BUNTUT PENANGKAPAN PEDAGANG
PADANG, Sofyan alias Pian Rambo, salah seorang pedagang Pasar Raya Kota Padang meminta ganti rugi materil dan non materil, kepada polisi sebesar Rp12 miliar. Karena pe nangkapan terhadapnya dianggap telah melanggar hak-haknya sebagai manusia.
Demikian disampaikan 20 kuasa Penasehat Hukum tersangka Pian Rambo, yang tergabung dalam Tim Penasehat Hukum Pedagang Pasar Raya Padang, di Pengadilan Negeri (PN) Padang, Kamis (10/11).
Hal tersebut disampaikannya dalam sidang perdana praperadilan. Yang mana Pian Rambo disini selaku pemohon praperadilan. Sementara Negara Repoblik Indonesia, Cq. Presiden Repoblik Indonesia, Cq, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Cq. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Cq. Kepala Kepolisian Resor Kota Padang adalah sebagai termohon.
Pian Rambo mengatakan, penangkapan yang dilakukan anggota Polresta Padang terhadap dirinya, tidak memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21 Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tentang penangkapan dan penahanan.
“Pasal tersebut telah diterapkan kepolisian sebagai dasar penangkapan, namun penerapannya dinilai tidak memenuhi syarat,” kata PH Sofyan yang membacakan berkas praperadilan secara bergantian.
Penasehat Hukum yang mewakili Sofyan dalam praperadilan itu adalah Samaratul Fuad, Miko Kamal, Sahnan Sahuri, Vino Oktavia, Refdi Yandri, Zulkifli, Asnil Abdillah, Kausar, Ardisal, Newton Nusantara, Sutomo, Roni Saputra, Riefia Nandra, Rifka Zuanda, Naldi Gantika, Desmi Delda, Poniman, Muhammad Fauzan Azim, Nurul Firmansyah, dan Dedi Alparesi.
Ditambahkan juga, dengan adanya penangkapan ini, menyebabkan tercemarnya nama baik pemohon, hilangnya kebebasan, menimbulkan dampak psikologis terhadap pemohon dan keluarga pemohon.
Hakim Fitrizal Yanto, menunda sidang ini hingga hari ini (Jum’at, 11 November- Red) dengan agenda, jawaban dari kuasa dari termohon yakni, AKP Syafil dan IPDA Hafrizal. Sidang direncanakan sekitar pukul 09.00 WIB.
Kronologis Kasus
Kasus tersebut berawal ketika adanya rencana Pemerintah Kota Padang ingin merekonstruksi (membongkar dan dibangun kembali) Pasar Inpres II, III, dan IV, dengan alasan pasar tersebut sudah tidak layak lagi digunakan karena sudah rusak akibat gempa 30 September 2009. Pemerintah ingin membongkarnya karena ada anggaran sekitar 60 miliar yang diberikan pemerintah pusat untuk mengerjakannya.
Dalam rencana ini, pedagang yang ada di Pasar Inpres II, III, dan IV, menolak pembongkaran pembongkaran karena menilai pasar tersebut masih layak dipergunakan. Dalam hal ini, awalnya pedagang didukung Forum Warga Kota (FWK) Padang. Awalnya FWK juga mati-matian mempertahankan supaya pasar tersebut tidak Direkon.
Beberapa waktu setelah itu, sekitar awal Oktober lalu, FWK malah berubah fikiran. Tidak tau sebabnya, ternyata FWK menyepakati pernyataan Walikota Padang bahwa pasar tersebut memang tidak layak lagi. Hal tersebut pun diketahui para pedagang.
Pedagang-pedagang yang bergabung dalam kepengurusan FWK serentak mengundurkan diri dari organisasi tersebut karena telah merasa dikhianati oleh organisasi itu. Bahkan pemberontakan pedagang terhadap FWK sampai aksi bakar-membakar. Bendera dan atribut FWK lainnya dibakar pedagang.
Aksi ini dianggap pelecehan organisasi FWK dan dilaporkan oleh pengurusnya ke Polresta Padang. Beberapa hari setelah itu, tepatnya, 11 Oktober Pian Rambo ditangkap petugas Polresta Padang karena orang yang dilaporkan pengurus DWK adalah dia (Pian Rambo-red).
Penangkapan dianggap tidak memenuhi unsur formil dan materil atau tidak cukup bukti. Maka dari itu penangkapan tersebut dipraperadilankan Pian Rambo di PN Padang.(h/dfl)HALUAN –
Tidak ada komentar:
Posting Komentar