Oleh Afriza Hanifa
Anisa Kissoon, seorang wanita Inggris ini merasakan manisnya hidayah Allah melalui dakwah tak langsung sang kakak. Ia tumbuh besar bersama sang kakak dengan contoh yang baik darinya.
Anisa Kissoon, seorang wanita Inggris ini merasakan manisnya hidayah Allah melalui dakwah tak langsung sang kakak. Ia tumbuh besar bersama sang kakak dengan contoh yang baik darinya.
Saat kakaknya berusia 12 tahun, Anisa seringkali mendapati kakak laki-lakinya itu shalat dan membaca Alquran. Bermula dari situ, Anisa tertarik pada dinullah ini.
“Banyak pengaruh datang dari kakakku yang ditanam pada hatiku sekian lama. Dia seringkali memberi nasihat agar menjauhkan diri dari tindakan amoral dan perilaku berbahaya. Ia memberiku contoh yang baik hingga aku memahami Islam secara lengkap. Saat ia berusia 12 tahun, ia shalat dan membaca Quran. Padahal tak ada diantara keluargaku yang muslim. Ia mempengaruhiku sangat banyak,” ujar Anisa memulai kisahnya menuju cahaya hidayah.
Kehidupan gereja sangat dekat dengan keluarga Anisa. Namun ia penasaran dengan apa yang dianut abangnya itu. Ia pun mencarinya sendiri, agama apa yang diyakini sang kakak. Selama 10 tahun, Anisa dalam pencarian tersebut.
Pencarian Anisa sebetulnya telah dimulai saat sang kakak juga dalam proses mendapat hidayah. Saat itu gadis Inggris tersebut masih duduk di bangku sekolah. Setelah ia dapat memikirkan banyak hal dalam hidupnya, Anisa merasakan dalam pencarian hati. Maka sejak itu ia mulai kabur dari sekolah Minggu. Ia mulai berpikir mengenai trinitas dan keesaan Tuhan.
“Aku tak percaya (trinitas). Tapi aku saat itu masih terlalu muda untuk bertanya dan berdebat, jadi aku hanya melarikan diri,” ujar Anisa.
Melarikan diri, Anisa mencari gereja lain yang menjawab kegundahannya. Maka usia remajanya pun dihabiskan untuk bolak-balik beragam jenis gereja dari beragam paham nasrani, dari gereja Katolik, Seventh Day Adventist Church, hingga mormon. Namun tak ada yang mampu meyakinkan Anisa.
“Saat itu aku tak berpikir mengenai Islam, karena aku pikir Islam itu agama yang dianut di Asia. Saat remaja, aku tak tahu apa-apa tentang Islam. Jadi saat itu Islam belum menjadi pilihanku,” ujarnya.
Hingga kemudian Anisa mendapati kakaknya mempelajari Islam kemudian memeluk agama agung itu. Ia memergoki sang kakak yang merahasiakan keislamannya dari keluarga. Anisa pun merasakan perubahan akhlak pada kakaknya yang menjadi sangat baik. Ia tak pernah melakukan hal-hal buruk setelah menjadi muslim.
“Aku selalu mendengar nasihatnya, dan merasakan ia melindungiku dari bahaya. Faktanya, ia menanamkan nilai-nilai moral yang di kemudian hari menjadi benih-benih ketertarikan hatiku pada Islam,” kata Anisa, mengenang.
Tahap demi tahap, Anisa mengikuti gaya hidup sang kakak. Ia enggan memakan daging babi. Anisa bahkan meyakini apa yang diyakini sang kakak bahwa hanya ada satu Tuhan.
Menjelang dewasa, Anisa mulai serius melanjutkan pencarian hatinya. Ia mulai membaca Alquran. Hingga suatu hari, seorang teman Anisa memberinya saran untuk pergi ke Hyde Park, sebuah tempat dimana semua orang dapat berbicara bebas mengenai apa saja. Anisa pun pergi kesana dan bertemu dengan Abdul Raheem Green dari Masjid Central London. Ia tengah berbicara mengenai Islam di sana.
“Ia berbicara dan hatiku tersentuh. Ia berbicara mengenai Nabi Muhammad dan kesederhanaan beliau. Sangat menarik dan indah hingga menarik perhatianku,” kata Annisa.
Setelah itu, Anisa kemudian sangat mengidolakan Rasulullah. Ia merasa Nabi Muhammad adalah pesan ilahi bagi umat manusia karena beliaulah sang nabi terakhir. Maka Anisa pun memantapkan diri untuk berislam.
“Aku sudah percaya adanya satu Tuhan dan pentingnya moralitas. Maka aku pun berusaha memahami pentingnya Alquran dan peran Nabi Muhammad. Ternyata, itu sederhana dan mudah dipahami. Maka aku pun segera memutuskan untuk bersyahadat. Aku tak mau mati dalam kondisi di atas keraguan,” tutur Anisa.
Setelah berislam, Anisa memfaqihkan diri dengan menghadiri pengajian Abdul Raheem Green. Ia belajar banyak tentang Islam dan asangat bahagia menjadi seorang muslimah. “Hal yang membuatku tertarik pada Islam adalah karena bertepatan dengan keyakinan naluriahku mengenai konsep Satu Tuhan. Aku selalu berpikir bahwa sebuah penghinaan jika menempatkan mitra dengan-Nya,” kata Anisa.
Keluarga Memeluk Islam
Tak ingin merasakan manisnya hidayah sendiri, Anisa pun mulai mengenalkan Islam pada keluarga dan teman-temannya. Bersama sang kakak, Anisa memberikan pemahaman Islam kepada keluarga.
Dakwah membuahkan hasil, satu per satu keluarga Anisa memeluk Islam. Hingga kini lima anggota keluarga telah menjadi muslim. “Sejauh ini, lima anggota keluargaku telah menerima Islam sebagai jalan hidup. Segala puji dan syukur kepada Allah,” pungkasnya.
“Banyak pengaruh datang dari kakakku yang ditanam pada hatiku sekian lama. Dia seringkali memberi nasihat agar menjauhkan diri dari tindakan amoral dan perilaku berbahaya. Ia memberiku contoh yang baik hingga aku memahami Islam secara lengkap. Saat ia berusia 12 tahun, ia shalat dan membaca Quran. Padahal tak ada diantara keluargaku yang muslim. Ia mempengaruhiku sangat banyak,” ujar Anisa memulai kisahnya menuju cahaya hidayah.
Kehidupan gereja sangat dekat dengan keluarga Anisa. Namun ia penasaran dengan apa yang dianut abangnya itu. Ia pun mencarinya sendiri, agama apa yang diyakini sang kakak. Selama 10 tahun, Anisa dalam pencarian tersebut.
Pencarian Anisa sebetulnya telah dimulai saat sang kakak juga dalam proses mendapat hidayah. Saat itu gadis Inggris tersebut masih duduk di bangku sekolah. Setelah ia dapat memikirkan banyak hal dalam hidupnya, Anisa merasakan dalam pencarian hati. Maka sejak itu ia mulai kabur dari sekolah Minggu. Ia mulai berpikir mengenai trinitas dan keesaan Tuhan.
“Aku tak percaya (trinitas). Tapi aku saat itu masih terlalu muda untuk bertanya dan berdebat, jadi aku hanya melarikan diri,” ujar Anisa.
Melarikan diri, Anisa mencari gereja lain yang menjawab kegundahannya. Maka usia remajanya pun dihabiskan untuk bolak-balik beragam jenis gereja dari beragam paham nasrani, dari gereja Katolik, Seventh Day Adventist Church, hingga mormon. Namun tak ada yang mampu meyakinkan Anisa.
“Saat itu aku tak berpikir mengenai Islam, karena aku pikir Islam itu agama yang dianut di Asia. Saat remaja, aku tak tahu apa-apa tentang Islam. Jadi saat itu Islam belum menjadi pilihanku,” ujarnya.
Hingga kemudian Anisa mendapati kakaknya mempelajari Islam kemudian memeluk agama agung itu. Ia memergoki sang kakak yang merahasiakan keislamannya dari keluarga. Anisa pun merasakan perubahan akhlak pada kakaknya yang menjadi sangat baik. Ia tak pernah melakukan hal-hal buruk setelah menjadi muslim.
“Aku selalu mendengar nasihatnya, dan merasakan ia melindungiku dari bahaya. Faktanya, ia menanamkan nilai-nilai moral yang di kemudian hari menjadi benih-benih ketertarikan hatiku pada Islam,” kata Anisa, mengenang.
Tahap demi tahap, Anisa mengikuti gaya hidup sang kakak. Ia enggan memakan daging babi. Anisa bahkan meyakini apa yang diyakini sang kakak bahwa hanya ada satu Tuhan.
Menjelang dewasa, Anisa mulai serius melanjutkan pencarian hatinya. Ia mulai membaca Alquran. Hingga suatu hari, seorang teman Anisa memberinya saran untuk pergi ke Hyde Park, sebuah tempat dimana semua orang dapat berbicara bebas mengenai apa saja. Anisa pun pergi kesana dan bertemu dengan Abdul Raheem Green dari Masjid Central London. Ia tengah berbicara mengenai Islam di sana.
“Ia berbicara dan hatiku tersentuh. Ia berbicara mengenai Nabi Muhammad dan kesederhanaan beliau. Sangat menarik dan indah hingga menarik perhatianku,” kata Annisa.
Setelah itu, Anisa kemudian sangat mengidolakan Rasulullah. Ia merasa Nabi Muhammad adalah pesan ilahi bagi umat manusia karena beliaulah sang nabi terakhir. Maka Anisa pun memantapkan diri untuk berislam.
“Aku sudah percaya adanya satu Tuhan dan pentingnya moralitas. Maka aku pun berusaha memahami pentingnya Alquran dan peran Nabi Muhammad. Ternyata, itu sederhana dan mudah dipahami. Maka aku pun segera memutuskan untuk bersyahadat. Aku tak mau mati dalam kondisi di atas keraguan,” tutur Anisa.
Setelah berislam, Anisa memfaqihkan diri dengan menghadiri pengajian Abdul Raheem Green. Ia belajar banyak tentang Islam dan asangat bahagia menjadi seorang muslimah. “Hal yang membuatku tertarik pada Islam adalah karena bertepatan dengan keyakinan naluriahku mengenai konsep Satu Tuhan. Aku selalu berpikir bahwa sebuah penghinaan jika menempatkan mitra dengan-Nya,” kata Anisa.
Keluarga Memeluk Islam
Tak ingin merasakan manisnya hidayah sendiri, Anisa pun mulai mengenalkan Islam pada keluarga dan teman-temannya. Bersama sang kakak, Anisa memberikan pemahaman Islam kepada keluarga.
Dakwah membuahkan hasil, satu per satu keluarga Anisa memeluk Islam. Hingga kini lima anggota keluarga telah menjadi muslim. “Sejauh ini, lima anggota keluargaku telah menerima Islam sebagai jalan hidup. Segala puji dan syukur kepada Allah,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar