Sejumlah ahli konstruksi di Sumbar sepakat, bahwa Rumah Gadang Minangkabau memiliki arsitektur tahan gempa dan memenuhi syarat-syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodratnya
Filosofi Minangkabau Alam Takambang Jadi Guru, Bakarano Bakajadian (bersebab dan berakibat), merupakan pengejawantahan dari orang Minangkabau sejak dulu dalam merencanakan hunian atau tempat tinggal yang aman, nyaman dan harmonis serta dinamis sebagaimana dinamika alam.
Menurut Eko Alfares, Dosen Arsitektur Fakultas Teknil Sipil dan Perencanaan Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, arsitektur rumah gadang Minangkabau dalam membangun rumah gadang tersebut, ternyata menunjukkan bahwa sejak dulu masyarakat Minang telah lama mengadopsi teknik bangunan yang ramah gempa.
Ia menjelaskan, berdasarkan tambo Minangkabau, nenek moyang orang minangkabau itu turun pertama kali dari lereng sebelah selatan Gunung Merapi, dan kemudian menyebar. Namun mereka masih menemukan gunung-gunung berapi yang aktif seperti Gunung Sago, Gunung Singgalang, Gunung Talang dan Gunung Tandikek.
Kondisi alam yang demikian membuat wilayah Minangkabau kerap didera gempa vulkanik. Bergerak kearah pesisir, patahan yang melintang di Samudera Hindia, juga membawa dampak gempa tektonik yang juga sering menguncang bumi Ranah Minang.
“Mungkin itulah salah satu sebabnya yang membuat orang Minangkabau memutar otak bagaimana membuat desain bangunan yang tepat dengan kondisi seperti itu” ujar Eko.
Menurutnya, arsitektur Rumah Gadang memiliki keunikan pada bentuk atap yang menyerupai tanduk kerbau dibuat dari bahan ijuk. Bentuk badan rumah segi empat dan membesar ke atas (trapesium terbalik) menjadikan bangunan tersebut ramah gempa.
Bentuk atapnya yang melengkung tajam seperti bentuk tanduk kerbau sedangkan sisinya melengkung ke dalam, sedangkan bagian tengahnya rendah seperti perahu dan secara estetika merupakan komposisi yang dinamis.
‘’Desain bangunan seperti ini, menurut para ahli arsitektur, merupakan konstruksi bangunan tahan gempa,’’ imbuhnya.
Atapnya yang lancip untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis, sehingga air hujan akan meluncur dengan cepat. Bangunan rumah yang membesar ke atas, berfungsi membebaskan dari terpaan tampias. Kolongnya yang tinggi memudahkan sirkulasi udara sehingga memberikan hawa yang segar.
Posisinya rumah gadang yang berjejer mengikuti arah mata angin dari utara ke selatan, membebaskanya dari panas matahari dan terpaan angin, jika dilihat secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang itu menurut syarat-syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang mengandung nilai-nilai kesatuan, kelarasan, keseimbangan, dan kesetangkupan dalam ketuhanannya yang padu
Rumah gadang di Minangkabau, selain sebagai tempat tinggal, juga digunakan sebagai tempat musyawarah keluarga dn kaum. Rumah tersebut juga digunakan untuk tempat mengadakan upacara-upacara, pewarisan nilai-nilai adat, dan reprsentasi budaya matrilineal.
Sebagai tempat tinggal, Rumah Gadang memiliki tata aturan yang unik. Penghuni perempuan, yang telah bersuami, mendapat jatah satu kamar. Perempuan yang paling muda itu mendapat kamar yang paling ujung dan akan pindah ke tengah jika ada perempuan lain atau adiknya yang bersuami.
Sedangkan, perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh kamar bersama pada ujung yang lain. Untuk laki-laki tua, duda, dan bujangan, mereka tidur di surau milik kaumnya masing-masing.
Dikutip dari berbagai sumber, diketahui bahwa orang Minang mengenal perancang rumah gadang dengan sebutan tukang tuo, yang bekerja sesuai dengan alua jo patuik ( alur dengan patut). Artinya di alam ini mempunyai fungsi sendiri-sendiri
Hal lain yang menarik dari arsitek rumah gadang terkait dengan konsep ramah gempa adalah, penampangnya yang segi emapt dan melebar keaatas, seperti trapesium terbalik. Jika ditarik garis dari sisi-sisi trapesium terbalik tersebut kebawah, maka akan bertemu satu titik dipusat bumi.
Bila diperhatikan secara seksama, penampang rumah gadang, antara penampang badan dan atap,akan menyerupai dua segitiga yang dipertemukan salah satu sisinya.
“Saya tidak tahu rasio hubungan pertemuan titik tadi dangan pusat bumi, barangkali hubunganya dengan katahanannya terhadap getaran akibat pergeseran kulit bumi” ujar Eko mengakhiri.
Sementara itu, Darmansyah ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan Bencana Alam, Sumatera Barat, dalam acara talkshow di Radio Siaga 107,5 FM menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.
Bentuk rumah gadang membuat Rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke semua bangunan.
Rumah gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai sambungan membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur. Selain itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialas dengan batu sandi.
Menurutnya, batu tersebut akan berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah, sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau ada getaran gempa bumi, Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut. (h/wan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar