Featured Video

Kamis, 17 November 2011

MENGEMIS SAMPAI USIA SENJA


Ada yang menarik di Kota Sawahlunto ketika hari Rabu dan Sabtu. Kedua hari yang meru­pakan hari pasar di ‘Kota Arang’ itu, selalu saja banyak pengemis yang menyebar. Mulai dari yang meminta-minta di tengah pasar, hingga yang masuk ke ruang perkantoran.

Pengemis yang datang rata-rata memiliki cacat, baik buta maupun lumpuh, ataupun mereka yang telah lanjut usia. Rata-rata, sekitar pukul 09.00 WIB di hari Rabu dan Sabtu itu, masyarakat sudah dapat merasakan kehadiran pengemis-pengemis, yang datang ke rumah-rumah maupun kantor pemerintahan.
Dari wajah-wajah pengemis memang terlihat asing, mereka bukanlah warga ataupun penduduk Kota Sawahlunto. Ketika ditanya Haluan, Rabu (16/11), salah seorang pengemis mengaku datang dari Kabupaten Sijunjung.
“Ambo dari Muaro Bodi Sijun­juang. Ka Sawahlunto satiok Rabu jo Sabtu. Selain hari tu, ambo di tampek lain,” ujar Martini, salah seorang pengemis yang datang ke Sawahlunto, kepada Haluan, Rabu (16/11).
Wanita yang telah menjanda itu mengaku sudah hampir satu tahun datang mengemis ke Sawahlunto, setiap Rabu dan Sabtu. Sedangkan, hari Kamis, Martini mengatakan beroperasi di Pasar Sijunjung.
Rata-rata, ungkap wanita yang kini telah berusia 65 tahun itu, dalam sehari mengemis bisa mendapatkan penghasi­lan bersih Rp50 ribu hingga Rp60 ribu. Pendapatan itu jauh lebih besar dari penghasilan jika bekerja menjadi tenaga tani, yang hanya mendapatkan upah paling besar Rp30 ribu dalam sehari.
Untuk sampai ke Sawahlunto, Martini mengatakan dirinya harus mengeluarkan ongkos Rp10 ribu. Begitu juga untuk pulang juga Rp10 ribu. Sedangkan pengeluaran lainnya, hanya untuk makan siang, yang kadang diadu dengan sate saja.
“Yo, saindak-indaknyo ambo bisa mambaok pulang pitih Rp50 ribu dalam sahari ka Sawahlunto. Untuak makan ambo jo duo anak bujang ambo,” terang ibu enam anak itu, sambil memperbaiki posisi ember yang berada di tangannya.
Martini mengatakan, awalnya Ia diajak kawan satu kampungnya untuk mengemis ke Sawahlunto. Waktu itu, lanjutnya, sekitar satu tahun yang lalu. Namun, semenjak beberapa bulan terakhir, Martini datang ke Sawahlunto seorang diri, sebab teman yang mengajaknya telah meninggal dunia.
Martini yang kini telah berada diujung usia mengaku akan tetap bertahan dengan kehidupan menge­misnya. Dengan tenaga yang kini telah berkurang, di usia yang tidak lagi muda, Martini yakin akan mampu bertahan hidup.
“Kalau ingin karajo nan lain, ambo ingin bana. Tapi indak ado karajo nan lain yang bisa ambo karajoan. Yo, tapaso sarupo iko dulu,” ujar Martini, yang kemudian berlalu dengan ember berwarna biru di tangannya. (h/dil)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar