(19 Selamat, 21 Orang Masih Dicari) — (RUSMEL dan YOSE, Wartawan Muda) — SOLOK - Ketua DPRD Kabupaten Solok, Syafri Dt. Siri Marajo hilang bersama masyarakat di hutan belantara antara Koto Sani, X Koto Singkarak dan Padang. Di lokasi yang sama, Gamawan Fauzi juga pernah tersesat dalam napak tilas beberapa tahun lalu.
Datuak Siri Marajo sampai Selasa (28/5) belum diketahui rimbanya. Sedangkan sebagian sudah berhasil mencapai Padang. Mereka memulai perjalanan sejak Sabtu (25/5).
Hingga berita ini diturunkan, nasib Datuak Siri Syafri belum jelas. Sementara 19 orang ikut rombongan yang telah turun dari hutan di kawasan Pasa Lalang, Belimbing Padang, kemarin.
Rombongan yang masih hilang atau tersesat, sekitar 21 orang. Mereka masih dalam pencarian tim SAR.
Rombongan napak tilas Syafri seperti mengikuti jejak mantan Bupati Gamawan Fauzi yang hilang pada 18 Agustus 1999. Rombongan Gamawan tersesat di belantara hutan antara Paninggahan dan Padang.
Hingga berita ini diturunkan, nasib Datuak Siri Syafri belum jelas. Sementara 19 orang ikut rombongan yang telah turun dari hutan di kawasan Pasa Lalang, Belimbing Padang, kemarin.
Rombongan yang masih hilang atau tersesat, sekitar 21 orang. Mereka masih dalam pencarian tim SAR.
Rombongan napak tilas Syafri seperti mengikuti jejak mantan Bupati Gamawan Fauzi yang hilang pada 18 Agustus 1999. Rombongan Gamawan tersesat di belantara hutan antara Paninggahan dan Padang.
“Itu memang medan yang berat, saya doakan semoga bisa cepat bertemu dan berkumpul lagi dengan keluarga,” kata Mendagri Gamawan Fauzi, tadi malam.
Syafri napak tilas, sekaligus survei jalan agar diusulkan sebagai jalur alternatif antara Koto Sani dan Padang. Selain itu ada juga yang menyebutkan dalam rangka melihat tapal batas antara Koto Sani dengan Padang. “Dalam rombongan itu, termasuk Sekretaris Nagari Koto Sani dan tiga petugas Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun),” kata Hendri Dunan, tokoh masyarakat Koto Sani yang juga mantan walinagari setempat.
Hendri Dunan yang juga anggota DPRD Kabupaten Solok itu menyebutkan, rombongan memasuki hutan nagari sejak Sabtu (25/5) pagi. Rombongan menelusuri jalan setapak yang pernah ditempuh nenek moyang mereka dahulu.
Syafri berkepentingan mengikuti perjalanan itu, selain karena ia tokoh masyarakat serta ketua DPRD dan Ketua LKAAM. Dengan keikutsertaan Syafri, masyarakat dapat menyampaikan aspirasi kepada wakil rakyat tentang apa yang hendak dikembangkan bagi pembangunan nagari.
“Kita takjub terhadap kepemimpinan Ketua DPRD dalam menjemput aspirasi masyarakat,” tegas Hendri Dunan yang juga Ketua PDIP Kabupaten Solok.
Bupati Syamsu Rahim kepada Singgalang menyebutkan, pemkab akan mengerahkan segala kemampuan untuk mencari Ketua DPPRD dan rombongan. Pencarian dilakukan dengan melibatkan masyarakat, TNI, Polri dan BPBD serta beberapa unsur lainnya.
Syamsu Rahim kemarin memberikan arahan pada petugas yang melakukan pencarian. Tim SAR gabungan menerjunkan 45 personel yang berasal dari berbagai daerah di Sumatra Barat.
Wakil Bupati Desra Ediwan, kemarin juga menghibur para keluarga rombongan yang belum ditemukan. Dia minta masyarakat bersabar dan berdoa, agar mereka yang tersesat bisa berjumpa dengan sanak keluarga.
Anak Syafri, Ucok optimis ayahnya selamat. Namun dia cemas karena ayahnya tidak berada dalam rombongan 19 yang turun lebih awal. “Saya mendapat SMS dari bapak Senin malam. Setelah itu kami keluarga kehilangan kontak,” kata Ucok.
Ade Edwar dari BPBD Sumbar menyebutkan, posisi rombongan saat ini diperkirakan masih di Bukit Kumayan, enam jam perjalanan dari Balimbiang, Padang. Kemarin pagi sudah berangkat tim evakuasi I dari Aia Dingin, Lubuk Minturun.
Sepi
Suasana perkantoran DPRD di Arosuka, kemarin sepi. Hampir seluruh karyawan dan anggota DPRD ke Padang guna menyongsong rombongan Ketua DPRD yang hilang.
Sebagian anggota DPRD, Sekwan dan sejumlah pegawai ikut menanti rombongan napak tilas di kawasan Belimbing. Sebagian lain, mengikuti kunjungan ke Bali dalam kegiatan BK (Badan Kehormatan).
Di Koto Sani suasana juga ikut senyap. Wilayah di pinggang Bukit Barisan itu, hanya sejumlah orang yang melakukan aktivitas masing-masing. “Urang kampuang pai ka Padang. Mancaliek angku — panggilan khas Syafri Dt. Siri Marajo,” tutur warga di Koto Sani.
Hendri Dunan memastikan hampir semua warga Koto Sani berbondong-bondong ke Padang guna mengetahui keadaan keluarga dan familinya yang bergabung dalam rombongan itu. Perasaan cemas warga Koto Sani berangsur lega setelah 19 dari 40 anggota rombongan yang dikabarkan hilang keluar dari hutan.
Anggota rombongan yang selamat dikumpulkan di posko kesehatan Pasa Lalang. Mereka mendapat perawatan dari tim medis yang telah disiapkan.
Ahmad Mangkuto, seorang dari rombongan 19 yang turun lebih awal kepada Singgalang memastikan, tujuan napak tilas untuk penentuan batas wilayah Nagari Koto Sani dan Padang. Mereka juga ingin mengajukan pembukaan jalan alternatif, mengingat program jalan tembus Paninggahan-Padang sudah puluhan tahun belum juga terwujud.
“Kita nanti mengusulkan melalui nagari, makanya kita survei bersama Ketua DPRD,” katanya.
Ahmad Mangkuto menambahkan, jarak antara Koto Sani dan Padang lebih kurang 40 kilometer. Dari rencana awal, perjalanan napak tilas tersebut dapat ditempuh dalam waktu 24 jam atau sehari semalam.
Tetapi, lantaran keadaan cuaca buruk dan hujan lebat di hutan, ketika hendak menyeberang, tiba-tiba air sungai besar. “Sebagian rombongan tidak bisa menyeberang. Termasuk ketua DPRD,” kata Ahmad Mangkuto.
Untuk tidak menghabiskan waktu, 19 orang itu melanjutkan jalan menuju ke Padang. Rombongan kedua dengan 21 orang berhenti di seberang sambil menunggu air sungai susut dan berteduh.
Dari situ kemudian rombongan terpecah menjadi dua. “Kami juga ikut berteduh, tetapi di seberang sungai. Sampai akhirnya kami kehabisan bahan makanan. Sehari semalam tidak makan,” papar Ahmad Mangkuto.
Ahmad menyangkal berita kalau rombongan napak Tilas yang dipimpin ketua DPRD itu hilang atau tersesat di hutan. Rute yang mereka lewati merupakan jalan lama dan diyakini merupakan jalan setapak yang kerap ditempuh orang. Tetapi lantaran cuaca buruk, kacau jadwal perjalanan yang sebenarnya bisa memakan waktu satu hari satu malam. Ahmad menegaskan, selama perjalanan tidak mengalami sesuatu yang ganjil ataupun tanda-tanda gaib lainnya.
Bukik Kumayan
Warga Kampuang Lalang, Padang memperkirakan rombongan tersesat di kawasan Bukik Kumayan. Menurut warga setempat, Bukik Kumayan merupakan pertigaan bagi masyarakat yang ingin menakik karet atau memikat burung. Di sana ada pondok warga, jaraknya sekitar 15 Km dari Pasa Lalang. Sedangkan dari Kabupaten Solok ada sekitar 30 Km.
Menurut warga jalan itu sudah biasa dilalui warga untuk ke bukit. Hanya saja tidak melewati bukit Nurjida, jalur yang dilewati pejuang dari Padang-Solok.
“Itu masih di bawah bukit Nurjida,” sebut Imah warga Pasa Lalang pada Singgalang.
Diceritakanya, ada sekitar empat lapisan bukit yang dikenali warga harus dilewati. Pertama Ambacang, Kumayan, Nurjida, Bancah, Rimbo Data dan daerah dekat Koto Sani. Daerah itu memang dapat dilalui dengan waktu 48 jam, jika tidak ada kendala dan dengan bekal cukup. “Dulu memang orang tua kami dua hari sudah sampai di Solok,” ujarnya.
Jejak Gamawan
Kejadian ini mengingatkan cerita hilangnya mantan Bupati Solok, Gamawan Fauzi di Bukik Bunian. Gamawan juga melakukan napak tilas dari Solok menuju padang via Paninggahan.
Waktu itu Gamawan hilang selama empat hari. Sesatnya juga jauh, hingga ditemukan di Asam Pulau, Lubuk Alung. Untuk mencari rombongan bupati ketika itu sempat menggunaka helikopter. Kisah perjalanan Gamawan itu dituangkan ke dalam lagu oleh Agus Taher dengan judul ‘Bunian Bukik Sambuang’. (*)
Syafri napak tilas, sekaligus survei jalan agar diusulkan sebagai jalur alternatif antara Koto Sani dan Padang. Selain itu ada juga yang menyebutkan dalam rangka melihat tapal batas antara Koto Sani dengan Padang. “Dalam rombongan itu, termasuk Sekretaris Nagari Koto Sani dan tiga petugas Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun),” kata Hendri Dunan, tokoh masyarakat Koto Sani yang juga mantan walinagari setempat.
Hendri Dunan yang juga anggota DPRD Kabupaten Solok itu menyebutkan, rombongan memasuki hutan nagari sejak Sabtu (25/5) pagi. Rombongan menelusuri jalan setapak yang pernah ditempuh nenek moyang mereka dahulu.
Syafri berkepentingan mengikuti perjalanan itu, selain karena ia tokoh masyarakat serta ketua DPRD dan Ketua LKAAM. Dengan keikutsertaan Syafri, masyarakat dapat menyampaikan aspirasi kepada wakil rakyat tentang apa yang hendak dikembangkan bagi pembangunan nagari.
“Kita takjub terhadap kepemimpinan Ketua DPRD dalam menjemput aspirasi masyarakat,” tegas Hendri Dunan yang juga Ketua PDIP Kabupaten Solok.
Bupati Syamsu Rahim kepada Singgalang menyebutkan, pemkab akan mengerahkan segala kemampuan untuk mencari Ketua DPPRD dan rombongan. Pencarian dilakukan dengan melibatkan masyarakat, TNI, Polri dan BPBD serta beberapa unsur lainnya.
Syamsu Rahim kemarin memberikan arahan pada petugas yang melakukan pencarian. Tim SAR gabungan menerjunkan 45 personel yang berasal dari berbagai daerah di Sumatra Barat.
Wakil Bupati Desra Ediwan, kemarin juga menghibur para keluarga rombongan yang belum ditemukan. Dia minta masyarakat bersabar dan berdoa, agar mereka yang tersesat bisa berjumpa dengan sanak keluarga.
Anak Syafri, Ucok optimis ayahnya selamat. Namun dia cemas karena ayahnya tidak berada dalam rombongan 19 yang turun lebih awal. “Saya mendapat SMS dari bapak Senin malam. Setelah itu kami keluarga kehilangan kontak,” kata Ucok.
Ade Edwar dari BPBD Sumbar menyebutkan, posisi rombongan saat ini diperkirakan masih di Bukit Kumayan, enam jam perjalanan dari Balimbiang, Padang. Kemarin pagi sudah berangkat tim evakuasi I dari Aia Dingin, Lubuk Minturun.
Sepi
Suasana perkantoran DPRD di Arosuka, kemarin sepi. Hampir seluruh karyawan dan anggota DPRD ke Padang guna menyongsong rombongan Ketua DPRD yang hilang.
Sebagian anggota DPRD, Sekwan dan sejumlah pegawai ikut menanti rombongan napak tilas di kawasan Belimbing. Sebagian lain, mengikuti kunjungan ke Bali dalam kegiatan BK (Badan Kehormatan).
Di Koto Sani suasana juga ikut senyap. Wilayah di pinggang Bukit Barisan itu, hanya sejumlah orang yang melakukan aktivitas masing-masing. “Urang kampuang pai ka Padang. Mancaliek angku — panggilan khas Syafri Dt. Siri Marajo,” tutur warga di Koto Sani.
Hendri Dunan memastikan hampir semua warga Koto Sani berbondong-bondong ke Padang guna mengetahui keadaan keluarga dan familinya yang bergabung dalam rombongan itu. Perasaan cemas warga Koto Sani berangsur lega setelah 19 dari 40 anggota rombongan yang dikabarkan hilang keluar dari hutan.
Anggota rombongan yang selamat dikumpulkan di posko kesehatan Pasa Lalang. Mereka mendapat perawatan dari tim medis yang telah disiapkan.
Ahmad Mangkuto, seorang dari rombongan 19 yang turun lebih awal kepada Singgalang memastikan, tujuan napak tilas untuk penentuan batas wilayah Nagari Koto Sani dan Padang. Mereka juga ingin mengajukan pembukaan jalan alternatif, mengingat program jalan tembus Paninggahan-Padang sudah puluhan tahun belum juga terwujud.
“Kita nanti mengusulkan melalui nagari, makanya kita survei bersama Ketua DPRD,” katanya.
Ahmad Mangkuto menambahkan, jarak antara Koto Sani dan Padang lebih kurang 40 kilometer. Dari rencana awal, perjalanan napak tilas tersebut dapat ditempuh dalam waktu 24 jam atau sehari semalam.
Tetapi, lantaran keadaan cuaca buruk dan hujan lebat di hutan, ketika hendak menyeberang, tiba-tiba air sungai besar. “Sebagian rombongan tidak bisa menyeberang. Termasuk ketua DPRD,” kata Ahmad Mangkuto.
Untuk tidak menghabiskan waktu, 19 orang itu melanjutkan jalan menuju ke Padang. Rombongan kedua dengan 21 orang berhenti di seberang sambil menunggu air sungai susut dan berteduh.
Dari situ kemudian rombongan terpecah menjadi dua. “Kami juga ikut berteduh, tetapi di seberang sungai. Sampai akhirnya kami kehabisan bahan makanan. Sehari semalam tidak makan,” papar Ahmad Mangkuto.
Ahmad menyangkal berita kalau rombongan napak Tilas yang dipimpin ketua DPRD itu hilang atau tersesat di hutan. Rute yang mereka lewati merupakan jalan lama dan diyakini merupakan jalan setapak yang kerap ditempuh orang. Tetapi lantaran cuaca buruk, kacau jadwal perjalanan yang sebenarnya bisa memakan waktu satu hari satu malam. Ahmad menegaskan, selama perjalanan tidak mengalami sesuatu yang ganjil ataupun tanda-tanda gaib lainnya.
Bukik Kumayan
Warga Kampuang Lalang, Padang memperkirakan rombongan tersesat di kawasan Bukik Kumayan. Menurut warga setempat, Bukik Kumayan merupakan pertigaan bagi masyarakat yang ingin menakik karet atau memikat burung. Di sana ada pondok warga, jaraknya sekitar 15 Km dari Pasa Lalang. Sedangkan dari Kabupaten Solok ada sekitar 30 Km.
Menurut warga jalan itu sudah biasa dilalui warga untuk ke bukit. Hanya saja tidak melewati bukit Nurjida, jalur yang dilewati pejuang dari Padang-Solok.
“Itu masih di bawah bukit Nurjida,” sebut Imah warga Pasa Lalang pada Singgalang.
Diceritakanya, ada sekitar empat lapisan bukit yang dikenali warga harus dilewati. Pertama Ambacang, Kumayan, Nurjida, Bancah, Rimbo Data dan daerah dekat Koto Sani. Daerah itu memang dapat dilalui dengan waktu 48 jam, jika tidak ada kendala dan dengan bekal cukup. “Dulu memang orang tua kami dua hari sudah sampai di Solok,” ujarnya.
Jejak Gamawan
Kejadian ini mengingatkan cerita hilangnya mantan Bupati Solok, Gamawan Fauzi di Bukik Bunian. Gamawan juga melakukan napak tilas dari Solok menuju padang via Paninggahan.
Waktu itu Gamawan hilang selama empat hari. Sesatnya juga jauh, hingga ditemukan di Asam Pulau, Lubuk Alung. Untuk mencari rombongan bupati ketika itu sempat menggunaka helikopter. Kisah perjalanan Gamawan itu dituangkan ke dalam lagu oleh Agus Taher dengan judul ‘Bunian Bukik Sambuang’. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar