“Batu besar sulit membuat orang jatuh, tapi orang bisa tersandung oleh kerikil kecil”.
Ungkapan itu terlontar dari mulut Wakil Ketua Asosiasi Biro Perjalanan Indonesia (Asita) Sumatera Barat, Ian Hanafiah.
Menurut dia, sesuatu yang kecil sering terabaikan dan terkadang sengaja dilupakan dalam kehidupan banyak orang, karena dipandang bukan menjadi penghalang.
Begitu pula halnya dalam sektor pariwisata, banyak aspek kecil yang selama ini dianggap tidak bernilai dan tidak memberikan kontribusi.
“Sesuatu yang dinilai kecil dapat merusak citra sebuah daerah tujuan wisata kalau selalu diabaikan. Sektor pariwisata bukan saja hal yang besar-besar, seperti kehadiran hotel berbintang dengan pelayanan yang ramah, atau objek wisata dengan alam yang indah mempesona,” katanya.
Mendongkrak sektor pariwisata juga bukan hanya mampu menggelar even berskala besar seperti Tour de Singkarak, ajang paralayang atau pekan budaya. “Membangun pariwisata berarti juga harus memperhatikan infrastruktur transportasi dan fasilitas umum memadai di kawasan wisata. Jangan lupa, banyak aspek yang kecil memberi nilai untuk mendatangkan banyak wisatawan asing dan ini pula yang sering terabaikan,” katanya.
Contohnya pengelolaan parkir, kebersihan toilet, penataan pedagang kaki lima (PKL), serta sampah yang berserakan di daerah tujuan wisata. Jadi pembangunan pariwisata tidak semudah mengungkapnya dengan kata-kata. Banyak aspek yang harus diperhatian dan dikelola secara serius. Namun bukan berarti tak bisa dikembangkan dan dikemas menjadi ikon daerah untuk mengundang banyak pengunjung dari berbagai belahan.
Penataan sektor pariwisata harus dimulai dari hal-hal kecil agar membuat pengunjung merasa aman dan nyaman.
Membangun dan menciptakan kesan positif bagi wisatawan adalah hal utama dan bernilai tinggi dalam pengembangan kepariwisataan suatu daerah. Di tengah ketatnya persaingan sektor pariwisata baik di tingkat regional maupun internasional tidak cukup hanya dengan berbangga diri menjual keindahan alam dan peninggalan sejarah yang dimiliki.
Segencar apa pun promosi ke berbagai belahan dunia, tapi ketika wisatawan yang datang menemukan banyak kesan negatif, maka akan jadi dilema dalam membangun sektor pariwisata itu sendiri.
Sudah saatnya Sumbar, mulai menata sistem perparkiran yang profesional bagi daerah-daerah tujuan utama wisata.
Jika pemerintah daerah di daerah tujuan wisata merasa belum mampu, bisa dikerjasamakan dengan pihak swasta. Manajemen parkir yang baik dinilai ikut pengaruhi kunjungan wisatawan.
“Pengunjung atau wisatawan yang dilihatnya bukan pada nilai nominal yang harus mereka keluarkan, misalnya saat membayar parkir atau masuk ke toilet. Akan tetapi bagaimana sikap, tindakan dan perilaku serta keterbukaan petugas saat memberi pelayanan. Begitu pula keamanan kendaraan mereka selama dititipkan,” kata Ian.
Namun kenyataannya, wisatawan ketika berkunjung ke sebuah daerah tujuan wisata, misalnya ke Bukittinggi, masih mengeluhkan masalah perparkiran yang tanpa karcis. Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi di Padang.
Begitu juga halnya dengan kebersihan toilet, masih menjadi keluhan wisatawan, termasuk kurang tersedia air bersih.
“Apa yang kemudian terjadi, akan muncul penilaian negatif terhadap sebuah objek wisata. Akankah kita biarkan hal kecil ini menjadi kerikil dalam pengembangan sektor pariwisata di daerah ini,” tanyanya.
Penataan Kuliner
Sebuah pepatah Minang mengatakan, “condong mato ka nan rancak, condong salero ka nan lamak” (kecenderungan mata pada hal-hal yang cantik, kecenderungan selera pada yang enak-enak).
Kuliner merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan saat mengunjungi sebuah daerah tujuan wisata. Pedagang kaki lima (PKL) adalah penyedianya.
Tak lengkap pula bagi wisatawan kalau tidak mendapatkan asesoris unik atau oleh-oleh dari perjalanan liburan mereka.
Guna memenuhi harapan dan keinginan wisatawan itu, tentu tak hanya sekedar tersedianya kuliner dan souvenir yang dijajakan pedagang kecil.
Perlu penataan dan lingkungan yang bersih untuk membangun kesan positif bagi wisatawan. Apabila dibiarkan semrawut, lagi-lagi hanya menambah masalah.
PKL baik penyedia kuliner atau souvenir bisa ditata secara baik, bersih dan higienis. Menu disajikan akan menjadi ikon tersendiri untuk mendatang banyak orang.
Pengalaman sehubungan dengan itu dapat mencontoh negara tetangga, Malaysia dan Singapura. Kenapa kita tak belajar, padahal sudah berulangkali kepala daerah di Ranah Minang mengunjungi dua negara itu?
Semua itu membutuhkan pikiran yang jernih dan kreatif. Makanya perlu duduk bersama. Hadirkan praktisi, akademisi, dan kapan perlu bayar orang yang ahli. Keinginan untuk menata secara baik sama sekali belum terlihat, kemungkinan karena sumber daya manusia yang terbatas dan kemauan politik yang belum ada sehingga sulit fokus.
Pembenahan Aspek kebersihan lingkungan dan keramahan masyarakat dalam memberi pelayanan, baik di objek wisata atau di tempat penjualan souvenir menjadi hal penting untuk diperhatikan.
Menurut Ketua DPC Himpunan Paramuwisata Indonesia (HPI) Kota Bukittinggi Budiman, masih banyak keluhan dan masukan dari wisatawan terkait masalah kebersihan.
Ke depan pengembangan sektor pariwisata Sumbar, menurut dia, mesti fokus dan memberi perhatian serius terhadap masalah kebersihan.
“Aspek kebersihan harus jadi perhatian, sehinggga tak lagi ditemukan sampah berserakan di ruas jalan utama menuju objek wisata seperti di ruas jalan dari arah Padang-Bukittinggi-Payakumbuh dan Bukittinggi-Tanah Datar,” katanya.
Kemudian, di kawasan objek wisata juga masih ditemukan sampah berserakan dan belum tersedianya bak-bak sampah yang memadai.
Instansi terkait di kabupaten/kota juga harus memberikan perhatian serius, karena berpengaruh pada wisatawan dan berdampak negatif terhadap citra pariwisata daerah.
Perilaku masyarakat yang sadar wisata juga belum terbangun dengan baik. Pengembangan dan pengelolaan pariwisata daerah juga masih bertolak belakang antara kebijakan pemerintah daerah dengan kenyataan di lapangan.
“Pemerintah daerah mesti tegas dalam menegakkan aturan dan membangun kesadaran masyarakat di lingkungan objek wisata, agar pengelolaan pariwisata benar-benar profesional,” katanya.
Ke depan, katanya, juga perlu fokus dalam pengembangan sektor pariwisata sesuai dengan peran masing-masing, supaya memberi dampak terhadap perekonomian daerah.
Semakin positif citra pariwisata Sumbar di mata wisatawan asing, tentunya akan membuat mereka semakin sering datang dengan membawa lebih banyak orang setiap tahun.
Data HPI menunjukkan, kunjungan wisatawan asal Malaysia ke Sumbar sekitar 10.000 orang per tahun melalui berbagai biro perjalanan.
SIRI ANTONONI
(LKBN Antara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar