Didik dan Irma
Irma Yani Ruziyanti tak kuasa menahan tangisnya, ketika Singgalang berbincang dengan bidan itu di telepon genggam, Selasa (16/10). Irma adalah pacar Didik Herwanto, fotografer Harian Riau Pos, Pekanbaru yang dihajar oknum perwira TNI AU. Didik dan Irma akan menikah pada 2 November 2012 di Tanjung Batu, Riau.
“Mas dipukuli. Miris sekali, apa salah Mas? Kenapa tentara seperti itu? Apa tidak mengerti Undang-Undang Pers,” kata Irma di sela tangisnya.
Menurut Irma, UU Pers No. 40 jelas-jelas mengatakan, wartawan dilindungi dalam mencari dan menghimpun bahan berita. “Lagi pula itu di tempat umum, bukan di barak tentara,” kata Irma.
Ia rupanya sudah belajar soal jurnalistik atau diajari oleh calon suaminya. “Jahat sekali orang itu. Mau married (menikah) ada-ada saja hambatannya,” katanya, lantas menangis lagi.
Napasnya sesak, terdengar jelas di ujung telepon. Ia terus menangis. Tangis itu telah dimulai sejak temannya memberitahu. Di Blackberry (BB) telah beredar foto forografer Riau Pos dipukul dan diinjak-injak oleh seorang perwira TNI AU di Pekanbaru.
“Irma, kemarilah, ini Mas mu dipukuli tentara,” kata temannya sesama tenaga medis di RS Eria Bunda, Pekanbaru.
Menurut Irma, UU Pers No. 40 jelas-jelas mengatakan, wartawan dilindungi dalam mencari dan menghimpun bahan berita. “Lagi pula itu di tempat umum, bukan di barak tentara,” kata Irma.
Ia rupanya sudah belajar soal jurnalistik atau diajari oleh calon suaminya. “Jahat sekali orang itu. Mau married (menikah) ada-ada saja hambatannya,” katanya, lantas menangis lagi.
Napasnya sesak, terdengar jelas di ujung telepon. Ia terus menangis. Tangis itu telah dimulai sejak temannya memberitahu. Di Blackberry (BB) telah beredar foto forografer Riau Pos dipukul dan diinjak-injak oleh seorang perwira TNI AU di Pekanbaru.
“Irma, kemarilah, ini Mas mu dipukuli tentara,” kata temannya sesama tenaga medis di RS Eria Bunda, Pekanbaru.
Sejak itu dadanya sesak. Ia teramat takut. Calon suaminya dirawat. Padahal semua persiapan pernikahan sudah selesai. Bahkan di Facebook Didik telah dipajang foto-foto wedding. Juga di FB Irma.
Menurut dia, awalnya ia tidak tahu karena sibuk di tempat tugasnya. Namun kemudian, hatinya amat tidak enak, setelah diberitahu oleh sahabatnya.
“Mas baik-baik saja, sayang,” kata Didik di telepon genggam saat ia sedang berbaring di rumah sakit lain. Ia melarang calon istrinya untuk membezuk.
“Mas tak apa-apa,” kata Didik seperti ditirukan Irma.
“Calon istriku nangis-nangis, Bang,” kata Didik yang sudah bergabung dengan Riau Pos sejak dua tahun belakangan.
Ia tak tega. Karena itu, ia melarang Irma untuk datang.
Kedua orang tua Didik dan Irma tidak diberi tahu peristiwa yang menimpa Didik. Didik anak Jawa Timur ini, tinggal di Siak bersama orang tuanya, namun sejak bertugas di Riau Pos, ia pindah ke Pekanbaru.
“Katanya mau melarang mendekat, padahal di video terlihat bukan melarang, tapi menginjak-injak,” kata Irma lagi.
Protes keras
Didik Herwanto, telah dianiaya anggota TNI AU Pekanbaru, saat meliput insiden pesawat jatuh di Pekanbaru. Didik menderita luka parah di bagian telinga.
“Yang paling parah bagian telinga hingga mengeluarkan darah. Saat ini Didik lagi didampingi Ombudsmen Riau Pos, melapor ke Propam TNI AU,” kata Hari B Koriun, wartawan senior Riau Pos.
Kejadian bermula dari laporan Didik kepadanya mengenai jatuhnya pesawat di wilayah Pandau. Sesuai dengan tugas wartawan, Didik segera ke lokasi kejadian.
“Dia berangkat bersama temannya. Membawa ID pers dan kamera. Tapi setibanya di sana, saat sedang menjalankan tugas, dia dikejar, dipukuli, diinjak dan dicekik oleh anggota Provost TNI AU berpangkat Letkol,” jelas Hari.
Pelakunya Letkol Robert Simanjuntak, jabatannya Kadis Personal Lanud Pekanbaru.
Bukan hanya dianiaya, kamera Didik pun dirampas paksa oleh anggota TNI AU lainnya. Didik pun langsung ditahan dalam mobil TNI AU. Setelah melakukan negosiasi oleh pimpinan redaksi Riau Pos, Didik pun akhirnya dilepas.
Penganiayaan itu dilakukan di depan sejumlah anak SD. Jika memang ingin mengamankan warga dari bahaya ledakan, kenapa tidak ada anak SD yang diselamatkan terlebih dahulu.
“Jangan…jangan…” Seorang ibu meminta anggota TNI AU agar tidak menganiaya Didik. Tapi hal itu tak diguris. Yang terjadi, kameranya diambil, ia ditahan. Peristiwa biadab itulah yang kemudian terekam kamera televisi Riau TV. Lantas menyebar amat cepat ke seluruh penjuru dunia. Lantas petinggi TNI AU berkilah seperti tak berdosa.
Dalam gambar yang ditayangkan Riau TV, Didik sebelumnya diterjang oknum TNI AU, kemudian dibekap. Tubuhnya yang jatuh ke tanah terus ditekan. Seorang oknum TNI AU yang berseragam orange langsung merampas kamera yang dipergunakan Didik untuk mengambil gambar.
Oknum TNI yang membekap Didik kemudian terus menekan dan memukul wajah Didik. Tampak sekali penganiayaan ini dilakukan di hadapan banyak warga, termasuk anak SD.
Disesalkan
LBH Pers mencatat, sepanjang Januari hingga Mei 2012, terdapat 45 kasus kekerasan yang terdiri atas 23 kekerasan fisik, dan 22 kekerasan nonfisik.
“Selalu terjadi tiap tahun, belum lama berselang di Bukit Lampu Padang, kupak-kupak wartawan dihajar oknum TNI-AL,” kata Ketua AJI Sumbar, Hendra Makmur.
Anggota Komisi I DPR, Tjahjo Kumolo, menyesalkan kekerasan yang dilakukan oknum anggota TNI AU terhadap wartawan yang meliput peristiwa jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 tersebut.
Politisi senior PDI Perjuangan itu menegaskan, tugas wartawan harus dihormati untuk mencari berita dan gambar serta fakta lapangan. “Apakah ada larangan mengambil gambar sebagai akibat di ruang terbuka? Kalau dalam markas atau pangkalan udara milik TNI memang tidak diperbolehkan,” kata Tjahjo.
Selain Didik, lima wartawan lain yang dipukuli oknum TNI sok hebat itu yakni Fakhri Rubianto, reporter Riau Televisi, Rian FB Anggoro (pewarta kantor berita Antara), Ari (TV One) dan Irwansyah (reporter RTV) serta Andika (fotografer Vokal).
Selain wartawan, sejumlah warga yang berada di lokasi kejadian juga tidak luput dari penganiayaan. Bahkan ada salah seorang warga yang harus mendapat perawatan di Puskesmas akibat penganiayaan itu. (KJ)
Menurut dia, awalnya ia tidak tahu karena sibuk di tempat tugasnya. Namun kemudian, hatinya amat tidak enak, setelah diberitahu oleh sahabatnya.
“Mas baik-baik saja, sayang,” kata Didik di telepon genggam saat ia sedang berbaring di rumah sakit lain. Ia melarang calon istrinya untuk membezuk.
“Mas tak apa-apa,” kata Didik seperti ditirukan Irma.
“Calon istriku nangis-nangis, Bang,” kata Didik yang sudah bergabung dengan Riau Pos sejak dua tahun belakangan.
Ia tak tega. Karena itu, ia melarang Irma untuk datang.
Kedua orang tua Didik dan Irma tidak diberi tahu peristiwa yang menimpa Didik. Didik anak Jawa Timur ini, tinggal di Siak bersama orang tuanya, namun sejak bertugas di Riau Pos, ia pindah ke Pekanbaru.
“Katanya mau melarang mendekat, padahal di video terlihat bukan melarang, tapi menginjak-injak,” kata Irma lagi.
Protes keras
Didik Herwanto, telah dianiaya anggota TNI AU Pekanbaru, saat meliput insiden pesawat jatuh di Pekanbaru. Didik menderita luka parah di bagian telinga.
“Yang paling parah bagian telinga hingga mengeluarkan darah. Saat ini Didik lagi didampingi Ombudsmen Riau Pos, melapor ke Propam TNI AU,” kata Hari B Koriun, wartawan senior Riau Pos.
Kejadian bermula dari laporan Didik kepadanya mengenai jatuhnya pesawat di wilayah Pandau. Sesuai dengan tugas wartawan, Didik segera ke lokasi kejadian.
“Dia berangkat bersama temannya. Membawa ID pers dan kamera. Tapi setibanya di sana, saat sedang menjalankan tugas, dia dikejar, dipukuli, diinjak dan dicekik oleh anggota Provost TNI AU berpangkat Letkol,” jelas Hari.
Pelakunya Letkol Robert Simanjuntak, jabatannya Kadis Personal Lanud Pekanbaru.
Bukan hanya dianiaya, kamera Didik pun dirampas paksa oleh anggota TNI AU lainnya. Didik pun langsung ditahan dalam mobil TNI AU. Setelah melakukan negosiasi oleh pimpinan redaksi Riau Pos, Didik pun akhirnya dilepas.
Penganiayaan itu dilakukan di depan sejumlah anak SD. Jika memang ingin mengamankan warga dari bahaya ledakan, kenapa tidak ada anak SD yang diselamatkan terlebih dahulu.
“Jangan…jangan…” Seorang ibu meminta anggota TNI AU agar tidak menganiaya Didik. Tapi hal itu tak diguris. Yang terjadi, kameranya diambil, ia ditahan. Peristiwa biadab itulah yang kemudian terekam kamera televisi Riau TV. Lantas menyebar amat cepat ke seluruh penjuru dunia. Lantas petinggi TNI AU berkilah seperti tak berdosa.
Dalam gambar yang ditayangkan Riau TV, Didik sebelumnya diterjang oknum TNI AU, kemudian dibekap. Tubuhnya yang jatuh ke tanah terus ditekan. Seorang oknum TNI AU yang berseragam orange langsung merampas kamera yang dipergunakan Didik untuk mengambil gambar.
Oknum TNI yang membekap Didik kemudian terus menekan dan memukul wajah Didik. Tampak sekali penganiayaan ini dilakukan di hadapan banyak warga, termasuk anak SD.
Disesalkan
LBH Pers mencatat, sepanjang Januari hingga Mei 2012, terdapat 45 kasus kekerasan yang terdiri atas 23 kekerasan fisik, dan 22 kekerasan nonfisik.
“Selalu terjadi tiap tahun, belum lama berselang di Bukit Lampu Padang, kupak-kupak wartawan dihajar oknum TNI-AL,” kata Ketua AJI Sumbar, Hendra Makmur.
Anggota Komisi I DPR, Tjahjo Kumolo, menyesalkan kekerasan yang dilakukan oknum anggota TNI AU terhadap wartawan yang meliput peristiwa jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 tersebut.
Politisi senior PDI Perjuangan itu menegaskan, tugas wartawan harus dihormati untuk mencari berita dan gambar serta fakta lapangan. “Apakah ada larangan mengambil gambar sebagai akibat di ruang terbuka? Kalau dalam markas atau pangkalan udara milik TNI memang tidak diperbolehkan,” kata Tjahjo.
Selain Didik, lima wartawan lain yang dipukuli oknum TNI sok hebat itu yakni Fakhri Rubianto, reporter Riau Televisi, Rian FB Anggoro (pewarta kantor berita Antara), Ari (TV One) dan Irwansyah (reporter RTV) serta Andika (fotografer Vokal).
Selain wartawan, sejumlah warga yang berada di lokasi kejadian juga tidak luput dari penganiayaan. Bahkan ada salah seorang warga yang harus mendapat perawatan di Puskesmas akibat penganiayaan itu. (KJ)
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar