Sebuah kekurangan di pancainderanya tidak menghalangi pemuda Korea Selatan ini dalam mewujudkan impiannya sebagai petenis profesional.
Seperti anak muda lainnya. Lee Duck-hee juga memiliki cita-cita dalam hidup yang ingin ia raih. Bedanya, pemuda berusia 14 tahun ini adalah seorang tunarungu.
Padahal dalam olahraga tenis, pendengaran adalah faktor penting guna mengalibrasi waktu mereka, mengukur tingkat kekuatan lawan si sela-sela riuhnya suara penonton. Namun, Lee enggan menyerah pada hambatan itu. Ia tak mau ketidakmampuannya dalam mendengar itu dianggap sebagai hal yang buruk.
"Satu hal yang sulit adalah komunikasi dengan para wasit dan hakim garis," ujarnya
Lebih lanjut, bagi sebagian besar pemain, mendengar suara raket lawan ketika mereka memukul bola sangat penting untuk menilai seberapa keras pukulan supaya bisa menentukan reaksi perlawanan.
"Sebenarnya, saya tidak peduli tentang kekurangan saya. Justru, saya sangat mudah untuk fokus dalam pertandingan karena saya tidak bisa mendengar apa-apa," katanya. "Jadi, lebih nyaman untuk bermain."
Lee pun berhasil membuktikan bahwa kekurangannya bukan hambatan dengan menjuarai Eddie Herr International di Miami. Kemudian di Melbourne, dia masuk kualifikasi grand slam pertamanya.
Di usianya yang masih sangat muda, Lee merupakan prospek yang luar biasa. Ia juga berambisi masuk 10 besar tingkat junior pada akhir tahun ini. Untuk jangka panjang, Lee bertekad menjadi petenis nomor satu dunia.
"Saya sebenarnya pernah lho bermain dengan Roger Federer," kata Lee sambil menunjukkan foto di ponselnya yang memperlihatkan dirinya tengah berpose diapit Federer dan Rafael Nadal.
"Kemarin saya bertemu Federer di sebuah aula, tapi ia berlalu dan tidak mengenali saya. Saya sangat kecewa. Padahal saya ingin sekali berfoto lagi dengannya. Yah, mungkin lain waktu," katanya.
s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar