Heboh bingkisan coklat Valentine’s Day yang berisi kondom, ternyata bukan isapan jempol atau rekayasa semata.
Seperti dilansir sejumlah media nasional, paket menghebohkan itu ditemukan di sejumlah supermarket di Geger Kalong Bandung, Jakarta Selatan, Depok, Medan dan Menado. Bahkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga ikut gerah dan meminta pemerintah segera menarik bingkisan yang meresahkan tersebut.
Di sini, tidak akan dibahas tentang sejarah Valentine’s Day, karena sudah terlalu banyak yang mengulasnya. Di internet juga banyak bertebaran literasi tentang Valentine’s Day dengan beragam latar belakang, analisis dan kesimpulan. Tapi yang patut digarisbawahi adalah ditemukannya kondom dalam kaitannya dengan momentum yang diklaim sebagai hari kasih sayang kawula muda itu. Fakta bahwa ditemukannya kondom dalam bingkisan valentine’s dan dijual bebas pula di supermarket dan mall, semakin memperlihatkan substansi sesungguhnya dari tradisi tersebut.
Selama ini, Valentine’s Day identik dengan segala atribut berbentuk hati, berwarna merah jambu (pink) dan diaplikasikan dengan yang namanya bunga atau coklat. Bingkisan ini kemudian diberikan kepada orang-orang yang disayangi. Juga ada tradisi tukar-tukaran kado. Secara implisit, menyusupnya kondom dalam bingkisan valentine’s menyiratkan bahwa tradisi tersebut kental dengan budaya free sex, merupakan satu hal yang tak terbantahkan.
Rumors yang selama ini menyatakan bahwa valentine’s adalah ajang hura-hura menuju perzinahan, semakin mendekati kebenaran. Dengan kata lain, semenjak dini– mengingat sebagian besar pelaku yang merayakan valentine’s adalah para remaja yang masih duduk di bangku sekolah, anak-anak generasi penerus bangsa ini sudah diperkenalkan bahkan menjadi pelaku seks bebas.
Lalu, kondom? Alat kontrasepsi yang sejatinya tidak dijual bebas ini, kini dengan mudah bisa didapatkan di apotik, rumah obat atau supermarket. Di situ terpampang sebaris tulisan, “tidak dijual untuk anak sekolah” Nah, dengan semakin bebas dan mudahnya mendapatkan kondom di pasaran, ikut berkontribusi terhadap maraknya prilaku seks bebas, terutama di kalangan remaja. Valentine’s Day yang katanya symbol kasih sayang diterjemahkan menjadi ajang pesta seks.
Apakah ini pekerjaan orang-orang iseng atau memang sebuah skenario yang tersistematis, patut kiranya mendapat perhatian dari semua kalangan, terutama para orangtua. Inilah tanda-tanda yang mengarah pada kehancuran moral generasi bangsa. Degradasi moral menuju kebangkrutan spiritual semakin nyata di depan mata. Akan halnya pemerintah, sampai hari ini memang belum mengambil tindakan apapun. Seperti biasa, pemerintah acapkali bersikap reaktif, baru bertindak setelah kejadian. Paling juga berjanji akan lebih mengawasi dan memberi sedikit sanksi kepada pelaku.
Lalu, adakah kemungkinan pemerintah (baca: Majelis Ulama Indonesia) akan menelurkan fatwa haram Valentine’s Day? Ini yang agak sulit, mengingat bila hal tersebut diberlakukan akan mengundang reaksi keras dari kalangan aktivis Hak Azazi Manusia (HAM) dan Indonesia merupakan negara multi agama serta etnis. Di sini, merayakan Valentine’s Day boleh sesuka hati.
Kembali kepada pribadi masing-masing. Merayakan boleh, menolak juga silakan. Sehingga kondisi ini menjadi komoditas yang menggiurkan bagi sejumlah pihak seperti produsen coklat, sabun mandi, pasta gigi, telepon seluler dan lain sebagainya. Berdalih Valentine’s Day, mereka kemudian berlomba-lomba memproduksi barang yang menjadi icon Valentine’s Day. Tak ayal, produsen kondom pun merasa berkepentingan dengan proyek ini.
Berbeda dengan Malaysia. Pemerintah setempat, seperti yang dikatakan Kepala Departemen Pengembangan Islam Malaysia, Wan Mohamad Sheikh Abdul Aziz, Malaysia mengeluarkan fatwa haram merayakan Valentine’s Day terkait dengan ajaran agama. Karena itu, umat Islam di negara tetangga itu dilarang merayakan tradisi valentine. Bahkan Partai Islam negara setempat mengusulkan agar Valentine’s Day diganti menjadi Hari Pasangan Suami Isteri. Demikian juga dengan Iran dan Arab Saudi, dua negara ini melarang keras produksi dan transaksi produk yang berhubungan dengan Valentine’s Day.
Terlepas dari pro kontra, boleh tidaknya perayaan Valentine’s Day di negeri ini, yang patut menjadi catatan dan warning bagi semua pihak – khususnya para orangtua – adalah gerakan untuk menghancurkan generasi muda secara perlahan-lahan dengan formula bernama free sex.
MIRAWATI UNIANGhttp://www.harianhaluan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar