Featured Video

Senin, 17 Oktober 2011

Gamawan Menteri ‘Paling Nakal’


Kopi angek jan lupo, ambo menuju Kemendagri,” itulah antara lain SMS saya pada Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, Jumat pekan kemarin.
Masuk ruang tunggu Mendagri, rupanya di sana sudah ada Walikota Padang, Fauzi Bahar, Wakil Ketua DPRD, Afrizal dan Kepala Bappeda Padang, Hervan Bahar.
Dan kopi panas sudah menunggu saya. Di sana tak boleh merokok selama ini. Kini, tiba-tiba ada asbak. Saya pun merokok, seperti juga beberapa orang lainnya.
Tak lama benar, kami masuk ruang kerja Mendagri.
Gamawan dan Fauzi Bahar cipika-cipiki, dengan saya tidak. Kami bersalaman saja. Belum lama benar duduk, Mendagri saya lihat meresek saku-sakunya. Tapi dari mimiknya, yang ia cari tak bersua.
Segera saya mengeluarkan rokok. Ia memanggil stafnya dan menyuruh ambil rokok serta asbaknya. Selesai sudah. Kali ini teh hangat pun terhidang.
“Jadi menteri itu sebatangkara,” seorang menteri curhat kepada Gamawan Fauzi. Sang menteri, didesak, ditekan dan digunja tiap sebentar oleh berbagai kepentingan dari luar. Tak ada tempat berbagi, juga tidak untuk berdiskusi. Sepi di tengah keramaian.
Banyak menteri yang dikeroyok untuk berbagai kepentingan dan kemudian disudutkan lewat berbagai pendapat publik bahkan pengamat. Tak ketinggalan unjukrasa prabayar.
“Saya juga dikepung kiri kanan akibat e-KTP,” kata dia. Tapi menurut Gamawan ia akan terus melawan. Kalau tak dilawan, menjadi-jadi. Dilawan, hilang satu-satu.
Namun Gamawan tak merasa sebatangkara, karena ia mendapat dukungan sejumlah pihak, terutama atasannya. Lagi pula, ia menjadi ‘menteri paling nakal’ di kabinet.
“Tak apa-apa Pak, anggap saja saya menteri paling nakal di kabinet,” kata Gamawan pada Wapres Boediono seperti yang ia tutur ulang pada Singgalang.
“Terus saja Pak Gamawan,” kata Presiden SBY suatu ketika.
Gamawan-lah yang tampil ke depan menghadapi masalah Yogyakarta. Ia pula kemudian yang mendatangi KPK dan BPK soal honor Muspida dan honor kepala daerah dari BPD. Persoalan yang heboh itu, setelah dijelaskan, diam.
Belum lagi soal e-KTP, yang dikepung raksasa kiri-kanan, sehingga Gamawan harus siaga 24 jam.
“Cukuplah sekali ini saja Gamawan jadi menteri, tertutup rezeki kita,” kata sejumlah pihak. Ucapan itu sampai pada Gamawan Fauzi.
Kawan tertawa
“Ndak ado kawan untuak ka galak-galak doh,” kata Gamawan, ketika ditanya berapa kali ia tertawa lepas dalam sehari.
“Untuang KJ datang,” katanya pada saya. Hampir dua jam, kami memang terkekeh-kekeh saja bersama Gamawan. Meski begitu, urusan Pemko Padang tuntas juga.
Cerita hilir mudik dari yang ringan-ringan, e-KTP, batas wilayah, unjukrasa, sampai tentang beberapa tokoh urang awak yang mulai menasional.
Menurut dia, sangat banyak persoalan yang mesti diselesaikan. Ada praktik di lapangan dan tak ditemukan payung hukumnya. Ada kasus yang seharusnya diselesaikan dengan bijak, tak selesai-selesai juga meski sudah belasan tahun.
Soal batas provinsi misalnya, dibiarkan mengambang. Padahal menurut dia harus dituntaskan. Jika kemudian ada gugatan, justru lebih bagus.
Keputusan pengadilan atas gugatan itulah yang kemudian jadi ketetapan hukum. Karena itu, ia kemudian mengeluarkan keputusan soal batas beberapa provinsi.
“Tanggal 3 November kita launching e-KTP di Padang, Pak Mendagri,” pinta Walikota Fauzi Bahar.
“Baik, kalau saya masih jadi menteri,” katanya.
“Kalau tidak, manggaleh puyu wak lai,” kata saya.
“Ba kain saruang tiok sore di kampuang,” kata Jang Al, wartawan dari Haluan..
Kami tertawa lepas lagi.
Tertawa pertanda hati yang riang, sedang hati yang riang adalah obat. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar