Untuk melestarikan adat dan budaya di Ranah Minang, tampaknya kita perlu mendukung upaya sejumlah keluarga terhormat di Minangkabau dalam merawat rumah gadangnya yang saat ini semakin terkikis oleh perkembangan zaman. Tidak banyak lagi keluarga – dalam kedudukan “TRAH” tertentu - yang mampu
mempertahankan kedudukan dan status sosialnya dimasa lalu untuk masa kini.Hal itulah yang dilakukan oleh sebuah keluarga dengan sebuah rumah gadangnya, yang biasa dikenal masyarakat di sekitar daerah tersebut dengan ”ISTANA BALUN”.
Istana yang berbentuk rumah gadang, lengkap dengan atap bagonjong ini, terletak di Jorong Balun, Kecamatan Koto Parik Gadang, Kabupaten Solok Selatan. Dinding luarnya dipenuhi ukiran yang didominasi warna merah, hijau dan kuning. Bangunan rumah gadang ini terlihat tidak simetris, sehingga bangunan rumah gadang dengan anjung (tangga) yang menuju ruang dalam rumah, terletak tidak tepat di tengah, tetapi berada agak lebih ke kiri bangunan. Itulah berbagai macam model rumah gadang yang ada di Ranah Bundokanduang.
Terakhir, rumah gadang tersebut diketahui dirawat oleh Ibu Ros (Putri Ros Dewi Balun) . Ia adalah generasi ke-16 dari Rajo Balun, Daulat yang dipertuan Tuanku Rajo Bagindo, Raja Adat, salah satu dari Raja Nan Empat di Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu.
Puti Ros, demikian ia dipanggil, menjelaskan bahwa sesuai dengan sistem pemerintahan yang dianut di wilayah ini, maka kepemimpinan berada dalam struktur Rajo Nan Ampek. Bahwa dalam sistem kerajaan ini- terdapat raja yang mempunyai fungsi dan kewenangan yang berbeda. Mereka adalah: Daulat Yang Dipertuan Bagindo Sultan Besar Tuanku Rajo Disambah (Rajo Daulat/Rajo Alam). Tuanku Rajo Bagindo (Rajo Adat), Tuanku Rajo Malenggang, dan Tuanku Rajo Batuah.
Rumah gadang ini diperkirakan sudah berumur sekitar 600 tahun. Pada zaman Belanda dulu, rumah gadang ini juga pernah terbakar. Namun, api yang melalap rumah ini segera mati karena bahan bakarnya habis. Hebatnya, rumah gadang itu masih tetap utuh. Pada zaman Jepang, rangkiang rumah gadang ini juga pernah secara sengaja dibakar oleh pihak Jepang.
Saat ini, di dalam istana ini tersimpan bermacam koleksi. Ada beberapa peralatan yang merupakan perlengkapan yang digunakan untuk penobatan raja. Kemudian juga ada naskah kuno yang dipamerkan dalam lemari kaca, serta sejumlah keramik. Di anjungan sebelah kiri pintu masuk, terdapat kamar yang dijadikan sebagai ruang pamer kamar pengantin.
Naskah Balun yang ada disini merupakan naskah asli. Naskah tersebut , ditulis dengan huruf Arab gundul. Menurut si empunya rumah - naskah tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Pagaruyung dengan Rantau (Sultan Nan Satapan pada abad ke 15 dan 16), serta struktur Alam Surambi Sungai Pagu. (h/bkc)
http://www.harianhaluan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar