Di Sungai Janiah, Nagari Tabek Panjang, Baso, Agam, terdapat objek wisata “Ikan Sakti” berupa kolam besar di kaki perbukitan karang. Pada kolam itu hidup banyak ikan mirip ikan gariang yang rata-rata ukurannya sebesar betis orang dewasa.
Ikan-ikan itu jinak dapat dipanggil dengan menebar makanan kesukaannya terutama pensi mentah. Ikan tersebut berdasarkan legenda yang beredar berasal dari manusia.
Ceritanya, zaman dulu hidup sekelompok masyarakat di tempat itu berdampingan dengan kelompok jin, dalam kehidupan bersama dibuat kesepakatan bahwa kalau ada yang menebang kayu, serpihannya agar dibersihkan supaya tidak mengenai anak jin, kalau kesepakatan itu dilanggar anak cucu yang melakukan penebangan akan memakan kerak lumut.
Suatu ketika untuk keperluan bangunan masyarakat melakukan penebangan di tempat tersebut namun ranting dan dahannya mengenai anak jin, sehingga jin marah dan meruntuhkan tebing batu di sekitarnya. Sejak itu permusuhan antara masyarakat dengan jin semakin meningkat.
Suatu ketika lain, sebuah keluarga yang ditengarai sebagai keluarga Datuak Rajo Nando pergi membersihkan kebun tebunya dengan meninggalkan sendirian anak perempuannya yang berusia 8 bulan di rumah. Tetapi setelah Datuak Nando dan isterinya pulang dari kebun, putrinya tidak ditemui lagi di dalam rumah. Masyarakat sekitar dikerahkan melakukan pencarian hingga larut malam, namun tidak tidak ditemukan juga.
Lalu pada malam itu juga istri Datuak Rajo Nando bermimpi, dalam mimpi itu dia disuruh melihat anaknya di Sungai Janiah dengan membawa beras dan padi dan memanggilnya seperti memanggil anak ayam. Esoknya, keluarga Datuak Rajo Nando melakukannya dan memang keluar dua ekor ikan di Sungai Janiah, satu kelihatan jelas sekali yang satu lagi agak samar, yang kelihatan jelas adalah putri yang hilang dan yang samar adalah ikan keturunan jin. Demikian salah satu versi legenda mengenai ikan sakti Sungai Janiah.
Sementara menurut salah seorang warga setempat yang sehari-sehari membuka warung wisata di pinggir kolam ikan Sungai Janiah Ernidawati kepada Haluan Sabtu (14/4), mengenai ikan sakti itu memang beredar beberapa versi legenda, namun semuanya menyatakan bahwa ikan itu berasal dari anak manusia yang hilang.
“Percaya apa tidak, yang jelas ikan sakti ini memiliki kemiripan sifat dengan manusia dan memiliki kecerdasaan serta perasaan,” ujar ibu yang telah berpuluh tahun tinggal di pinggiran kolam ikan sakti.
Bagi masyarakat Sungai Janiah ikan sakti yang mati dikuburkan, tidak dibuang ke tempat terbuka karena baunya sangat busuk.
Karena dipercayai sebagai keturunan manusia maka ikan tersebut tidak pernah dimakan warga sejak zaman Belanda sampai sekarang. Konon pernah ada yang memasak ikan sakti itu, tetapi dalam kuali dagingnya menghilang dan yang tinggal tulangnya saja.
Sekarang kolam ikan Sungai Janiah juga telah diisi dengan ikan nila oleh pemuda setempat dengan tujuan untuk mendapatkan penghasilan dengan mengadakan lomba memancing. Tetapi dalam lomba memancing ikan sakti tidak pernah tersangkut pancing. Ikan itu cukup cerdas, dia tahu mana makanan yang pakai pancing atau tidak, diumpanpun dengan makanan kesukaannya. Ikan sakti tidak akan memakannya jika pada umpan itu ada pancing. Ikan sakti juga pandai mengupas makanan seperti mengeluarkan isi kacang dan mengeluarkan isi pensi.
“Kalau kita memberikan kacang atau pensi ikan ini tidak memakan dengan kulitnya. Nanti kulit kacang atau pensi itu dipisahkannya sebagai bukti kulit tersebut ditemui utuh di dasar kolam, entah bagaimana caranya, itulah kepandaiannya,” kata Ernidawati.
Ikan ini juga punya perasaan, tidak ingin disakiti. Pernah suatu ketika masyarakat melarang pemberian makanan pensi kepada ikan sakti walau makanan itu kesukaannya. Tujuan pelarangan karena kulit pensi menumpuk di dasar kolam sehingga menimbulkan pendangkalan dan pengotoran air.
Tetapi akibat pelarangan itu, ikan sakti tidak mau keluar membuat kolam terlihat kosong, sehingga objek wisata Sungai Janiah yang terkenal dengan ikannya tidak dapat dinikmati oleh para wisatawan yang berkunjung. Agar ikan mau keluar masyarakat setempat melakukan sejumlah ritual dengan menyembelih ayam, kambing sampai kepada sapi, namun ikan tidak keluar juga. Akhirnya setelah dibolehkan lagi pemberian makanan pensi, ikan sakti keluar lagi ramai-ramai.
“Begitupun kalau masyarakat sekitarnya mengalami kegaduhan ikan sakti juga tidak keluar,” kata Ernidawati.
Induk ikan sakti yang dipercayai sebagai keturunan manusia besarnya memang sebesar tubuh manusia. Satu ketika dia keluar lalu berkeliling-keliling kolam beberapa saat kemudian menghilang lagi, tetapi waktu keluarnya tidak dapat ditentukan.
Air kolam ikan sakti tersebut berubah-ubah warna. Kadang kekuning-kuningan, kadang kehijauan dan kadang putih jernih. (Laporan Kasra Scorpi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar