GALANGGANG ANAK NAGARI
Ditulis oleh Teguh
Dalam tradisi kultural Minangkabau, kehadiran galanggang merupakan sesuatu keniscayaan di setiap nagari-nagari. Galanggang merupakan ruang artikulasi dan ekspresi anak nagari. Juga ruang mengasah mental dan karakter. Galanggang adalah pertahanan terakhir adat dan budaya Minang.
Para tuo silek juga mengatakan jiko mamancak di galanggang, kalau basilek di muko musuah. Ada juga disebut, bagalanggang di mato rang banyak.
Galanggang memang memiliki peran penting dalam perjalanan kebudayaan Minangkabau. Anak nagari ditempa di galanggang. Galanggang bukan semata ruang berkumpul, tapi juga untuk belajar dan menuntut ilmu adat dan agama, mengasah kepekaan, dan melanjutkan kebudayaan itu sendiri.
Di galanggang anak-anak nagari berkumpul sembari belajar adat, seni tradisi, dan agama. Sumarak nagari karena ada galanggang itu. Ada juga disebut medan nan bapaneh.
Galanggang menemukan peran dan fungsinya saat kehidupan bernagari di Sumatera Barat berjalan sangat seimbang. Namun, setelah ada UU agar nagari ditukar dengan desa yang berlaku seluruh Indonesia sejak tahun 1975, maka peran nagari hilang seketika. Nagari tak lagi hidup seperti ia milik masyarakat. Galanggang-galanggang yang ada di nagari-nagari pun lenyap perlahan. Dan akhirnya tinggal kenangan.
Tahun 2000, Sumatera Barat menyatakan kembali ke nagari. Desa pun ditinggal. Lalu, hidupkan galanggang itu kembali? Ternyata tidak. Kembali ke nagari itu tak disertai dengan menghidupkan lagi galanggang dan tempat bermain anak nagari. Sudah 12 tahun kita kembali ke nagari. Kehidupan nagari tak beda dengan desa dulunya.
Sasaran Silek yang Kesepian
Ismael akrab dipanggil Buyuang Nuruik (55) alias Buyuang Pandeka, adalah salah seorang pelestari silat/silek di Nagari Kambang, Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan. Hingga kini di rumahnya di Pantiang Jua, Kampung Tebing Tinggi, kegiatan latihan silek masih berlangsung dengan rutin. Murid yang berlatih di sasaran atau gelanggangnya itu berasal dari berbagai kecamatan di Pesisir Selatan.
Ismael juga membuka sasaran di tempat lain. Bahkan awal bulan Juli 2012 mendatang ia juga akan membuka sasaran silek di kampung Koto Kandis. Nagari Kambang Timur. Sasaran silek atau galanggang yang dibukanya selama ini mengalami pasang surut seiring perubahan masa. Kadang ramai dikunjungi murid, kadang kala sasaran hanya dihadiri beberapa murid saja. Yang lebih mencemaskan ada sasaran bak kerakap tumbuh di batu. Namun tidak jarang pula sasaran silek pada akhirnya ditinggalkan murid dan mati.
Jatuh bangun sasaran atau galanggang silek rupanya sudah menjadi hal lumrah bagi Ismael, soalnya kondisi dunia persilan memang seperti semenjak dahulunya. Namun demikian tidak menyurutkan niatnya untuk terus mempertahankan ilmu beladiri yang diwariskan nenek moyang itu. Ismael konsisten mempertahankan silek tuo atau silek harimau, meski ia juga menguasai silek luncu.
Ia menyebutkan, untuk membuka sasaran atau gelanggang silat, diperlukan semacam ritual, misalnya melimaui sasaran. Kemudian juga ada tradisi potong ayam dan mendarahi lapangan. Dulu menurut Ismael, bila ritual itu tidak dilaksanakan akan muncul berbagai kendala dalam operasionalnya, misal ganngguan dari mereka yang berniat jahat. Jika tidak dilaksanakan ritual itu, alamat sasaran atau galanggang menjadi kacau.
“Tradisi malimaui dan mendarahi sasaran denga darah ayam juga mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan mencelakai anak silek. Bahkan dulu, disetiap sasaran berpotensi dikunjungi inyiak balang. Jadi prosesi itu untuk berjaga jaga, atau ibarat pagar bagai sasaran,” katanya menjelaskan.
Hilang timbulnya, sasaran juga berkaitan dengan memudarnya semangat anak muda mendalami ilmu beladiri silek. Ada kalanya semangat itu menggebu gebu. Bila menggebu gebu maka sasaran akan menjadi ramai. Namun sebaliknya, maka sasaran akan sepi, hanya satu dua yang bertahan hingga tuntas.
Nurlison Walinagari Kambang menyebutkan, nagari mendukung setiap upaya masyarakat yang ingin mempertahankan budaya lokal, misalnya silek. Pada tahun 2009 lalu di Kambang pernah didirikan sasaran silek dan randai. Peminatnya cukup banyak dan terdiri dari anak anak dan remaja. Namun perlahan sasaran itu mati.
“Pemerintah nagari akan memfasilitasi setiap kegiatan yang bertujuan untuk mempertahankan tradisi minang,” kata Nurlison menjelaskan.
Terkait dengan sasaran atau gelanggang yang hilang timbul di Pessel, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Pesisir Selatan Rama Dipayana menyebutkan, pemerintah pada beberapa sasaran atau gelanggang terus memberikan pembinaan.
“Pembinaan itu bisa berupa pembekalan bagi pengurus gelanggang atau grup seni, bisa juga memberikan bantuan berupa peralatan kesenian misalnya pakaian silek, pakaian randai, alat musik,” katanya.
Lewat pembinaan dan bantuan yang berkesinambungan memang ada kelompok atau sanggar seni daerah yang mampu bertahan. Disetiap kecamatan saat ini masih ada gelanggang yang eksis, namun memang banyak pula yang telah mati dan sebagian mati suri. Berdasarkan pemantauan Dinas Pariwisata, terjadinya hilang timbul sasaran silek salah satunya juga tidak terlepas dari biaya operasional sasaran. Untuk ukuran kampung biaya operasinola untuk mengaktifkan sasaran terasa berat.
“Bagi kelompok yang berhasil mempertahankan sasarannya, mereka memiliki kesempatan untuk tampil pada vent iven besar, misalnya pada saat digelarnya Festival Langkisau atau menyambut tamu tamu kenegaraan. Itu semua tidak terlepas dari hidupnya gelanggang,” katanya.
Ketua DPRD Pessel Mardinas N Syair menyebutkan, Pesisir Selatan telah punya gelanggang seni yang disebut Gelanggang Seni Mandeh Rubiah. Gelanggang seni itu merupakan wujud keseriusan pemerintah termasuk DPRD dalam menjaga dan mempertahankan gelanggang,” katanya.
Tapi disebutkannya, pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata, Pemuda dan Oleh Raga perlu lebih intensif melakukan pembinaan. Dinas bersangkutan bisa memberikan penguatan penguatan kapasitas kepada pengelola kelompok seni yang memiliki sasaran atau gelanggang.
Pasaman Melangkah
Dari Pasaman dilaporkan, Pemerintah Kabupaten Pasaman sebenarnya jauh-jauh hari telah berkomitmen menghidupkan galanggang-galanggang di nagari yang pernah tumbuh berkembang di era 70 hingga 90-an, namun seiring dengan adanya desentraslisasi, galanggang yang ada seolah-olah lenyap ditelan bumi. Galanggang nagari pun mati suri.
Heri Supriyadi, anggota DPRD Pasaman dari Fraksi Peduli Keadilan mengemukakan, pihaknya memang telah berupaya mengorbitkan semangat kembali ke nagari yang telah dicanangkan Pemkab Pasaman sejak tahun 2000 silam.
“Tentunya kita telah mengingatkan, agar pemerintah betul-betul memberikan perhatian lebih. Memang telah dilakukan setidaknya dalam pengganggaran yang dulunya dana alokasi umum nagari, kini telah ditambah untuk infrastruktur dan peningkatan perekonomian, akan tetapi jumlahnya sangat minim dan terbatas,” terang Heri Supriyadi kepada Haluan, Jumat (29/6).
Namun demikian, mengembalikan kehidupan galanggang itu bukan semata adanya alokasi anggaran, tetapi perlu kiranya memotivasi anak nagari agar mau menyemarakkan galanggang itu.
“Semua pihak harus menaruh perhatian serius,” katanya. Seperti diketahui, galanggang itu sendiri merupakan pusat permainan dan aktraksi anak nagari untuk mengekspresikan dirinya.
Anwar Salam, Kadis Pemuda Olahraga Pariwisata dan Budaya Pasaman mengatakan, mengaktifkan kembali galanggang sebagai tantangan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Pasaman.
“Semuanya karena pengaruh era teknologi, masyarakat merasa terbius dengan musik-musik modern sekarang, apalagi menjamurnya organ tunggal, pemuda lebih tertarik memakai panggung (pentas) untuk menggelar seni daripada galanggang,” terang Anwir Salam.
Menurut Kepala Bagian Administrasi dan Pemerintahan Nagari Setda Pasaman Djoko Rifanto mengemukakan, sebenarnya persoalan galanggang yang kini terlupakan sudah pernah dibicarakan oleh berbagai kalangan, tapi belum terealisasi maksimal.
Camat Rao Hermansyah mengakui, keberedaan galanggang di wilayahnya memang kurang dimanfaatkan untuk pelestarian budaya Minangkabau, Cuma dimanfaatkan jika ada tamu kehormatan yang melakukan kunjungan kerja dan lawatan ke Rao, pihaknya menyuguhkan tarian pasambahan, silek tuo yang dipusatkan di medan bapaneh.
“Pemerintah kecamatan beserta muspika sebenarnya telah mendukung masyarakat untuk kembali mengaktifkan kembali medan nan bapaneh, akan tetapi kurang termotivasi sehingga keberadaannya terabaikan,” keluh Hermansyah.
Hermansyah juga tidak menampik pagelaran seni musik kasidah dan lomba mewarnai anak TK-PAUD, seringkali memanfaatkan medan nan bapaneh, termasuk musik tradisional Gondang Sambilan, karena Pasaman juga multietnis. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar