Survei PwC menemukan bahwa kejahatan ekonomi terhadap dunia usaha dan organisasi lainnya terus meningkat di seluruh dunia.
PwC yang merupakan lembaga auditor dan konsultan dengan jaringan kantor di 157 negara ini mencatat bahwa jumlah responden survei yang mengaku pernah menjadi korban kejahatan ekonomi meningkat.
Menurut survei PWC bertajuk Kejahatan Ekonomi Global 2014 (2014 Global Economic Crime Survey), sebanyak 37 persen responden mengatakan mereka pernah menjadi korban kejahatan ekonomi. Angka ini meningkat 3 persen dari data temuan 2011.
Sekitar 25 persen responden mengatakan mereka pernah menjadi korban kejahatan mayantara (cyber crime), karena semakin banyak yang menggunakan teknologi sebagai alat untuk melancarkan aksinya.
PwC Forensic Services partner dan Kepala Editor dalam survei ini, Steven Skalak, melalui keterangan tertulisnya kepadaVIVAnews, Rabu 19 Februari 2014, menjelaskan bahwa survei global PwC menemukan bahwa pencurian masih menjadi bentuk kejahatan ekonomi yang paling sering dihadapi, sebagaimana dilaporkan 69 persen responden.
PwC Forensic Services partner dan Kepala Editor dalam survei ini, Steven Skalak, melalui keterangan tertulisnya kepadaVIVAnews, Rabu 19 Februari 2014, menjelaskan bahwa survei global PwC menemukan bahwa pencurian masih menjadi bentuk kejahatan ekonomi yang paling sering dihadapi, sebagaimana dilaporkan 69 persen responden.
Kemudian, diikuti oleh penipuan dalam proses pengadaan 29 persen, suap dan korupsi 27 persen, kejahatan mayantara 24 persen, serta penipuan akuntansi 22 persen.
Bentuk kejahatan lain yang juga dilaporkan yaitu penipuan sumber daya manusia, praktik pencucian uang, pelangggaran atas hak kekayaan intelektual dan pencurian data, penipuan penggadaian serta penipuan pajak.
Jumlah pasti kerugian langsung yang diderita berkaitan dengan kejahatan ekonomi, menurut Skalak, sulit diperkirakan. Di antara para korban kejahatan ekonomi tersebut, sejumlah 20 persen responden menyatakan bahwa dampak keuangan akibat kejahatan ekonomi terhadap organisasi mereka berjumlah lebih dari US$1 juta.
Bentuk kejahatan lain yang juga dilaporkan yaitu penipuan sumber daya manusia, praktik pencucian uang, pelangggaran atas hak kekayaan intelektual dan pencurian data, penipuan penggadaian serta penipuan pajak.
Jumlah pasti kerugian langsung yang diderita berkaitan dengan kejahatan ekonomi, menurut Skalak, sulit diperkirakan. Di antara para korban kejahatan ekonomi tersebut, sejumlah 20 persen responden menyatakan bahwa dampak keuangan akibat kejahatan ekonomi terhadap organisasi mereka berjumlah lebih dari US$1 juta.
Sementara itu, 2 persen dari para korban --yang mewakili 30 organisasi-- menyatakan bahwa dampak kejahatan ekonomi terhadap mereka berjumlah masing-masing US$100 juta.
Survei ini untuk pertama kalinya pada tahun ini mengukur penipuan dalam kegiatan pengadaan, yang dilaporkan oleh hampir 30 persen responden. Penipuan dalam kegiatan pengadaan dianggap memiliki ancaman ganda, karena berdampak pada proses pengadaan barang dan jasa.
Survei ini untuk pertama kalinya pada tahun ini mengukur penipuan dalam kegiatan pengadaan, yang dilaporkan oleh hampir 30 persen responden. Penipuan dalam kegiatan pengadaan dianggap memiliki ancaman ganda, karena berdampak pada proses pengadaan barang dan jasa.
Di saat yang bersamaan pula berdampak pada usaha untuk berkompetisi dalam peluang baru.
Para responden juga melaporkan dampak tambahan yang signifikan pada berbagai aspek seperti moral pegawai, yang disebut oleh 31 persen responden, dan dampak pada reputasi perusahaan serta relasi usaha, yang dilaporkan oleh 17 persen responden.
Para responden juga melaporkan dampak tambahan yang signifikan pada berbagai aspek seperti moral pegawai, yang disebut oleh 31 persen responden, dan dampak pada reputasi perusahaan serta relasi usaha, yang dilaporkan oleh 17 persen responden.
Berdampak ke harga sahamMenurut Skalak, meskipun aspek keuangan dan aspek-aspek lainnya terdampak secara signifikan oleh kejahatan ekonomi, hanya 3 persen responden mengatakan bahwa penipuan berdampak pada harga saham perusahaan mereka.
"Layaknya virus yang sangat kuat, kejahatan ekonomii tetap terus terjadi walaupun berbagai upaya telah dilaksanakan untuk melawan. Tidak ada satu pun organisasi di dunia, seberapa pun besarnya usaha tersebut yang kebal terhadap dampak penipuan dan kejahatan lainnya," ujar Skalak.
Para pelaku kejahatan ekonomi, ia melanjutkan, berhasil melancarkan aksinya karena mereka beradaptasi terhadap situasi global yang terus berubah, seperti ketergantungan terhadap teknologi dan munculnya negara berkembang.
"Ancaman yang bahkan lebih buruk dari dampak keuangan langsung akibat kejahatan ekonomi adalah terhadap berbagai usaha yang merupakan nyawa kegiatan operasional perusahaan. Kejahatan ekonomi merusak proses internal, mengikis integritas karyawan, dan menodai reputasi," kata Skalak.
Untuk diketahui, survei PwC bertajuk Kejahatan Ekonomi Global 2014 melibatkan sebanyak 5.128 responden dari 95 negara yang diwawancarai antara Agustus dan Oktober 2013. Dari keseluruhan responden, 50 persen merupakan eksekutif senior, 35 persen mewakili perusahaan tercatat, dan 54 persen dari berbagai lembaga dengan lebih dari 1.000 karyawan.
"Layaknya virus yang sangat kuat, kejahatan ekonomii tetap terus terjadi walaupun berbagai upaya telah dilaksanakan untuk melawan. Tidak ada satu pun organisasi di dunia, seberapa pun besarnya usaha tersebut yang kebal terhadap dampak penipuan dan kejahatan lainnya," ujar Skalak.
Para pelaku kejahatan ekonomi, ia melanjutkan, berhasil melancarkan aksinya karena mereka beradaptasi terhadap situasi global yang terus berubah, seperti ketergantungan terhadap teknologi dan munculnya negara berkembang.
"Ancaman yang bahkan lebih buruk dari dampak keuangan langsung akibat kejahatan ekonomi adalah terhadap berbagai usaha yang merupakan nyawa kegiatan operasional perusahaan. Kejahatan ekonomi merusak proses internal, mengikis integritas karyawan, dan menodai reputasi," kata Skalak.
Untuk diketahui, survei PwC bertajuk Kejahatan Ekonomi Global 2014 melibatkan sebanyak 5.128 responden dari 95 negara yang diwawancarai antara Agustus dan Oktober 2013. Dari keseluruhan responden, 50 persen merupakan eksekutif senior, 35 persen mewakili perusahaan tercatat, dan 54 persen dari berbagai lembaga dengan lebih dari 1.000 karyawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar