k7-11Bripka Tatik Surayni ditemani anaknya Farrel Nazhir Sayyid Ivana saat istirahat di PN Semarang, Rabu (3/8/2011)
SEMARANG, KOMPAS.com — "Ma, aku ngantuk. Nanti habis ini langsung bobok, ya," rengek Farrel Nazhir Sayyid Ivana, 6,5 tahun. "Iya boleh. Kalau sekarang pengin bobok, di mobil aja enggak papa," jawab Bripka Tatik Suryani.
Untunglah polisi perempuan (polwan) berhidung mancung ini tak harus menguras energinya untuk menenangkan Farrel, anaknya semata wayang. Pasalnya, ia harus berjuang di hadapan Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (3/8/2011).
Keduanya lalu tenggelam dalam diam. Barangkali pikiran mereka mengembara ke saat-saat indah ketika AKP Supriyanto, ayah Farrel, masih mendampingi mereka.
Menjadi polwan memang sudah dicita-citakan Tatik sejak kecil. Ia melihat ketidakadilan banyak terjadi dan makin membulatkan tekadnya menjadi polwan. Namun, nyatanya ia bahkan tak mampu melindungi dirinya sendiri, sementara tugas perlindungan masyarakat ia lakukan dengan sepenuh hati.
"Awal kasus ini adalah saat saya dan anak saya ditinggal tugas suami saya. Saat itu suami tak pernah pulang. Dihubungi juga tak bisa, termasuk saat Farrel sakit saat usia dua tahun," kata Bripka Tatik.
Di tengah-tengah kegelisahannya, tiba-tiba ia mendapat kiriman sebuah flashdisk yang berisi foto-foto suaminya tengah bermesraan dengan Ani Widyastuti, seorang pengusaha dan politisi asal Jawa Tengah. Nalurinya sebagai polisi muncul. Ia mencium sesuatu yang tak beres.
"Akhirnya saya mencari tempat mencurahkan isi hati (curhat). Dari banyak teman, tak satu pun yang bisa membuat saya lega. Akhirnya saya curhat kepada Bapak Kapolri, saat itu Bapak Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri. Isinya ya cuma cerita masalah keluarga saya, dan saya minta petunjuk beliau. Bagaimanapun, saya dan suami adalah anggota Polri," kata Bripka Tatik dengan mata berkaca-kaca.
Seusai menuliskan curhatnya, tak ada kejadian apa pun. Sementara itu, laporannya ke Kepolisian Daerah Jawa Timur tentang perlakuan AKP Supriyanto yang menelantarkannya juga sudah diputus pengadilan dengan vonis pembebasan bagi sang suami.
Namun, pada Oktober 2009, justru muncul panggilan pemeriksaan terhadap dirinya oleh penyidik Kepolisian Daerah Jawa Tengah atas perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik, dengan pelapor Ani Widyastuti.
Dengan harapan hukum akan ditegakkan, Bripka Tatik menyewa sebuah mobil dan mendatangi Markas Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Mapolda Jateng). "Saya tak tahu pencemaran nama baik seperti apa yang saya lakukan, perbuatan tidak menyenangkan kaya apa yang pernah saya lakukan. Setelah saya pelajari, ternyata semua berawal dari surat curhat saya kepada Pak Kapolri," kata Tatik.
Rabu ini adalah sidang kali kesekian. Agenda utamanya adalah pemeriksaan saksi. Sambil menunggu sidang, Bripka Tatik mencoba menengok ruang jaksa. "Saya kaget setengah mati. Dalam ruang sidang itu ada pelapor, ada suami saya, dan ada pula Bu Kurnia dan Bu Efrita selaku jaksa," kata Tatik.
Ia mengaku heran dengan AKP Supriyanto yang malah menjadi saksi memberatkan. "Berarti dugaan saya benar. Selama ini ia seperti yang ada di foto yang dikirimkan itu," kata Tatik.
Suhu udara di Pengadilan Negeri Semarang, siang ini, terasa sangat panas. Termometer yang ada menunjukkan angka 32 derajat celsius. Udara yang panas itu makin menyesakkan dada Bripka Tatik saat majelis hakim yang terdiri dari Dolman Sinaga, Ira Loliawati, dan Kisworo sebagai ketua majelis hakim memulai persidangan dengan menempatkan suaminya sebagai pembela pelapor.
Padahal, jelas-jelas AKP Supriyanto yang mencampakkannya bertahun-tahun dan juga tidak menceraikannya. "Saya hanya bisa berharap, hukum ditegakkan. Setiap minggu saya harus mengeluarkan uang untuk menyewa mobil, melakukan perjalanan Surabaya-Semarang, mengorbankan sekolah Farrel demi mendapatkan keadilan. Saya sangat berharap masih ada keadilan di negara saya ini," kata Bripka Tatik didampingi pengacara RR Tantie Supriatsih dan Tutik Sri Rahayu dari Savy Amira Woman Crisis Centre Surabaya, serta seorang pejabat Polda Jatim yang memberi bantuan hukum.
Keduanya lalu tenggelam dalam diam. Barangkali pikiran mereka mengembara ke saat-saat indah ketika AKP Supriyanto, ayah Farrel, masih mendampingi mereka.
Menjadi polwan memang sudah dicita-citakan Tatik sejak kecil. Ia melihat ketidakadilan banyak terjadi dan makin membulatkan tekadnya menjadi polwan. Namun, nyatanya ia bahkan tak mampu melindungi dirinya sendiri, sementara tugas perlindungan masyarakat ia lakukan dengan sepenuh hati.
"Awal kasus ini adalah saat saya dan anak saya ditinggal tugas suami saya. Saat itu suami tak pernah pulang. Dihubungi juga tak bisa, termasuk saat Farrel sakit saat usia dua tahun," kata Bripka Tatik.
Di tengah-tengah kegelisahannya, tiba-tiba ia mendapat kiriman sebuah flashdisk yang berisi foto-foto suaminya tengah bermesraan dengan Ani Widyastuti, seorang pengusaha dan politisi asal Jawa Tengah. Nalurinya sebagai polisi muncul. Ia mencium sesuatu yang tak beres.
"Akhirnya saya mencari tempat mencurahkan isi hati (curhat). Dari banyak teman, tak satu pun yang bisa membuat saya lega. Akhirnya saya curhat kepada Bapak Kapolri, saat itu Bapak Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri. Isinya ya cuma cerita masalah keluarga saya, dan saya minta petunjuk beliau. Bagaimanapun, saya dan suami adalah anggota Polri," kata Bripka Tatik dengan mata berkaca-kaca.
Seusai menuliskan curhatnya, tak ada kejadian apa pun. Sementara itu, laporannya ke Kepolisian Daerah Jawa Timur tentang perlakuan AKP Supriyanto yang menelantarkannya juga sudah diputus pengadilan dengan vonis pembebasan bagi sang suami.
Namun, pada Oktober 2009, justru muncul panggilan pemeriksaan terhadap dirinya oleh penyidik Kepolisian Daerah Jawa Tengah atas perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik, dengan pelapor Ani Widyastuti.
Dengan harapan hukum akan ditegakkan, Bripka Tatik menyewa sebuah mobil dan mendatangi Markas Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Mapolda Jateng). "Saya tak tahu pencemaran nama baik seperti apa yang saya lakukan, perbuatan tidak menyenangkan kaya apa yang pernah saya lakukan. Setelah saya pelajari, ternyata semua berawal dari surat curhat saya kepada Pak Kapolri," kata Tatik.
Rabu ini adalah sidang kali kesekian. Agenda utamanya adalah pemeriksaan saksi. Sambil menunggu sidang, Bripka Tatik mencoba menengok ruang jaksa. "Saya kaget setengah mati. Dalam ruang sidang itu ada pelapor, ada suami saya, dan ada pula Bu Kurnia dan Bu Efrita selaku jaksa," kata Tatik.
Ia mengaku heran dengan AKP Supriyanto yang malah menjadi saksi memberatkan. "Berarti dugaan saya benar. Selama ini ia seperti yang ada di foto yang dikirimkan itu," kata Tatik.
Suhu udara di Pengadilan Negeri Semarang, siang ini, terasa sangat panas. Termometer yang ada menunjukkan angka 32 derajat celsius. Udara yang panas itu makin menyesakkan dada Bripka Tatik saat majelis hakim yang terdiri dari Dolman Sinaga, Ira Loliawati, dan Kisworo sebagai ketua majelis hakim memulai persidangan dengan menempatkan suaminya sebagai pembela pelapor.
Padahal, jelas-jelas AKP Supriyanto yang mencampakkannya bertahun-tahun dan juga tidak menceraikannya. "Saya hanya bisa berharap, hukum ditegakkan. Setiap minggu saya harus mengeluarkan uang untuk menyewa mobil, melakukan perjalanan Surabaya-Semarang, mengorbankan sekolah Farrel demi mendapatkan keadilan. Saya sangat berharap masih ada keadilan di negara saya ini," kata Bripka Tatik didampingi pengacara RR Tantie Supriatsih dan Tutik Sri Rahayu dari Savy Amira Woman Crisis Centre Surabaya, serta seorang pejabat Polda Jatim yang memberi bantuan hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar