Republika/Erik Purnama Putra
Tampilan hasil hitung cepat Pilpres 9 Juli lalu, yang dilakukan RRI.
Klaim kemenangan yang dilakukan kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla dinilai terlalu dini. Belajar dari pengalaman sebelumnya tim Jokowi-JK menggunakan data tidak valid untuk mengklaim kemenangan di luar negeri, seperti Arab Saudi dan Mesir.
"Prabowo justru menang di Mesir dan Jeddah. Sebaiknya kubu Jokowi hati-hati menggunakan data. Publik disodori informasi tidak valid," kata pengamat politik Igor Dirgantara kepada wartawan, Jumat (11/7).
Sebelumnya, Tim Sukses Jokowi-JK, Yuddy Chrisnandi pernah mengatakan mengatakan, hasil exit poll Arab Saudi pasangan nomor urut 2, meraih 75 persen suara dan pasangan nomor 1, mendapatkan 20 persen suara. Pun dengan di Mesir, kubu Jokowi-JK diberitakan menang tipis dengan 57 persen dan Prabowo-Hatta 42,9 persen.
Kenyataannya, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, mengumumkan hasil penghitungan suara Pilpres 2014, Prabowo-Hatta mendapat 51,22 persen dan Jokowi-JK 48,78 persen. Pun data Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Mesir, pasangan nomor urut 1 itu menang dengan mengantongi 70,2 persen. Jokowi-JK hanya mendapat 27,6 persen.
Melihat fakta tersebut, Igor menyarankan, agar jauh lebih baik jika semua pihak menunggu hasil penghitungan akhir yang dilakukan KPU pada 22 Juli mendatang. "Jangan justru mengintimidasi KPU dengan klaim bahwa quick count mereka yang benar. Otoritas tertinggi tetap ada di KPU," kata pengajar di Universitas Jayabaya itu.
Igor juga meminta agar kedua pihak bisa menahan diri dan belajar dari Pilpres 2009. Meski menang dengan selisih hitung cepat mencapai 20 persen lebih, tetapi SBY tetap menunggu hasil final dari KPU.
r
Tidak ada komentar:
Posting Komentar