Ilustrasi (ist)
Jakarta - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) ingin melakukan pendekatan yang berbeda dengan para raksasa teknologi dunia yang berbisnis di Indonesia namun belum sepenuhnya comply dengan regulasi yang ada.
Perusahaan teknologi yang dimaksud antara lain Research in Motion (RIM) selaku prinsipal handset dan layanan BlackBerry, Google, dan para pemain OTT (over-the-top) lainnya.
Untuk kasus RIM dan Google misalnya, BRTI menilai mereka belum mematuhi aturan di dalam UU Telekomunikasi No. 36/1999 dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No. 11/2008 yang mewajibkan pembangunan server dan data centernya di Indonesia.
Anggota komite BRTI Riant Nugroho menilai ada yang salah dalam pendekatan pemerintah terhadap mereka. Menurutnya, pemerintah harus berani menempuh alternative lain agar kedua belah pihak bisa bersinergi saling menguntungkan.
"Itu sebabnya kami ingin melakukan pendekatan yang berbeda. Tidak lagi dengan approach bahasa pemerintah yang 'menakut-nakuti', juga tidak perlu pakai political pressure, tapi dengan bahasa bisnis agar terjadi simbiosis mutualisme," kata Riant saat ditemui detikINET belum lama ini.
BRTI pun mengaku siap untuk menemui para raksasa teknologi ini dalam waktu dekat, untuk membicarakan kemungkinan paket insentif yang bisa diberikan agar timbul keinginan untuk berinvestasi di Indonesia.
"Indonesia ini pasar yang besar, lebih menarik dibanding India. Perlu dipikirkan insentif apa untuk para OTT ini agar mau bangun pusat bisnisnya di sini. Kalau perlu kami berikan insentif agar RIM mau relokasi pabriknya dari Malaysia pindah ke Indonesia," ujar Riant lebih lanjut.
Riant optimistis, akan banyak perusahaan teknologi berskala internasional yang mau berinvestasi membangun pusat bisnisnya di Indonesia jika diberi kepastian dan keyakinan.
"Investor tidak perlu tax holiday, tapi kepastian bisnis. Tahap pertama mungkin mereka cuma bangun perakitan saja, tapi terjadi selisih nilai. Bisa dapat selisih 10% saja sudah lumayan.
"Bagi kita, ini bukan kepentingan bisnis saja, tapi kepentingan strategis. Dan yang paling penting, Indonesia bisa jadi pusat pengembangan SDM, sehingga tidak cuma dikuasai India," jelasnya lebih lanjut.
Niat pemerintah untuk lebih membuka diri disambut baik oleh pihak RIM. Produsen BlackBerry ini mengaku senang mendapat kesempatan untuk bernegosiasi tentang peluang bisnis yang bisa dilakukan lebih lanjut di Indonesia.
"Tentu saja kami sangat senang mendengar pernyataan BRTI. Kami akan menunggu arahan untuk pembicaraan lebih lanjut agar bisa comply dengan aturan yang ada sekaligus membuka ruang diskusi untuk peluang yang bisa dikerjakan bersama," kata Yolanda Nainggolan, PR Manager RIM Indonesia,
Perusahaan teknologi yang dimaksud antara lain Research in Motion (RIM) selaku prinsipal handset dan layanan BlackBerry, Google, dan para pemain OTT (over-the-top) lainnya.
Untuk kasus RIM dan Google misalnya, BRTI menilai mereka belum mematuhi aturan di dalam UU Telekomunikasi No. 36/1999 dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No. 11/2008 yang mewajibkan pembangunan server dan data centernya di Indonesia.
Anggota komite BRTI Riant Nugroho menilai ada yang salah dalam pendekatan pemerintah terhadap mereka. Menurutnya, pemerintah harus berani menempuh alternative lain agar kedua belah pihak bisa bersinergi saling menguntungkan.
"Itu sebabnya kami ingin melakukan pendekatan yang berbeda. Tidak lagi dengan approach bahasa pemerintah yang 'menakut-nakuti', juga tidak perlu pakai political pressure, tapi dengan bahasa bisnis agar terjadi simbiosis mutualisme," kata Riant saat ditemui detikINET belum lama ini.
BRTI pun mengaku siap untuk menemui para raksasa teknologi ini dalam waktu dekat, untuk membicarakan kemungkinan paket insentif yang bisa diberikan agar timbul keinginan untuk berinvestasi di Indonesia.
"Indonesia ini pasar yang besar, lebih menarik dibanding India. Perlu dipikirkan insentif apa untuk para OTT ini agar mau bangun pusat bisnisnya di sini. Kalau perlu kami berikan insentif agar RIM mau relokasi pabriknya dari Malaysia pindah ke Indonesia," ujar Riant lebih lanjut.
Riant optimistis, akan banyak perusahaan teknologi berskala internasional yang mau berinvestasi membangun pusat bisnisnya di Indonesia jika diberi kepastian dan keyakinan.
"Investor tidak perlu tax holiday, tapi kepastian bisnis. Tahap pertama mungkin mereka cuma bangun perakitan saja, tapi terjadi selisih nilai. Bisa dapat selisih 10% saja sudah lumayan.
"Bagi kita, ini bukan kepentingan bisnis saja, tapi kepentingan strategis. Dan yang paling penting, Indonesia bisa jadi pusat pengembangan SDM, sehingga tidak cuma dikuasai India," jelasnya lebih lanjut.
Niat pemerintah untuk lebih membuka diri disambut baik oleh pihak RIM. Produsen BlackBerry ini mengaku senang mendapat kesempatan untuk bernegosiasi tentang peluang bisnis yang bisa dilakukan lebih lanjut di Indonesia.
"Tentu saja kami sangat senang mendengar pernyataan BRTI. Kami akan menunggu arahan untuk pembicaraan lebih lanjut agar bisa comply dengan aturan yang ada sekaligus membuka ruang diskusi untuk peluang yang bisa dikerjakan bersama," kata Yolanda Nainggolan, PR Manager RIM Indonesia,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar