Featured Video

Sabtu, 19 November 2011

SEGERALAH CARI ALTERNATIF JALUR JALAN BARU DI SUMBAR-Solok


Sejak beberapa bulan terakhir ini kondisi jalan Padang – Solok benar-benar membikin stress para pengemudi di jalur itu. Selain seperti biasa kecuraman tanjakan juga kerusakan jalan yang luar biasa parahnya telah membuat halangan untuk laju kendaraan di ruas jalan tersebut.

Akibat yang ditimbulkan menurut pengakuan kalangan Organda (Organisasi Angkutan Darat) munculnya biaya tinggi untuk perbaikan kendaraan terutama pada bagian rem, ruda dan kanvas kopeling. Jika terjadi kemacemetan, maka itu juga menimbulkan peningkatan pemakaian bahan bakar untuk kendaraan yang sedang mendaki lantaran harus menyalakan mesin terus menerus. Pilihan lain dengan jalan menempuh jalur Padang Panjang –Solok via Lubuk Alung tentu akan menambah juga biaya bahan bakar.
Hingga kemarin misalnya, seperti dipantau oleh wartawan koran ini, meski kecepatan kendaraan hanya rata-rata 20 kilometer per jam, karena harus mengikuti antrean, ruas Sitinjau Laut yang berada di rute Solok – Padang terasa mulai lancar. Semenjak truk-truk bermuatan besar dialihkan dari jalur jalan yang kini diperbaiki tersebut, pengguna jalan Sitinjau Laut  tidak lagi harus mengalami kemacetan berjam-jam lagi.
Pengalihan jalan bagi truk-truk bermuatan tersebut mulai dilakukan semenjak, Jumat (18/11), yang ditandai dengan blokade berupa pengumuman bagi pengemudi truk untuk tidak melewati jalur Solok – Padang di Simpang Selayo Solok.
Pengumuman yang sama juga berdiri tepat di per­simpangan pertigaan Muara Labuh Solok. Dengan dua blokade pengumuman itu, truk-truk bermuatan besar baik batubara, kayu, atau tangki pengangkut BBM harus mengalihkan jalur mereka yang jalan lain.
Kita mengkhawatirkan sebagaimana para sopir juga mengkjhawatirkannya, justru ruas Silaing Kariang – Air Mancur - Padang Panjang yang akan mengalami kemacetan. Karena seluruh truk yang akan masuk ke Kota Padang, harus melewati rute tersebut.
Jadi ini ibarat menekan balon saja, sementara di kawasan Sitinjau Laut, terlihat arus kendaraan sudah mulai lancar. Sebaliknya di Lembah Anai justru mengalami kemacetan pula. Belum lagi kebiasaan macet di ruas Padang Panjang – Bukittinggi akan semakin membuat kawasan di sekitar Padang Panjang itu menjadi bottle neck.
Kemacetan menjadi semacam keseharian bagi ruas Padang Panjang – Bukittinggi, dan kini bertambah macet. Kini kadang-kadang, waktu tempuh Padang - Bukittinggi dengan jarak 89 km bisa bisa memakan waktu 4 jam bahkan sampai 5 jam. Jika kondisi lancar hanya memerlukan waktu sekitar 1,5 jam Kemacetan di kawasan lembah Anai umumnya akibat seringnya terjadi  longsor atau mobil mogok  mendaki. Mogok mendaki  gara gara muatan melebihi kapasitas tonase akhirnya tak kuat menaiki tanjakan Silaing Kariang yang terkenal angker itu.
Lain lagi kemacetan di ruas jalan utama antara Padang Panjang ke Bukittinggi. Macet disebabkan tingginya aktifitas bongkar muat sayur di Pasar Koto Baru dan Padang Luar. Kalau di pasar Koto Baru tidak macet, macetnya terjadi di Pasar Padang Luar. Begitulah silih berganti setiap hari
Begitulah kemacetan di Sumatatera Barat tidak lagi berada di pusat kota melainkan sudah menjalar sampai jauh ke pelosok daerah di jalan lintas.
Sudah saatnya kondisi ini segera dicarikan jalan keluarnya agar tidak menimbulkan biaya tinggi dalam memobilisasi orang, barang dan jasa. Kebijaksanaan Pemprov Sumbar sebelum ini untuk jalan keluar dari kemacetan itu adalah dengan membuat jalur-jalur alternatif.
Untuk kawasan tengah Padang – Bukittinggi, sebelum jalan Malalak - Bukittinggi dikerjakan,  sudah ada dua alternatif pemecahannya  oleh Pemerintah Provinsi Sumbar dalam mengatasi macet itu. Pertama ide membuka jalan Tambangan - Kayu Tanam, kedua memperlebar jalan dari perbatasan Kabupaten Padang Pariaman,  mulai dari kawasan Lembah Anai sampai ke Bukittinggi. Sayangnya gagasan itu kandas antara lain oleh adanya isu terterabasnya kawasan hutan lindung yang menjadi isu sensitif oleh Bank Dunia.
Kurang lebih di bagian tengah-selatan di linta Padang –Solok, alternatif yang dibuat adalah dengan cara mengurangi tekanan arus dari Solok Selatan merayapi Sitinjau Laut. Alternatifnya dibuka jalan baru Kambang – Muara Labuh. Jadi, kendaraan pengangkut produksi pertanian, perkebunan dari Solok Selatan dan pengangkut kebutuhan logistik dari Padang ke Solok Selatan dan Sungai Penuh bisa melewati jalan baru tersebut. Hanya saja rencana itu mentok lagi oleh isu lingkungan hidup.
Sekarang, keadaannya sudah semakin parah. Laju pertmubuhan kendaraan terus merayap naik sedang laju perbaikan jalan dan pertambahan jalan baru justru stagnan. Hendaknya tahun 2012 ini Pemprov Sumbar sudah memiliki rencana yang tegas dan prioritas utama bagi pemecahan masalah kemacetan tersebut.***
haluan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar