Belasan sastrawan perserta Temu Sastrawan Nusantara Melayu Raya (Numera) yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia merasa ditelantarkan panitia. Para sastrawan tersebut ditemui Haluan, Minggu malam (18/3), kira-kira pukul 22.00 WIB, di depan Hotel Bunda yang merupakan tempat penginapan para sastrawan yang berasal dari Malaysia,
Singapura, Brunai, dan Thailand. Ketika ditemui, para sastrawan asal Indonesi tersebut, sebagian perempuan, memperbincangkan kemana mereka akan menginap menjelang keberangkatan mereka ke daerah masing-masing.“Acara City Tour yang diadakan panitia ke Bukittinggi molor dari jadwal. Seharusnya kami sudah sampai di Padang, pukul 16.00-18.00 WIB, seperti dalam panduan panitia. Akan tetapi kami sampai pukul 21.30 WIB,” kata A’yat Khalili, sastrawan asal Madura.
Ia mengatakan, walau pun panitia bertanggung jawab terhadap peserta sesuai jadwal yang telah ditentukan, akan tetapi karna keterlantaran pantia, seharusnya para peserta diberi kemudahan lain oleh panitia.
“Akan tetapi tidak satu pun panitia yang bisa dihubungi lagi, untuk mengkonfirmasi, kira-kira kemana tempat (penginapan) sebelum pulang ke daerah asal,” tambahnya.
Kekecewaan tersebut juga dirasakan oleh salah seorang sastrawan Kalimantan Timur yang sudah berumur 69 tahun yang ikut terlantar di antara belasan sastrawan tersebut, yakni Iberamsyah Amandit.
“Saya mencoba untuk cek-in di Hotel Bunda, tempat sastrawan luar negeri, berharap ada kamar yang kosong. Akan tetapi ditolak,” jelasnya.
Sementara itu ketika dikonfirmasi pada ketua pengarah kegiatan Temu Sastrawan Numera, Sastri Bakri, menyatakan bahwa peserta bukan lagi tanggung jawab dari panitia.
“Di blog sudah dituliskan, acara dimulai dari pendaftaran peserta tanggal 16 Maret siang, sampai pada tanggal 18 Maret sore selesai City Tour, dan peserta bukan lagi tanggung jawab panitia,” jelasnya.
Ia pun menerangkan bahwa untuk makan siang sastrawan pada hari terakhir tersebut sudah mengeluarkan dana pribadinya. “Kalau dibilang ditelantarkan, tidak juga, karena sudah dituliskan di blog. Dan untuk sastrawan luar negeri yang menginap di Hotel Bunda, mereka pakai biaya sendiri,” jelas Sastri Bakri.
Para sastrawan asal Indonesia pun dari pertama sudah mera ganjil dengan pemisahan tempat penginapan. “Yang dari luar negeri mendapat fasilitas di Hotel Bunda, tapi dari Indonesia mendapat tempat di Asrama Haji Tabiang. Dan anehnya lagi, awalnya sastrwan asal Sumatera barat sendiri tidak difasilitasi penginapan,” jelas Alizar Tanjung sastrawan mutakhir dari Sumbar.
Persoalan yang terjadi selain keterlantaran yang dirasakan sastrwan Indonesia tersebut, yakni soal informasi.” Panitia kurang sekali memberikan informasi, sedang daerah Padang ini tidak kami ketahui. Ketika berusaha dihubungi, panitia menghilang tak jelas,” kata Niduparas Erlang asal Serang, Banten.
“Buku saya dan buku teman-teman lain yang kami baw dan dijual pas acara juga tidak jelas. Kemana panitia akan kami hubungi sekarang sedang keberangkatan kami sehari sedudah acara?” tanyanya penuh kebingungan.
Belasan sastrawan Indonesia peserta temu sastra Numera yang merasa ditelantarkan tersebut akhirnya dijemput oleh sastrawan-sastrawan muda yang berdomisili di Padang dan umumnya mahasiswa dengan kendaraan roda dua. Mereka diinapkan di bebeberapa tempat kos. (h/sha)
http://www.harianhaluan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar