Oleh: Erdy Nasrul
Diskriminasi atas jilbab tak mengurungkan tekad Ranti untuk tetap menutup aurat.
Diskriminasi atas jilbab tak mengurungkan tekad Ranti untuk tetap menutup aurat.
Wanita asal Bogor yang kini tinggal di Amerika Serikat, Ranti Aryani, masih mengingat wajah dai sekaligus pejuang kemerdekaan Indonesia, Mama' Abdullah bin Nuh. Wajahnya cerah.
Tatapan matanya tajam dan teduh. Hingga saat ini tak bisa aku lupakan pancaran matanya yang cerah dan memukau itu,” tulis Ranti dalam biografinya, In God We Trust, Ranti Aryani Merentang Jilbab dari Indonesia sampai Amerika.
Ranti memiliki kesan tersendiri ketika mengikuti pengajian Mama'. Dia pernah dipanggil Mama' langsung. Mama' pernah berpesan agar rajin mengaji selagi masih muda. Mama' juga mendoakan Ranti agar menjadi wanita salihah.
Pada suatu malam, Ranti memimpikan Mama' mengenakan jubah terbaiknya yang bersiap menaiki kapal layar. Mama' berpaling dan tersenyum simpul kepada Ranti di suatu dermaga.
Jangan sedih, Mama' tidak meninggal,” pesan Mama' dalam mimpi Ranti. Kemudian, Ranti terbangun. Dilihatnya sekeliling rumah tempat Mama' tinggal penuh dengan bendera kuning, tanda Mama' meninggal dunia.
Ranti banyak mendapatkan pengetahuan agama dari Mama'. Salah satu yang didapatnya adalah kewajiban menutup aurat.
Ranti kemudian bertekad untuk terus berjilbab ketika tampil di tempat umum. Hal ini bukanlah mudah. Ada saja rintangan yang dihadapi untuk menguji konsistensinya berjilbab.
Ranti mengenal jilbab sejak usia remaja. Jilbab dinilainya sebagai ketakwaan. Dia berjilbab sejak menjadi siswi SMPN 4 Bogor.
Ketika itu, anak-anak kerap memakai jilbab dari rumah. Kemudian, melepasnya ketika di sekolah. Ranti melakukan hal sama. Ketika itu, ada peraturan murid harus berseragam sesuai dengan yang ditetapkan.
Diskriminasi
Setamat SMP, Ranti terus berjilbab. Ketika menjadi siswa SMA 1 Bogor, dia tetap menutup rambutnya. Di sekolah itu, diskriminasi yang dialami semakin nyata.
Kepala sekolahnya memberikan pilihan, melanjutkan sekolah atau berjilbab di sekolah lain. Guru-gurunya mencap Ranti dan para sahabatnya sebagai pemberontak karena tak mematuhi aturan berseragam. Hasilnya, Ranti dikeluarkan dari sekolah.
Ranti dan kawan-kawannya yang berjilbab, Hepti dan Sari, harus berjuang mempertahankan idealisme. Berjilbab adalah kewajiban. Berjilbab tidak mengurangi, bahkan menambah keindahan dan kecantikan wanita.
Baginya, ada nilai yang terkandung di dalam jilbab. Jilbab adalah jalan hidup sebagai muslim. It is a way of life,” jelas Ranti kepada Republika,Senin (5/8).
Dengan bantuan orang tuanya, juga orang tua sahabatnya yang senasib, Ranti dan kawan-kawan dibantu lembaga bantuan hukum menggugat sekolahnya ke pengadilan atas perlakuan diskrimantif itu.
Setelah persidangan berjalan enam bulan, wali kota Bogor hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) turun tangan, pihak sekolah bersedia berdamai dan mengakomodasi keinginan Ranti dan teman-temannya melalui musyawarah. Gugatan pun dicabut.
Menikah
Ranti bersuamikan seorang Muslim AS, Richard J Bennett Jr. Pria itu menikahi Ranti pada 5 Januari 1996. Ranti dan Rich tinggal di Amerika. Di sana, alumnus Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Moestopo ini melanjutkan pendidikan penyetaraan di New York University (NYU).
Setelah lulus dari universitas itu, Ranti mengikuti program praktik residensi selama beberapa tahun. Dari beberapa klinik, Ranti memilih berpraktik menjadi dokter gigi di Angkatan Udara Amerika Serikat, tepatnya di Lanud AU AS Maxwell, Alabama. Saya memilih tempat itu karena praktik dokter gigi di sana dikenal paling bagus,” jelasnya.
Tetap berjilbab
Di awal pendaftaran, Ranti bertanya mengenai peraturan mengenakan simbol-simbol agama, termasuk jilbab di lingkungan Angkatan Udara Amerika Serikat.
Ranti mengajukan syarat, bila diterima dia minta diizinkan tetap memakai jilbab. Perekrut Ranti sempat menolak, tapi kemudian ada perekrut lain yang berani menjamin Ranti.
Dia menceritakan, dulu ada kapten Yahudi yang memakai yarmulka atau penutup kepala pria Yahudi. Nah, bila yarmulka masuk ke semua peraturan itu, sekarang ada jilbab yang muncul.
''Saya melihat poin DOD itu semuanya masuk, aman, bahwa jilbab tak mengganggu keamanan dan aktivitas,” jelasnya. Sayang, ternyata pengalaman pria Yahudi itu tidak sama seperti Ranti. Ketika itu, islamfobia berkembang pesat karena dibomnya menara kembar pada 11 September.
Namun demikian, Ranti mencoba menjelaskan mengenai jilbab kepada setiap rekannya yang bertanya, tak lelah menjelaskan berulang-ulang.
Ranti sempat dikucilkan dari teman-teman seangkatannya. Tidak diizinkan membeli seragam tentara bila tidak menanggalkan jilbabnya.
Pihak AU AS sempat memberinya pilihan kompromi, diizinkan mengenakan jilbab bila berkegiatan di dalam ruangan, tapi harus menanggalkan bila berkegiatan di luar ruangan. Opsi seperti ini dikhawatirkannya karena mengganggu konsistensinya dalam beragama.
Ranti juga berfoto memakai jilbab dengan seragam barunya dan menunjukkan bahwa jilbab tetap serasi bila dipakai dengan seragam ketetentaraan dan tak menghalangi tugasnya. Ranti tetap bekerja secara profesional, melayani dan merawat gigi para tentara AU AS.
Kini, Ranti membuka praktik sendiri di Amerika Serikat. Ranti berperan sebagai dokter gigi. Sedangkan, suaminya berperan sebagai asisten. Selalu ada hikmah di balik apa yang terjadi,” jelas Rich. Dia kemudian berpesan kepada istrinya agar bersabar dan selalu melawan nafsu amarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar