Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz memberi pengampunan terhadap tenaga kerja kerja wanita (TKW) Indonesia dari ancaman hukuman mati.
Dua TKW bernama Neneng Sunengsih binti Mamih Ujan dan Mesi binti Darna Idon telah dibebaskan dari hukuman mati pada Kamis (12/1/2012), seperti diuraikan dalam petikan siaran pers Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Riyadh. Mesi dibebaskan setelah mendapat pengampunan dari Raja Abdullah, sementara Neneng dibebaskan dengan jaminan dari pengacara.
Mesi binti Dama Idon, asal Kampung Pasir Ceuri, Kecamatan Ciemas, Sukabumi, Jawa Barat, dikirim oleh PT Jasebu Prima Internusa dan Amal Al Mubasher Agency, telah bekerja di Arab Saudi sejak tahun 2008 dengan pengguna jasa Abdullah Dhoifullah Haji Al Rugi. Pada 2 Maret 2011, Mesi divonis hukuman mati oleh Pengadilan Umum Saqra (sekitar 250 km dari Riyadh) atas pengakuannya melakukan sihir kepada suami-istri majikannya.
Namun, pada saat persidangan, Mesi mencabut dan menolak pengakuan tersebut karena pada saat pembuatan berita acara, dia mengaku berada di bawah tekanan. Putusan vonis mati dilimpahkan oleh Pengadilan Umum Saqra ke Pengadilan Kasasi.
KBRI Riyadh menindaklanjuti berkas perkara ke pengadilan kasasi dan mendapat penjelasan bahwa berkas perkara terdakwa telah dikembalikan ke Pengadilan Umum Saqra dan diberi pertimbangan agar Mesi tidak dihukum mati karena pengakuannya di bawah tekanan. Pada 28 Juli 2011, pengadilan meringankan hukuman mati menjadi hukuman penjara 10 tahun dan 500 kali cambukan.
Satgas KBRI Riyadh kembali melakukan pendekatan ke Pengadilan Kasasi dan mendapat penjelasan bahwa Mesi telah diampuni oleh Raja Abdullah dan telah diinstruksikan untuk membebaskan dan segera memulangkannya ke Indonesia.
Adapun Neneng Sunnengsih (35 tahun) yang asal Desa Bojong Kalong, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat, dikirim oleh PT Jasmindo Olah Bakat dan Al Rawabi Recruitment Office, dan telah bekerja selama 11 bulan pada pengguna jasa Asraf Roja Al Rajan.
Pada 12 November 2011, Neneng ditangkap oleh pihak Kepolisian Al Jouf, sekitar 1.200 Km dari Riyadh, atas tuduhan membunuh bayi perempuan majikan, dan Neneng dituduh berusaha melarikan diri dari rumah majikannya. Setelah ditangkap, Neneng menjalani penahanan untuk pemeriksaan oleh pihak Kepolisian Al Jouf serta Biro Investigasi dan Penuntutan guna pengumpulan bukti-bukti.
Selama proses tersebut, Neneng ditahan di Penjara Al Jouf. KBRI Riyadh menunjuk pengacara setempat, Naseer Al Dandani, untuk membela Neneng.
Neneng menjelaskan, bayi perempuan itu sebelum meninggal sempat menderita sakit. Ia kemudian menyarankan kepada majikan agar bayi tersebut dirawat di rumah sakit, tetapi ditolak. Selang beberapa jam kemudian, Neneng melihat kondisi bayi kian memburuk, dan pada saat kritis tersebut ia berusaha berulang-ulang kali menelepon istri majikan untuk melaporkan keadaan sang bayi.
Namun, majikan tidak menjawab telepon Neneng, dan akhirnya bayi itu pun meninggal. Dalam keadaan rasa takut dan panik, Neneng meninggalkan rumah majikan dan tidak segera melaporkan kejadian itu kepada pihak kepolisian hingga akhirnya ditangkap atas tuduhan membunuh bayi itu.
Penjelasan Neneng kemudian menjadi dasar pembelaan oleh pengacara Al Dandani. Pengacara menegaskan kepada pihak pengadilan bahwa kesalahan tidak seharusnya ditimpakan kepada Neneng yang tidak memiliki keahlian untuk merawat bayi dalam keadaan sakit parah.
Kematian bayi majikan tidak ada unsur kesengajaan dan tidak terdapat bukti kuat bahwa Neneng-lah yang menyebabkan kematian anak majikannya. Sementara itu, pihak majikan sendiri tidak mengizinkan jasad bayinya diotopsi.
Maftuh Basyuni selaku Ketua Tim Satgas Penanganan WNI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri, saat kunjungannya ke Riyadh pada 24 Desember 2011, melalui pengacara, telah mendesak pihak terkait di Penjara Al Jouf untuk membebaskan Neneng dari penjara.http://internasional.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar