Oleh: Muslimin
Suatu hari, Ibrahim bin Adham berbincang-bincang dengan salah seorang muridnya dalam tasawuf yang bernama Syaqiqal-Bakhi.
Suatu hari, Ibrahim bin Adham berbincang-bincang dengan salah seorang muridnya dalam tasawuf yang bernama Syaqiqal-Bakhi.
Ibrahim lalu bertanya kepada sang murid, “Apa pekerjaanmu sebelum menjadi muridku?” “Saya seorang pengusaha dari Balkh. Tapi, karena tertarik pada tasawuf saya tinggalkan bisnis saya,” jawab Syaqiq.
Ibrahim bertanya, “Mengapa kamu tinggalkan bisnismu kemudian menjadi pengikutku?” “Pada saat menjadi pengusaha, saya selalu dilanda perasaan resah, gelisah, dan ketidakpastian tentang masa depan usaha saya,'' jawab Syaqiq.
''Sampailah suatu ketika saya berada di daerah padang pasir yang jauh dari keramaian. Saya melihat seekor burung jatuh ke tanah dengan kondisi memprihatinkan karena sayapnya patah,” ujar Syaqiq.
Ia lalu melanjutkan, “Saya terharu, merasa kasihan dan iba terhadap musibah yang menimpa burung itu. Pastilah, dia akan mati karena tidak ada makanan baginya. Ketika saya berpikir begitu, tiba-tiba ada seekor burung lain yang terbang ke arah burung yang patah sayap itu, di paruh burung itu ada makanan.''
''Lalu, dia menjatuhkan makanan itu untuk burung yang patah sayapnya.” Melihat peristiwa itu, Syaqiq pun berpikir. Burung yang patah sayap saja masih mendapatkan makanan dan bisa meneruskan hidupnya dalam keadaan apa pun. “Tentulah manusia lebih dari itu,” ungkap dia.
Ibrahim pun langsung menyanggah, “Syaqiq, mengapa engkau hanya berpikir menjadi burung yang patah sayapnya itu, sementara engkau tidak berpikir untuk menjadi burung yang terbang dan memberikan makanan kepada sesamanya yang kelaparan dan membutuhkan.”
Sang guru pun memberi nasihat, “Seharusnya engkau berusaha menjadi burung yang memberikan makanan itu, sebab umat Islam dianjurkan menjadi umat yang produktif.”
Nasihat Ibrahim bin Adham kepada muridnya mengingatkan kita agar menjadi umat beriman yang produktif, selalu berorientasi memberi kebahagian kepada orang lain. Bukan justru sebaliknya, selalu mengharapkan bantuan dan pertolongan orang lain.
Ibrahim bertanya, “Mengapa kamu tinggalkan bisnismu kemudian menjadi pengikutku?” “Pada saat menjadi pengusaha, saya selalu dilanda perasaan resah, gelisah, dan ketidakpastian tentang masa depan usaha saya,'' jawab Syaqiq.
''Sampailah suatu ketika saya berada di daerah padang pasir yang jauh dari keramaian. Saya melihat seekor burung jatuh ke tanah dengan kondisi memprihatinkan karena sayapnya patah,” ujar Syaqiq.
Ia lalu melanjutkan, “Saya terharu, merasa kasihan dan iba terhadap musibah yang menimpa burung itu. Pastilah, dia akan mati karena tidak ada makanan baginya. Ketika saya berpikir begitu, tiba-tiba ada seekor burung lain yang terbang ke arah burung yang patah sayap itu, di paruh burung itu ada makanan.''
''Lalu, dia menjatuhkan makanan itu untuk burung yang patah sayapnya.” Melihat peristiwa itu, Syaqiq pun berpikir. Burung yang patah sayap saja masih mendapatkan makanan dan bisa meneruskan hidupnya dalam keadaan apa pun. “Tentulah manusia lebih dari itu,” ungkap dia.
Ibrahim pun langsung menyanggah, “Syaqiq, mengapa engkau hanya berpikir menjadi burung yang patah sayapnya itu, sementara engkau tidak berpikir untuk menjadi burung yang terbang dan memberikan makanan kepada sesamanya yang kelaparan dan membutuhkan.”
Sang guru pun memberi nasihat, “Seharusnya engkau berusaha menjadi burung yang memberikan makanan itu, sebab umat Islam dianjurkan menjadi umat yang produktif.”
Nasihat Ibrahim bin Adham kepada muridnya mengingatkan kita agar menjadi umat beriman yang produktif, selalu berorientasi memberi kebahagian kepada orang lain. Bukan justru sebaliknya, selalu mengharapkan bantuan dan pertolongan orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa memberikan kemudahan terhadap orang yang dalam kesusahan maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia masih menolong saudaranya.” (HR Muslim).
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk berusaha menjadi orang pertama yang membantu orang yang sedang membutuhkan dan kesusahan.
Bukankah menebarkan kebaikan dan kebahagiaan kepada orang lain dengan tulus itu bagaikan harumnya bunga. Selain dapat menebarkan keharuman kepada si penanam. Keharuman bunga itu juga dapat dirasakan orang-orang yang berada di sekitarnyar
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk berusaha menjadi orang pertama yang membantu orang yang sedang membutuhkan dan kesusahan.
Bukankah menebarkan kebaikan dan kebahagiaan kepada orang lain dengan tulus itu bagaikan harumnya bunga. Selain dapat menebarkan keharuman kepada si penanam. Keharuman bunga itu juga dapat dirasakan orang-orang yang berada di sekitarnyar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar