Featured Video

Sabtu, 19 November 2011

MENINGKATKAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA DI SUMATERA BARAT


Bencana demi bencana tidak lepas menimpa daerah Sumatera Barat.  Setelah reda dari gempa dan tsunami yang terakhir menimpa Mentawai 25 Oktober 2010, longsor menghantam beberapa wilayah di Sumatera Barat, terutama Pesisir Selatan, Pasaman Barat dan Agam.

Memang agak tepat julukan yang pernah diberikan kepada wilayah ini, yakni: supermarket bencana.Sebagai daerah yang rawan terhadap bencana, maka berbagai upaya kesiapsiagaan untuk menghadapinya harus dilakukan dan terus di­tingkat­kan. Upaya yang bertujuan untuk mengurangi risiko ben­cana disebut sebagai mitigasi.
Di dalam mitigasi ada 3 (tiga) tahap yang dilakukan, yakni pra bencana, saat be­ncana (disebut juga tahap tang­gap darurat), dan pascabencana (tahap rehabilitasi dan rekons­truksi).
Tahap pra bencana me­rupakan tahap yang paling penting. Biasanya risiko atau bencana yang paling besar terjadi apabila mitigasi pra bencana tidak dilakukan secara baik.
Sumatera Barat memiliki  alam yang elok serta potensi sumber daya alam yang cukup baik.  Namun di samping itu, Sumatera Barat juga menyim­pan potensi yang besar dalam hal bencana alam, khususnya bencana alam geologis.  Jenis bencana alam geologis tersebut antara lain adalah Gempa, tsunami, erupsi gunung api, longsor, banjir, erosi dan sedimentasi serta abrasi.
Dari semua jenis bencana tersebut diakui bahwa gempa dan tsunami merupakan ben­cana alam yang paling me­nakutkan masyarakat.  Gempa besar dan tsunami Aceh, di­tambah dengan berita gempa dan tsunami di Jepang tanggal 11 Maret 2011 yang baru lalu, bisa semakin menakutkan masyarakat.
Berikut ini akan diuraikan tentang potensi gempa dan tsunami di Sumatera Barat, serta penyebab dan lokasi sumbernya.
Gempa Bumi
Gempa Bumi merupakan sebuah guncangan hebat yang menjalar ke permukaan Bumi yang disebabkan oleh gangguan di dalam litosfir (kulit Bumi). Gangguan ini terjadi karena di dalam kulit Bumi terjadi akumulasi energi akibat dari pergeseran kulit Bumi itu sendiri.
Sementara itu, pergerseran kulit Bumi terjadi akibat dari pergerakan secara konvektif yang bersumber dari lapisan astenosfir, yakni sebuah lapisan bagian atas dari mantel Bumi, berupa cairan panas yang sangat kental, yang mengalir secara perlahan.
Akibat gerakan-gerakan ini, maka kulit Bumi terpecah-pecah menjadi bagian-bagian berupa lempengan yang saling bergerak satu sama lain, yang kemudian disebut dengan lempeng tektonik. Umumnya gempa Bumi berasal dari pelepasan energi yang di­hasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak.  Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai suatu ke­adaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh lempeng tektonik tersebut.  Pada saat itulah gempa Bumi akan terjadi.
Gempa Bumi yang di­sebabkan oleh pergerakan lempeng ini, baik subduksi (tumbukan) maupun per­geseran mendatar, disebut dengan gempa tektonik.  Jenis gempa lain adalah gempa volkanik, yakni  disebabkan oleh kegiatan volkanik (gunung api).
Magma yang berada pada kantong di bawah gunung tersebut mendapat tekanan dan  melepaskan energinya secara tiba-tiba sehingga menim­bulkan getaran tanah.  Namun gempa volkanik ini biasanya tidak merusak karena kekuatan­nya cukup kecil, sehingga hanya dirasakan oleh orang-orang yang berada dalam radius yang kecil saja dari sebuah vulkano.
Gempa volkanik dapat menjadi gejala/petunjuk akan terjadinya letusan gunung berapi. Masih ada jenis gempa lain seperti gempa runtuhan dan gempa buatan untuk ke­perluan eksplorasi/eksploitasi mineral dan lain-lain, tapi kekuatannya lebih kecil lagi, sehingga tidak berpotensi menimbulkan bencana kepada masyarakat.
Lokasi Potensi Gempa Bumi di Sumatera Barat
Gempa Bumi tektonik di wilayah Sumatera Barat berasal dari dua sumber, yakni akibat subduksi (tumbukan lempeng) antara Lempeng Indo-Australia dan Eurasia serta pergerakan Sesar Sumatera (nama lain: Sesar Semangko) yang sangat aktif.   Subduksi kedua lempeng tektonik ini berlokasi di laut dan pergerakan Sesar/Patahan Semangko berlokasi di darat.
Gempa-gempa besar yang terjadi di daratan Sumatera Barat dan sekitarnya misalnya yang terjadi tahun 1926, 1943, 1977 dan 2004 (Padang Pan­jang), serta 6 Maret 2007 di dua sumber (Danau Singkarak dan Sianok/Agam).
Gempa di Sungai Penuh, Kerinci tahun 1995 juga me­rupakan produk dari per­geseran Sesar Semangko ini.  Gempa di arah laut yang berasal dari subduksi, berlokasi di sekitar Siberut dan Sipora-Pagai. Gempa besar yang pernah terjadi di lokasi ini antara lain tahun 1797 di Siberut, 1833 di Sipora-Pagai, 2007 dan 25-10-2010 juga di Sipora-Pagai. Gempa yang bersumber di laut ini dapat memicu timbulnya tsunami.
Upaya yang Dilakukan untuk Mengurangi Risiko
Gempa jarang yang mem­bunuh langsung. Biasanya yang membunuh adalah bangunan, yakni bangunan yang tidak memenuhi standar atau yang tidak berwawasan bencana.
Dr Yozo Goto bersama timnya dari Jepang telah melakukan penelitian di Kota Padang dan  Kabupaten Padang Pariaman terhadap bangunan yang hancur dan rusak akibat gempa Sumbar (7,9 SR) 30 September 2009.
Yozo Goto menyimpulkan bahwa bangunan yang rusak dan hancur akibat gempa tanggal 30 September adalah bangunan yang tidak memenuhi aturan atau standar yang sudah ditetapkan, yakni SNI 2002. Kalau bangunan yang hancur atau rusak itu memenuhi SNI 2002, diyakini tidak akan terjadi kerusakan.
Dengan demikian maka salah satu upaya dalam men­gurangi risiko akibat gempa adalah membuat bangunan sesuai standar yang sudah ditetapkan. Saat ini standar SNI-2002 telah direvisi menjadi SNI-2010.
Upaya lainnya adalah de­ngan melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana menghadapi gempa sebelum terjadi, pada waktu gempa berlangsung (gempa kuat atau merusak dan gempa lemah), terutama melalui sekolah secara langsung ma­upun melalui kurikulum pe­lajaran.  Sosialisasi ini yang disertai simulasi harus di­laksanakan secara terus me­nerus secara rutin.
Tsunami
Tsunami berasal dari ga­bungan dua kata bahasa Jepang, yakni tsu yang berarti pelabuhan dan nami yang berarti ge­lombang. Dari kata asalnya ini dibuatlah definisi tsunami, yakni gelombang yang me­nyerang pelabuhan atau da­ratan. Penyebab timbulnya tsunami adalah 1). Gempa Bumi yang berepisenter di dasar laut, 2). Meletusnya gunung api bawah laut, 3) Longsoran massa tanah/batuan di dasar laut, dan 4). Jatuhnya meteor.
Dari keempat penyebab tsunami ini, maka lebih dari 90 persen  penyebab tsunami adalah gempa Bumi yang berepisenter di dasar laut. Sedangkan jatuhnya meteor berukuran besar ke laut secara statistik kebolehjadiannya sangat kecil.
Tidak semua gempa me­nimbul­kan tsunami. Ada 4 (empat) syarat sebuah gempa dapat menimbulkan tsunami, yakni gempa dengan episentrum di dasar laut; kekuatan gempa minimal 6,5 SR dan biasanya berlangsung lebih dari 30 detik; gempa sangat dangkal (ke­dalaman pusat gempa < 30 km); dan terjadi dislokasi batuan secara vertikal
Untuk terjadinya sebuah tsunami, maka keempat syarat di atas harus terpenuhi secara bersama-sama sekaligus. Apa­bila satu syarat saja tidak ter­penuhi, maka tsunami tidak akan terjadi. Kewaspadaan terhadap tsunami harus di­bangun dengan baik. Kalau tidak, maka korban yang jatuh bi­sa banyak sekali. (Bersambung) (Bagian I)

DR BADRUL MUSTAFA(haluan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar