Featured Video

Selasa, 16 Oktober 2012

DARAH MENETES DI KAKI GAPURA-BENTROK PEMKO PADANG DENGAN HTT

Bentrokan tak terhindarkan antara personil Sat Pol PP dengan warga HTT terkait dengan eksekusi pembongkaran bangunan gapura. Darah pun menetes. Kedua pihak diminta tak emosional.



Puluhan personil Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang bentrok dengan warga yang tergabung dalam Himpunan Tjinta Teman (HTT) di kawasan Pondok, Kota Padang, Senin (15/10) sekitar pukul 09.30 WIB.
Bentrokan itu berawal dari upaya eksekusi pembongkaran terhadap bangunan gapura Hok Tek Tong milik HTT  oleh Pemerintah Kota Padang. Hingga pukul 18.00, suasana masih “panas”. Kedua pihak tampak berjaga-jaga.
Akibatnya, belasan orang dari HTT mengalami luka-luka kena pukulan tongkat rotan, dan empat orang di antaranya cukup parah. Dari jajaran Sat Pol PP dan Dam­kar Padang, empat anggotanya luka di kepala terkena lemparan batu. Tak ada korban jiwa dalam peris­tiwa tersebut.
Kericuhan itu berawal dari pascakemenangan putusan banding Pemerintah Kota Padang oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan tanggal 25 September 2012 lalu dalam perkara pembongkaran gapura milik HTT. Pihak Pemko Padang merasa berhak membongkar gapura tersebut.
Pantauan Haluan di lokasi, tim gabungan Pemko Padang yang terdiri dari Sat Pol PP, Dinas Kebakaran, TRTB, dan beberapa SKPD lainnya yang ingin mela­kukan pembongkaran telah dinanti oleh ratusan warga HTT yang bersiaga penuh di sekitar gapura.
Bentrokan antara tim gabungan Pemko Padang dengan warga HTT tidak dapat dihindari setelah upaya mediasi antara kuasa hukum tidak menemukan titik temu. Warga HTT yang membuat pagar betis di depan gerbang terlibat saling pukul dengan aparat Satpol PP yang mencoba menerobos barisan tersebut. Jual beli pukulan dan saling lempar batu tidak dapat lagi dihindari. Suasana semakin memanas setelah salah satu warga HTT yang diketahui bernama Fredi (35) diseret keluar barisan dan dipukuli oleh Satpol PP.
Bentrokan yang berlangsung hampir satu jam ini mengakibatkan empat warga HTT dan dua Satpol PP harus dirujuk ke rumah sakit. Suasana sekitar gapura langsung mencekam dan seluruh akses jalan langsung diblokir oleh polisi.
Saling Lapor
Bentrokan berhasil diredam setelah aparat kepolisian, sekitar pukul 11.00 berhasil menguasai lokasi di sekitar gapura dan menyuruh mundur dua kubu yang ricuh itu.
Tidak terima dengan pengha­langan pembongkaran gapura ini, pihak Pemko Padang melalui Kepala Dinas Tata Ruang dan Tata Bangu­nan (TRTB), Dian Fakri  melaporkan tokoh HTT, Albert Hendra Lukman dan kuasa hukum HTT, Djuanda Rasul ke Polresta Padang.
“Saya melaporkan Albert dan Djuanda karena mereka mem­provokasi warga HTT sehingga terjadi bentrokan seperti ini. Apa yang mereka lakukan jelas berten­tangan dengan surat putusan PTTUN Medan Nomor 109/B/2012/PT.TUN-MDN dan surat perintah Walikota tanggal 11 November 2012 perihal pembongkaran gerbang HTT,” kata Dian kepada Haluan usai melapor di Polresta Padang.
Tak lama berselang Dian Fakri melapor, pihak HTT bersama keempat korban juga melapor ke Polresta Padang atas sikap represif tim gabungan Pemko Padang. Salah satu korban dari pihak HTT, Feron (38) mengatakan tindakan yang diambil oleh pemerintah tidak sesuai dengan prosedur hukum. Karena persoalan gapura HTT sedang dalam proses kasasi.
“Kami jelas melawan karena merasa diintimidasi. Apa yang mereka lakukan tadi pagi (kemarin) jelas telah melanggar prosedur hukum karena kasasi yang dima­sukkan HTT sedang dibahas oleh PTUN Padang,” kata Feron.
Sementara itu, Kasat Pol PP Kota Padang, Nasrul Sugana me­nga­takan, eksekusi ini dilaksanakan atas putusan yang dimenangkan Pemko di PTUN Medan. “Kita hanya menjalankan perintah dari pimpi­nan Kota Padang (Walikota Padang, Fauzi Bahar,red). Untuk itu, ekse­kusi ini hanya melibatkan tim SKPD Pemko Padang,” ungkapnya.
Tak Koordinasi
Sementara itu, Kabag Ops Polresta Padang Kompol Yudi Sulistyo mengatakan bentrokan antara HTT dengan tim gabungan diakibatkan Pemko Padang tidak berkoordinasi dengan kepolisian. “Pihak pemko tidak ada mela­kukan koordinasi dengan polisi, sehingga saat bentrokan tidak ada anggota Sabhara yang berada di lokasi,” katanya.
Dijelaskannya, polisi baru menurunkan satu pleton anggota Sabhara setelah mendapatkan informasi adanya ketegangan antara HTT dengan tim gabungan pemko. Sehingga bentrokan tidak dapat dihindari.
“Anggota kita terlambat datang. Sehingga bentrokan tidak dapat dihindari. Namun, kita terus meminta kepada kedua pihak untuk menahan emosi,” katanya. “Kami terpaksa mengambil alih untuk melakukan pengamanan agar tidak ada menimbulkan jatuhnya korban dalam pembongkaran gapura terse­but,” tambahnya.
Yudi juga mengatakan, dalam melakukan eksekusi pembongkaran tersebut yang dilakukan tim Pemko Padang tanpa adanya pembe­ritahuan mau pun koordinasi kepada pihak kepolisian.
Minta Ditunda
Anggota DPRD Kota Padang, Albert Hendra Lukman, mengatakan memori kasasi sudah didaftarkan sehari setelah putusan PT TUN Medan keluar, tepatnya Rabu (10/10) lalu. Pihaknya berharap Pemko Padang menunda pembongkaran hingga keluar putusan kasasi MA.
“Kita minta penundaan pem­bongkaran, karena saat ini kami tengah mengajukan kasasi ke MA. Bila nanti amar putusan tingkat kasasi ini menyatakan kami yang kalah, maka kami bersedia mem­bongkar sendiri gapura tersebut,” ujar Albert Hendra Lukman.
Kasasi Tak Dikenal
Sementara itu, Walikota Padang diwakili Kabag Hukum Andri Yulika dan didampingi Kuasa Hukum Pemko Padang Rimaison Syarif, mengatakan, upaya hukum kasasi tak dikenal dalam kasus ini. Karena itu sia-sia saja yang dilakukan kuasa hukum HTT.
“Ketua PTUN pasti akan menge­luarkan surat penolakan. Atau bila disampaikan juga ke MA, maka Panitera MA wajib mengembalikan berkas perkara tanpa diregister,” kata Rimaison Syarif.
Hal ini sesuai dengan pasal 45 A UU No.5 tahun 2004 tentang Perubahan UU No.14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung menye­butkan, ayat (1) MA dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi kecuali perkara yang oleh UU ini dibatasi pengajuannya.
Sedangkan ayat (2) perkara yang dikecualikan itu tediri dari ; (a) putusan tentang praperadilan, (b) perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan atau diancam pidana denda dan (c) perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.
“Dalam kasus ini, kasasi yang diajukan HTT tidak sesuai dengan pasal 45 A huruf (c), tidak memenuhi syarat untuk mengajukan kasasi. Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung No.08 tahun 2011 juga mempertegas hal yang sama,” tambah Andri.
Dikatakan, kasus ini berawal dari pendirian garura HTT yang tidak mengantongi izin Pemko Padang. Proses sudah dijalani dengan memberikan teguran hingga surat perintah bongkar bangunan dari Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (DTRTB) Padang. Tetapi tidak diindahkan justru surat DTRTB No.640/2-04/DTRTB-PP-2012 ini digugat ke PTUN Padang. PTUN Padang dalam putusannya menyebutkan untuk menunda pembongkaran gapura dan mene­rima gugatan HTT.
Pemko Padang tidak terima dengan putusan ini dan mengajukan banding ke PT TUN di Medan. Dalam amarnya PT TUN di Medan memutuskan membatalkan putu­san PTUN Padang No.03 tanggal 29 Mei 2012 atau mencabut pene­tapan penundaan pembongkaran. Dan mengadili sendiri dengan menyatakan gugatan penggugat tidak diterima.
Ditambahkan Rimaison, bila kini mereka mengajukan upaya hukum kasasi, maka diyakini upaya itu tak akan membuahkan hasil. Dan dalam hal ini tidak ada penundaan pelak­sanaan pembong­karan karena putusan PTUN Padang sudah dica­but PT TUN Medan.
Untuk itu, DTRTB akan mengi­rim surat kepada Ketua PTUN Padang agar segera dikeluarkan keputusan sesuai ketentuan pasal 45 A UU No.5 tahun 2004 tentang Perubahan UU No.14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung itu.
“Tidak ada alasan untuk meng­hentikan pembongkaran. Dan kita segera mengirim surat kepada Ketua PTUN Padang agar segera dike­luarkan keputusan sesuai dengan pasal 45 A UU NO.5 tahun 2004,” katanya.
Pemko Harus Hormati Hukum
Terpisah, Ketua DPRD Padang Zulherman menyebutkan, pertikaian antara Pemko Padang dengan pihak HTT ini seharusnya diselesaikan secara hukum. Sebab kasus ini sudah masuk ke ranah hukum.
“Kami sangat menyanyangi terjadinya bentrok tersebut dan adanya korban luka-luka. Kalau memang sudah masuk ke ranah hukum, ya harus diselesaikan secara hukum juga,” kata Zulherman, Senin (15/10).
Dikatakannya, dalam putusan PTUN Medan tersebut baru satu tingkat dan masih ada tingkatan lainnya, sehingga belum ingkrah. Walaupun pihak pemko menang di Medan, tapi pihak HTT kan me­lakukan kasasi, sehingga Pemko Padang harus menunggu putusan dari pengadilan.
Ditambahkan, dengan langsung melakukan pembongkaran tanpa adanya koordinasi, Pemko Padang dinilai kurang menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Zulherman berharap dalam perma­salahan ini semua komponen terkait menyelesaikan dengan cara duduk bersama kembali, sehingga tidak terjadi lagi bentrokan yang mema­kan korban. 

sumber


Tidak ada komentar:

Posting Komentar