya. Bukan karena apa-apa, orangtuanya melupakan Sa-rang (nama bayi itu) karena sibuk bermain game online.


Akibatnya, kedua orangtua bayi tiga bulan itu divonis penjara hingga dua tahun lamanya. Mereka mengaku menghabiskan 12 jam di warnet, membesarkan bayi virtual dalam permainan Prius Online, sementara bayi mereka sendiri terlantar di rumah. Sa-rang hanya diberikan sebotol susu sebelum mereka berangkat bermain, dan sebotol lagi sepulangnya mereka dari warnet, atau di Korsel dikenal dengan nama PC Bang. 

Kasus ini terjadi selang lima tahun setelah seorang lelaki 28 tahun tewas karena bermain Starcraft tanpa henti selama 50 jam. Dia hanya berhenti bermain untuk pergi ke toilet, dan tidur sejenak. Lelaki ini mengalami serangan jantung, diduga karena kelelahan teramat sangat. Lelaki ini sebelumnya dipecat dari pekerjaannya karena hobinya tak kenal waktu itu.
Kasus terbaru terjadi Juli lalu, saat pemuda 21 tahun tewas di rumahnya di Incheon. Dia bermain game sejak lulus SMA, jarang tidur dan meninggalkan kamar. Dua bulan sebelum meninggal, dia mengeluh sesak nafas, namun enggan menemui dokter.

Kasus-kasus ini adalah sebagian kasus terparah yang terjadi akibat kecanduan game di Korsel. Mereka rela menghabiskan seluruh waktunya untuk duduk di depan komputer, berperan menjadi tokoh virtual yang tidak nyata.

Menurut data dari Ecole Polytechnique Fédérale de Lausanne, sebuah institut teknologi di Swiss, lebih dari 17 juta warga Korsel keranjingan video game, 4 juta di antaranya gemar memainkan game online. Jika dibandingkan populasi Korsel mencapai 48 juta lebih, maka pecandu game mencapai 35 persen dari populasi. Hal ini menjadikan Korsel memiliki pecandu game terbanyak di dunia.

Permainan menjadi lebih adiktif saat para pemain tahu mereka bisa kaya dan terkenal dengan hanya duduk di depan komputer. Para pemain yang mahir kerap disponsori oleh para perusahaan game mewakili mereka bertanding di turnamen nasional maupun internasional. Per tahunnya, mereka bisa dibayar hingga Rp11 miliar, hanya untuk bermain.

Undang-undang Cinderella
Semakin banyak aduan masyarakat soal kasus kecanduan game, membuat pemerintah Korsel merasa harus melakukan sesuatu. Korsel mendirikan lembaga konsultasi dan rehabilitasi untuk para pecandu game, yang dinamakan Badan Korea untuk Kesempatan dan Promosi Digital (KADO). Setiap tahunnya, jumlah warga yang datang ke pusat rehabilitasi ini mencapai ribuan.

Menurut laman Korea Times, pada 2003, sebanyak 2243 orang datang memohon bantuan. Tahun 2004, jumlahnya meningkat hingga 8978 orang. Dilaporkan, jumlahnya meningkat empat kali lipat setiap tahunnya.

Pusat rehabilitasi ini menawarkan program untuk para pecandu. Di antara program itu adalah program hiburan alternatif dan terapi kelompok. Saat ini terdapat 40 KADO di seluruh Korsel, diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah di masa depan.

Selain membangun pusat rehabilitasi, pemerintah juga memberlakukan beberapa kebijakan terkait permainan online. Pada September 2010, gamers di bawah usia 18 tahun akan kesulitan bermain di 19 situs permainan internet paling populer, di antaranya Maple Story dan Dragon Nest, dari pukul 12 tengah malam sampai delapan pagi. Jika mereka nekat main, maka karakter dalam permainan mereka akan melemah.

Kebijakan ini masih belum dapat menghentikan kecanduan permainan online. Untuk itu, pemerintah pada pekan ini mulai memberlakukan "undang-undang penonaktifan", atau oleh banyak pihak disebut sebagai "undang-undang Cinderella." Dengan undang-undang ini, pemerintah Korsel akan mematikan akses ke beberapa situs permainan online mulai dari tengah malam.

Namun, langkah ini menuai protes dari berbagai kalangan. Belum diberlakukan, undang-undang baru ini sudah dihadapkan oleh petisi di mahkamah konstitusi. Dalam petisi tersebut, dikatakan undang-undang tersebut melanggar hak warga untuk bersenang-senang. Selain itu, petisi mengatakan, bermain game adalah kesenangan yang tidak ubahnya seperti menonton film atau televisi.

"Dari sudut pandang orangtua, undang-undang ini melanggar hak mereka mendidik anak. Seharusnya orangtua yang menentukan kapan anak mereka boleh main game atau tidak, bukan pemerintah," kata Lee Byung-chan, pengacara yang mengajukan petisi tersebut, dilansir dari CNN.
Kementerian Persamaan Gender dan Keluarga yang menjadi penggagas undang-undang ini menjadi sasaran kemarahan. Situs Kementerian ini dihujani protes. Masyarakat mengatakan, langkah terbaru ini adalah pemborosan uang, bodoh dan tidak berguna.

Senjata makan tuan
Kendati pemerintah Korsel berusaha memberangus permainan pada tengah malam, dan meyakinkan para pemuda untuk tidak duduk berjam-jam di depan komputer, namun tidak bisa dipungkiri bisnis game adalah bisnis besar yang menggiurkan.

Terdapat sekitar 1.200 perusahaan game online di Korsel. Menurut Korea Game Development and Promotion Institut, keuntungan perusahaan-perusahaan tersebut pada 2005 jika digabungkan mencapai US$1,54 miliar atau sekitar Rp13,9 triliun. Institut ini memperkirakan keuntungan di sektor ini akan meningkat 20 persen setiap dua tahun.

Saat ini terdapat lebih dari 22.000 PC Bang di seluruh Korsel. Perusahaan-perusahaan pembuat video game berlomba-lomba menghasilkan terobosan baru dalam bermain. Paling digemari adalah Massively Multiplayer Online Games (MMOG), sebuah permainan yang memungkinkan ribuan orang di seluruh dunia terhubung di sebuah lingkungan virtual, berlomba mencari poin.

Kemajuan teknologi permainan internet sebenarnya adalah buah dari inisiatif pemerintah Korsel juga. Pemerintah Korsel sejak tahun 90an telah meramalkan kemajuan dunia internet. Melihat kemungkinan tersebut, Korsel mulai membangun jaringan internet kecepatan tinggi. Rencana ini didukung oleh pembangunan infrastruktur pendukung di kantor-kantor pemerintah dan institusi publik.
Tidak kurang dari US$24 miliar (Rp217 miliar) dihabiskan pemerintah untuk proyek ini. Tidak percuma, saat ini Korea Selatan dikenal sebagai negara dengan internet paling cepat namun murah di dunia.

Korsel juga negara dengan kepemilikan komputer dan internet terbanyak dibanding negara-negara lainnya. Tercatat lebih dari 90 persen rumah di negara ini memiliki sambungan internet cepat. Melalui program dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, sebanyak 10 juta rakyat Korsel dikenal dengan nama generasi internet.

Selain itu, kementerian ini juga mendirikan sebuah institut, yakni The Korea Game Development and Promotion Institute pada 1999. Misinya adalah menjadikan Korsel sebagai negara nomor satu dalam urusan permainan internet. Tak berlebihan jika disebutkan, kecanduan game di Korea Selatan adalah dampak senjata makan tuan. (np)
• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar