Featured Video

Jumat, 25 November 2011

PERDA RTRW/RTH DISAHKAN-Warga Bukik Apik dan Pintu Kebun Resah


BUKITTINGGI,  Warga Bukittinggi terutama di Kelurahan Pintu Kabun dan Bukik Apik Puhun mem­pertanyakan Perda  Nomor 6 tahun 2011 tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) point a dan b.
Pasalnya, Perda yang me­muat tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), membuat masyarakat di Ke­lurahan Pintu Kabun dan Kelurahan Bukik Apik Puhun dirugikan.

Sebab, tanah mereka di kawasan dua kelurahan tersebut tidak bisa di bangun akibat disahkannya Perda RTRW Pemko Bukittinggi baru-baru ini. Padahal tanah itu adalah milik masyarakat warisan nenek moyang mereka turun-temurun.
Berpayung dengan Perda itulah, Pemerintah Kota (Pem­ko) Bukittinggi mengusai lahan tanah dengan aturan tidak boleh ada bangunan di wilayah itu, dan menjadi keresahan masyarakat. Sebab dari dulu tanah itu milik kaum atau suku mereka, dan pribadi-pribadi masyarakat. Sehingga muncul pertanyaan apa betul tanah itu telah menjadi milik Pemko secara sepihak, tanpa mem­beritahukan masyarakat pe­milik lahan.
Dalam Perda RTRW  ter­sebut direncanakan dua ke­lurahan  di Utara Bukittinggi itu menjadi daerah hijau atau Ruang Terbuka Hijau. Sehingga masyarakat tidak bisa me­lakukan pembangunan tem­pat tinggal di kawasan itu. Se­mentara Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu, terpaksa tidak bisa mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) berdasarkan Perda yang telah disahkan itu.
Hal itu dibenarkan anggota DPRD  Kota Bukittinggi, M Syukri kepada Haluan, Kamis (24/11) di gedung Dewan Bukittinggi. Menurutnya,  me­mang banyak kalangan merasa dirugikan karena tidak bisa mengurus IMB untuk mem­bangun. Sehingga, sangat ter­kesan dengan dijadikan ka­wasan itu  Ruang Terbuka Hijau, mereka kehilangan haknya.
“Keresahan masyarakat dalam Perda tersebut adalah karena daerah akan dikem­bangkan menjadi pusat binis dan Ruang Terbuka Hijau. Dalam pasal 66 RTH, dua Kelurahan Bukit Apik Puhun dan Puhun Pintu Kabun. Akan ditetapkan sebagai Ruang Terbuka Hijau, hingga pa­norama,”terang Ketua Fraksi Golkar DPRD  Bukittinggi itu.
M.Syukri menambahkan,  Ini bersangkutan dengan tanah ulayat yang tidak bisa lagi dimanfaatkan. Ketika diminta IMB ternyata tidak bisa dike­luarkan. Sehingga dibu­tuhkan petunjuk teknis dari Pemko Bukittinggi, yang belum dike­tahui oleh masyarakat berkaitan dengan Perda RTRW itu.
Ketakutan masyarakat se­lan­jutnya yang akan menim­bulkan persoalan besar adalah akan terjadinya relokasi. Jika begitu, keadaannya kemana masyarakat ini akan direlokasi. Nampaknya banyak pertanyaan yang mesti dicarikan jawabanya, jika Perda ini tetap akan direalisasikan Kota Bukittinggi.
Menurut politisi Golkar ini, seharusnya dalam Perda yang te­lah disusun sejak masa ja­batan anggota DPRD  Bukit­tinggi, 2004-2009 itu,  tidak merugikan masyarakat. “Jika Perda berdampak me­rugikan masyarakatnya, tentu bisa dikaji ulang. Sehing­ga tidak berten­tangan dengan Undang-undang yang lebih tinggi,” ujar Sukri.
Katanya, ini merupakan tugas pemerintah untuk me­luruskan kembali dan mem­berikan penjelasan kepada masyarakat. Bagaimana pe­nunjukan dan penguasaan atas tanah. “Diduga ada kekeliruan dalam Penyusunan Ranperda dulunya,” katanya.
Nampaknya, dalam pe­nyusunan Ranperda RTRW memiliki sejumlah hal yang mengarah pada kekeliruan penyusunan. Sebab Perda yang disusun sejak tahun 2004-2009 yang kemudian dilanjutkan pada 2009-2015, tidak me­lewati proses yang sempurna. Selain tidak dibahas ulang pada masa jabatan DPRD tahun  pengesahannya, juga tersiar kabar tidak adanya public hearing dengan masyarakat sebelum pengesahan.(h/jon)haluan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar