sumber
Sexting (ilustrasi)
Bukan anak lugu saja yang dapat menjadi korban kejahatan di dunia maya. Remaja bahkan sering kali sadar melakukan perbuatan yang memancing kejahatan siber.
Terdorong untuk mencari untuk kesenangan sesaat, remaja kerap tak berpikir panjang ketika mengirim atau mengunggah foto telanjang maupun setengah bugil atau mengirim pesan teks yang membangkitkan berahi.
Padahal, imbas sexting begitu besar. Bukan hanya untuk pelaku melainkan keluarga dan lingkungan sosial. “Cyber crime masa kini sering terjadi akibat narsisme yang salah kaprah,” ujar pengamat internet, Judith MS Lubis.
Berdasarkan pemantauannya, Judith melihat banyak remaja sengaja berfoto setengah bugil atau tanpa busana. Mereka melakukannya dengan sadar dan tanpa paksaan. “Sorot matanya fokus menatap ke kamera dan ekspresi wajahnya santai, menunjukkan itikadnya untuk berpose demikian,” ujarnya miris.
Mereka kemudian mengirim fotonya ke teman atau mengunggah ke Twitter dan Facebook. Selain foto, mereka juga menyebarluaskan video seksnya. “Melakukan seks sebelum nikah saja sudah salah, ini malah sengaja buat video,” sesal Judith.
Selain berlatar kesenangan semata, ada pula remaja yang nekat menjual diri lewat sosial media. Mereka berani memasang tarif secara terang-terangan.
Pelakunya bukan hanya anak dari keluarga dengan ekonomi lemah, namun juga yang sangat berkecukupan.Sebagian melakukannya demi rupiah, sebagian lain menemukan kesenangan beraktivitas seksual.
Dahulu cyber crime lebih didominasi oleh kasus pedofilia. Metodenya klasik. Setelah berhubungan akrab di dunia maya, kedua pihak membuat janji temu. “Sekarang bukan hanya pedofilia yang perlu diwaspadai, tapi juga bandar prostitusi, pemerkosa, bahkan pembunuh,” ujar Judith mengingatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar