WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Puluhan warga Jakarta yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Jakarta Baru berunjuk rasa di depan Balaikota, Jakarta Pusat, untuk menyampaikan penyesalan atas keputusan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk maju sebagai calon presiden, Selasa (25/3/2014). Mereka mengaanggap Jokowi belum bisa mencalonkan diri sebagai presiden karena baru memimpin Jakarta selama 1,5 tahun atau belum menuntaskan lima tahun masa jabatan. Kelompoknya menginginkan Jokowi mengurungkan niatnya untuk maju dalam Pemilihan Presiden 2014. Warta Kota/angga bhagya nugraha
Selama memantau iklan kampanye dan politik, Komisi Penyiaran Indonesia, menemukan satu iklan politik yang cenderung menyerang dan menyudutkan Joko Widodo, calon presiden yang diusung PDI Perjuangan.
Demikian disampaikan Wakil Ketua KPI, Idy Muzayyad bersama Gugus Tugas di Bawaslu, Jakarta, Jumat (28/3/2014). Ia menjelaskan iklan tersebut mengusung tagline 'Kutagih Janjimu,' dan hanya ditayangkan di tiga televisi yakni RCTI, MNC TV dan Global TV, dan mereka sudah ditegur.
"Iklan politik lain yakni dengan versi, 'Kutagih Janjimu. Memang itu bukan iklan kampanye, tapi iklan politik. Iklan ini bermasalah. Iklan itu hanya tayang di Global TV, MNC TV dan RCTI. Televisi lain tidak," ungkap Idy, didampingi anggota Bawaslu, Nelson Simanjuntak.
Menurut Idy, iklan tersebut mengandung empat masalah. Pertama, memang ada nuansa menyerang. Kedua, menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, kalau mau menampilkan gambar wajah seseorang harus seizin bersangkutan.
"Kebetulan iklan itu menampilkan wajah Jokowi. Kita enggak tahu, apakah ini sudah izin (kepada Jokowi, red) apa belum," imbuh Idy. Ketiga, iklan itu tidak jelas siapa yang memasangnya. Setelah dikroscek tidak diketahui siapa yang memasang iklan tersebut.
Masalah terakhir, cuplikan dalam iklan tersebut diambil dari sumber yang tidak jelas. Seharusnya, sebuah footage diketahui asalnya. Sementara dalam iklan, 'Kutagih Janjimu,' terpampang gambar Jokowi saat kampanye dalam pemilu gubernur DKI.
Idy mengakui, empat masalah tersebut berdasarkan hasil koordinasi dengan Bawaslu dan PPPI. Hasilnya disepakati bahwa dalam ketentuan, sebuah iklan memiliki standar etik, yakni yang ditampilkan untuk pemirsa tidak boleh menyudutkan orang atau kelompok lain.
"Kita sudah minta iklan ini dihentikan. Karena kalau tidak dilakukan pencegahan, ke depan, apalagi dalam pilpres yang masih lama bisa memunculkan beragam iklan yang saling menyerang dan sangat kontraproduktif dengan demokrasi. Ini bikin gaduh dan timbulkan konflik sosial," terang Idy.s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar