Dalam sejarah manusia purba disebutkan bahwa di Pulau Jawa pernah hidup manusia besar dengan tinggi sekitar 3 meter yaitu manusia jenis Pitecanthropus Paleo Javanicus. Sementara di Minangkabau ini menurut sebuah legenda juga pernah hidup manusia terbesar bergelar Datuak Tantejo Gurhano.
Sebagai bukti legenda itu, sampai kini masih dapat dilihat kuburan Tantejo Gurhano di nagari tertua Minangkabau yakni Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan Tanah Datar. Letaknya sekitar 14 km dari Kota Batusangkar, tidak jauh dari pinggir jalan arah ke Padang.
Mencari lokasi kuburannya gampang, karena pada simpang jalan menuju kuburan dipajang papan pengumuman besar yang memuat keterangan mengenai kuburan Tantejo Gurhano. Dari jalan raya utama letaknya sekitar 500 meter dan dapat dikunjungi menggunakan mobil.
Kuburan Tantejo Gurhano disebut juga dengan “kuburan panjang” karena ukurannya memang panjang, 25,5 x 7 meter. Di depan kuburan terhampar lapangan rumput berfungsi sebagai “medan nan bapaneh” dan kini dijadikan sebagai situs budaya dan objek wisata.
Uniknya kuburan itu, jika diukur berulang-ulang, panjangnya akan berubah-ubah.Menurut warga setempat bisa berubah sampai puluhan senti meter. Oleh karena itu mengukur panjang kuburan Tantejo Gurhano yang tidak tetap merupakan kegiatan menarik bagi wisatawan yang berkunjung ke kuburan panjang.
Kalau mengacu kepada panjang kuburannya tinggi Datuak Tantejo Gurhano diperkirakan mencapai 20-an meter, sangat luar biasa kalau dibandingkan dengan tinggi manusia yang ada sekarang.
Tantejo Gurhano hidup pada masa kerajaan Koto Batu yang merupakan kerajaan pertama di Minangkabau yang berpusat di Nagari Pariangan lereng Gunung Marapi. Waktu itu kerajaan diperintah oleh Sultan Sri Maharaja Diraja, ayah dari Datuak Ketmanggungan pendiri lareh Koto Piliang.
Semasa hidupnya Tantejo Gurahano dikenal sebagai arsitek ulung, dialah yang membuat rumah gadang pertama kali.
Karya agung dari Tantejo Gurhano adalah Balairung Sari di nagari Tabek yang sampai kini masih utuh. Nagari Tabek letaknya bersebelahan dengan nagari Pariangan.
Balairung Sari yang disebut juga dengan Balairung Panjang berukuran 48 x 3,4 meter dengan tinggi 5,30 meter. Usia bangunannya diperkirakan 450 tahun.
Balairung sari beratap ijuk itu merupakan lambang demokrasi di Minangkabau, sebagai tempat musyawarah bagi petinggi nagari untuk mencari kata sepakat guna menyelesaikan berbagai persoalan.
Tantejo Gurhano membangun Balairung Sari berdasarkan sistem demokrasi lareh Bodi Caniago, dimana lantainya dibuat datar yang melambangkan sifat “egaliter” yakni kesamaan hak dalam menyatakan pendapat, seperti diungkap pepatah “duduak samo randah tagak samo tinggi”.Namun masyarakat nagari Tabek tidak menganut sistem adat lareh bodi caniago itu.
Diceritakan lagi oleh tetua di Pariangan, berdasarkan cerita turun temurun Tantejo Gurhano memasang atap Balirung Sari sambil duduk di halamannya, begitu tinggi besarnya manusia yang satu ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar