Featured Video

Senin, 17 Oktober 2011

DUDUKI WALL STREET’ MENYEBAR KE 100 NEGARA


LAWAN GURITA  GLOBAL
JAKARTA, HALUAN— Gerakan “occupy wall street” (duduki wall street),  setidaknya telah  me­nyebar ke 100 negara. Gerakan ini dimaksudkan untuk melawan mengguritanya kekuasaan kor­porasi di dunia Barat. Pada intinya ini  adalah revolusi yang mulai merambah Amerika dan Sekutunya, yang dimulai di sektor financial.

Pada Sabtu siang waktu London, aksi protes Occupy Wall Street telah menyebar ke Inggris. Ribuan pemrotes berkumpul di  di pusat kota London  kemudian melakukan long march menuju Kota London dalam rangka “menduduki” Mile Square.
Namun polisi segera mem­blokade semua jalan-jalan dan lintasan kendaraan. Rencana para demonstran itu pun gagal karena mereka terjebak dalam barikade polisi.
Pengunjuk rasa yang tidak terima dihadang petugas me­neriakkan “Jalanan kami!”, “Kami memiliki hak untuk mogok!”.
Diantara pemrotes memegang spanduk bertuliskan “Jangan ada pemotongan,” “Berjuang untuk setiap pekerjaan”, dan “Bankir mendapat bailout, Kami terjual habis”.
Seperti dilansir laman situs  “Occupy London” dikemukan  bahwakini timbul kesadaran bersama untuk menyuarakan ketidakadilan sosial dan ekonomi di Inggris dan di luar Inggris, sekaligus menjadikan diri mereka “bagian dari gerakan global untuk demokrasi yang se­benar­nya”.
Ditangkapi
Di New York, Kepolisian  menangkap sekitar 70 orang yang tergabung dalam kelompok pengunjuk rasa anti Wall Street saat mereka tengah bergerak menuju kawasan Times Square. Mereka ditangkap atas tuduhan mencoba memasuki kantor cabang Citibank di Washington Square Park.
Aksi ini terjadi bersamaan dengan protes menentang ke­rakusan perusahaan-perusahaan besar dan pemotongan anggaran pemerintah.
Penggagas aksi di New York mengatakan setidaknya ada 5000 orang yang terlibat dalam aksi tersebut. Mereka melakukan aksi unjuk rasa dengan berjalan melintasi Zanotti Park menuju Times Square. Dalam aksi ter­sebut mereka meneriakan se­jumlah kecaman diantaranya, “Kami hancur, bank justru dapat bail out” dan “Sepanjang hari, sepanjang pekan mari duduki Wall Street”
Aksi di Amerika ini tidak hanya berlangsung di kawasan Times Square, New York tetapi juga di sejumlah kota lain seperti Los Angeles dan Pittsburgh. Dua aksi unjuk rasa di kota tersebut diikuti masing-masing oleh 5000 dan 2000 orang.
Aksi serupa juga terjadi di Roma Italia dan Tokyo Jepang. Kemudian, di kota Istambul  Turki dan Australia serta kota dan negara lainnya.Para de­monstran berpawai hari Sabtu di Filipina, Jepang, Hong Kong, Taiwan, Australia, Korsel, dan berbagai kota besar di Eropa.
Di Indonesia
Dalam pada Koalisi Anti-Utang di Jakarta  menyatakan dukungannya kepada gerakan global ‘Occupy Wall Street’. “Telah lama petani, produsen, dan konsumen pangan di negeri ini ditindas. Dominasi produksi pa­ngan oleh korporasi in­ter­nasional telah menempatkan keuntungan di atas kepentingan rakyat,” kata Program Officer Sekretariat Nasional Koalisi Anti-Utang (KAU) Yuyun Harmono di Jakarta, Ahad.
Pengunjuk rasa di berbagai belahan dunia dari Amerika Serikat (AS) hingga Tokyo secara serentak melakukan gerakan “Occupy Wall Street” dan me­ngungkapkan amarah terhadap para pelaku sektor finansial dan politisi yang dikatakan sebagai penggerak ekonomi dunia namun justru menjadi penyebab krisis. Menurut Yuyun, peningkatan harga pangan di Indonesia dan di dunia dalam lima tahun terakhir disebabkan karena pelaku industri jasa keuangan yang memperdagangkan komoditi derivatif dan akhirnya berakibat memiskinkan rakyat dunia.
Pertemuan tingkat menteri keuangan G-20 te­lah­ga­gal.­Kegagalan untuk me­larang spe­ku­lasi pangan semakin me­nunjukkan bahwa G-20 tidak lebih dari kepanjangan tangan institusi finansial dan korporasi transnasional. Keputusan yang disepakati hanya sebatas trans­paran­si pasar derivatif komoditas pangan yang di­imple­mentasikan pada akhir 2012.
“Bahkan, di Indonesia, pe­satnya konversi lahan pertanian, untuk perkebunan, pertambangan atau industri semakin banyak petani tidak memiliki tanah,” ujarnya.
Sementara itu pemerintah justru seakan terus melegalkan berbagai bentuk perampasan tanah yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar melalui program-program seperti food estate, REDD+ dan lainnya, ujarnya.
Untuk mewujudkan ke­daula­tan pangan, pihaknya me­nya­rankan dilakukannya pe­mbaruan agraria yang me­mastikan hak penggarap untuk menguasai tanah pertanian, sesuai dengan UUD 1945 dan UU Pokok Agraria No. 5/1960. “Juga pertanian kecil berbasis keluarga tani sebagai soko guru dari perekonomian pedesaan dan motor penggerak perekonomian bangsa. Ke­dau­latan pangan juga berarti mem­praktik­kan pertanian ber­ke­lanjutan yang menjaga kea­nekaragaman hayati, me­ngurangi ketergantungan input luar, dan memandirikan per­tanian di Indonesia,” ujarnya.
KAU melanjutkan, perlu dibangun sistem pasar dan harga lokal yang adil, dengan me­ngutamakan usaha kecil dan menengah di pedesaan, serta menolak sistem kapitalistik-neoliberal berdasarkan pasar bebas. (dn/ant/smc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar