Jakarta Warga Malaysia terus mengutarakan kekecewaan mereka soal aturan baru bagi tenaga kerja Indonesia (TKI). Sikap mereka dinilai tidak pantas. Indonesia jangan menyerah, perlindungan bagi TKI penata laksana rumah tangga (PLRT) harus diutamakan.
"Pemerintah Indonesia harus tegas dan jangan lemah, kita harus menunjukan bahwa Indonesia negara berdaulat, bila perlu hentikan saja pengiriman TKI PLRT ke negara Malaysia jika Pemerintah Malaysia tidak menerima Keputusan baru ini," tegas Anggota Komisi IX DPR Herlini Amran, Selasa (20/03).
Protes warga Malaysia itu seperti ramai diberitakan media di negeri jiran itu. Misalnya harian The Star yang menulis berita dengan judul: "Employers: Let's forget Indonesia and look for maids elsewhere".
Sikap protes itu terkait keputusan baru yang mengatur bahwa PRT Indonesia hanya akan menjalankan satu macam tugas saja untuk majikan-majikan mereka. Padahal selama ini tugas PRT di Malaysia adalah mencakup semua jenis pekerjaan, baik itu memasak, mengasuh anak, membersihkan rumah atau mengurus orang lanjut usia.
"Silakan saja mencari PRT dari negara lain, kalau bisa cari saja pembantu dari negeri sendiri kenapa harus impor dari negara lain? Warga Indonesia bukan budak yang digaji tidak sepadan dengan pekerjaannya?" cetus politisi PKS ini.
Mengutip data Migrant Care, jumlah upah minimum TKI lebih rendah dibanding tenaga kerja asing lainnya. Gaji yang diterima tenaga kerja asal Srilanka mencapai 1.000 Ringgit Malaysia (RM), sementara tenaga kerja dari Filipina menerima 1.200 RM, sementara itu upah TKI semula berkisar antara 350-400 RM menjadi 600-800 RM.
"Jadi wajar saja kan kita minta menaikkan gaji minimal 700 RM?" ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Malaysian Chinese Association (MCA) atau Persatuan China Malaysia, Datuk Seri Dr Chua Soi Lek mengatakan, keputusan mengenai "satu PRT, satu tugas" yang diambil satgas gabungan Malaysia-Indonesia tersebut tidak masuk akal.
"Jika para PRT dari Indonesia akan sedemikian spesifik mengenai apa yang mereka bisa dan tak bisa lakukan, saya pikir ini waktunya bagi warga Malaysia untuk membiasakan diri bertahan tanpa PRT dari Indonesia," kata Chua seperti dilansir harian Malaysia, The Star, Senin (19/3/2012).
(ndr/vta)
"Pemerintah Indonesia harus tegas dan jangan lemah, kita harus menunjukan bahwa Indonesia negara berdaulat, bila perlu hentikan saja pengiriman TKI PLRT ke negara Malaysia jika Pemerintah Malaysia tidak menerima Keputusan baru ini," tegas Anggota Komisi IX DPR Herlini Amran, Selasa (20/03).
Protes warga Malaysia itu seperti ramai diberitakan media di negeri jiran itu. Misalnya harian The Star yang menulis berita dengan judul: "Employers: Let's forget Indonesia and look for maids elsewhere".
Sikap protes itu terkait keputusan baru yang mengatur bahwa PRT Indonesia hanya akan menjalankan satu macam tugas saja untuk majikan-majikan mereka. Padahal selama ini tugas PRT di Malaysia adalah mencakup semua jenis pekerjaan, baik itu memasak, mengasuh anak, membersihkan rumah atau mengurus orang lanjut usia.
"Silakan saja mencari PRT dari negara lain, kalau bisa cari saja pembantu dari negeri sendiri kenapa harus impor dari negara lain? Warga Indonesia bukan budak yang digaji tidak sepadan dengan pekerjaannya?" cetus politisi PKS ini.
Mengutip data Migrant Care, jumlah upah minimum TKI lebih rendah dibanding tenaga kerja asing lainnya. Gaji yang diterima tenaga kerja asal Srilanka mencapai 1.000 Ringgit Malaysia (RM), sementara tenaga kerja dari Filipina menerima 1.200 RM, sementara itu upah TKI semula berkisar antara 350-400 RM menjadi 600-800 RM.
"Jadi wajar saja kan kita minta menaikkan gaji minimal 700 RM?" ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Malaysian Chinese Association (MCA) atau Persatuan China Malaysia, Datuk Seri Dr Chua Soi Lek mengatakan, keputusan mengenai "satu PRT, satu tugas" yang diambil satgas gabungan Malaysia-Indonesia tersebut tidak masuk akal.
"Jika para PRT dari Indonesia akan sedemikian spesifik mengenai apa yang mereka bisa dan tak bisa lakukan, saya pikir ini waktunya bagi warga Malaysia untuk membiasakan diri bertahan tanpa PRT dari Indonesia," kata Chua seperti dilansir harian Malaysia, The Star, Senin (19/3/2012).
(ndr/vta)
Baca Juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar