Wanita Prancis Bercadar
Larangan Cadar Perancis Mendapat Tantangan dari Tim Hukum Inggris
Jumat, 10 Juni 2011 11:06 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Pasangan Muslim yang mengasingkan diri menggunakan tim hukum Inggris untuk melawan larangan cadar yang diterapkan di Perancis. Mereka mengklaim bahwa Perancis telah melanggar hak asasi dan membatasi aktivitas mereka
di seluruh negara di Uni Eropa.
Pasangan, yang ingin tetap anonim tersebut, sekarang tinggal di West Midlands dengan dua anak mereka, mengklaim peraturan yang baru ditetapkan di Perancis itu memaksa mereka keluar dari negara asal mereka.
Terkait gugatan hukumnya itu, mereka tengah mencari kelemahan dari kebijakan larangan bagi Muslimah menutupi wajahnya di depan umum dengan cadar adalah 'hal yang tidak perlu, tidak proporsional dan melanggar hukum'.
Sang suami merupakan warga Prancis, sementara istrinya diwakili oleh Robina Shah dari Layanan Konsultasi Imigrasi. Sang istri melalui wakilnya telah mengajukan permohonan ke Pengadilan HAM Eropa di Strasbourg. "Kasus ini jelas adalah penting bagi klien saya," ujar Shah.
"Sebagai hasil dari larangan tersebut mereka harus meninggalkan negara mereka, larangan itu juga membatasi kebebasan memilih mereka, dan juga bagi anak perempuan mereka," sambungnya lagi.
Dalam gugatannya di pengadilan, pemohon utama, sang suami menuliskan bahwa dirinyalah yang
memerintahkan istrinya untuk mengenakan burka, penutup seluruh tubuh yang meliputi cadar di wajah yang hanya menyisakan celah untuk mata.
Sang istri, pemohon kedua dalam kasus tersebut, 'menghormati dan mengikuti' permintaan suaminya itu ketimbang kehendaknya sendiri', ujarnya kepada Pengadilan Strasbourg.
Sang istri menggugat pemerintah Perancis sebesar 10 Ribu Pounsterling, karena telah melanggar hak asasinya. Pasangan itu setuju jika dalam beberapa kesempatan, sang istri harus membuka cadarnya, seperti ketika diperiksa di bandara dan di bank.
Presiden Nicolas Sarkozy melarang pemakaian cadar di muka umum pada April. Bagi siapa yang memakai cadar di depan umum akan 130 poundsterling atau mendapatkan pendidikan kewarganegaraan Perancis.
di seluruh negara di Uni Eropa.
Pasangan, yang ingin tetap anonim tersebut, sekarang tinggal di West Midlands dengan dua anak mereka, mengklaim peraturan yang baru ditetapkan di Perancis itu memaksa mereka keluar dari negara asal mereka.
Terkait gugatan hukumnya itu, mereka tengah mencari kelemahan dari kebijakan larangan bagi Muslimah menutupi wajahnya di depan umum dengan cadar adalah 'hal yang tidak perlu, tidak proporsional dan melanggar hukum'.
Sang suami merupakan warga Prancis, sementara istrinya diwakili oleh Robina Shah dari Layanan Konsultasi Imigrasi. Sang istri melalui wakilnya telah mengajukan permohonan ke Pengadilan HAM Eropa di Strasbourg. "Kasus ini jelas adalah penting bagi klien saya," ujar Shah.
"Sebagai hasil dari larangan tersebut mereka harus meninggalkan negara mereka, larangan itu juga membatasi kebebasan memilih mereka, dan juga bagi anak perempuan mereka," sambungnya lagi.
Dalam gugatannya di pengadilan, pemohon utama, sang suami menuliskan bahwa dirinyalah yang
memerintahkan istrinya untuk mengenakan burka, penutup seluruh tubuh yang meliputi cadar di wajah yang hanya menyisakan celah untuk mata.
Sang istri, pemohon kedua dalam kasus tersebut, 'menghormati dan mengikuti' permintaan suaminya itu ketimbang kehendaknya sendiri', ujarnya kepada Pengadilan Strasbourg.
Sang istri menggugat pemerintah Perancis sebesar 10 Ribu Pounsterling, karena telah melanggar hak asasinya. Pasangan itu setuju jika dalam beberapa kesempatan, sang istri harus membuka cadarnya, seperti ketika diperiksa di bandara dan di bank.
Presiden Nicolas Sarkozy melarang pemakaian cadar di muka umum pada April. Bagi siapa yang memakai cadar di depan umum akan 130 poundsterling atau mendapatkan pendidikan kewarganegaraan Perancis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar