Peneliti dan legal drafter Pusat Pengkajian, Pengelolaan Data dan Informasi (P3DI) sekaligus Pengurus Nasional Pengendalian Tembakau, Rohani Budi Prihatin, mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang menjadi surga bagi para perokok aktif di Asia.
"Harga rokok di Indonesia tergolong sangat murah, merokok juga masih bisa di sembarang tempat. Kurang nikmat apa?," ujar Budi saat dijumpai usai menjadi pembicara pada seminar bertajuk "Hidup dalam Lingkungan Sehat dengan Tidak Merokok" yang diselenggarakan oleh PDPI di Jakarta,Sabtu.
Harga rata-rata rokok di Indonesia berkisar Rp 10 ribu rupiah, sementara Budi mengungkapkan bahwa harga rokok di beberapa negara Asia lain, seperti Singapura dan Brunai, mencapai Rp 60 ribu. Menurut dia, harga yang murah serta regulasi yang masih belum diterapkan dengan baik inilah sebagai beberapa penyebab angka perokok pasif masih sulit untuk ditekan peningkatannya.
Harga rokok yang murah inilah yang membuat para pelaku pasar gelap, gemar untuk menyelundupkan rokok Indonesia ke beberapa negara lain di Asia.
"Singapura, Malaysia, dan Brunai sudah meminta industri rokok Indonesia untuk menaikkan harga, tapi jelas tidak akan digubris. Ini kan sangat menguntungkan bagi industri rokok," jelas Budi.
Saat disinggung mengenai cukai rokok, Budi juga mengungkapkan bahwa bea dan cukai rokok di Indonesia juga tidak sebanding dengan uang yang dibelanjakan masyarakat untuk membeli rokok.
"Cukai rokok yang masuk ke APBN pemerintah sekitar Rp 40 hingga Rp 55 triliun, sementar uang yang dibelanjakan masyarakat untuk memebli rokok melebihi Rp 115 triliun per tahun," ungkap Budi.
Ini berarti, menurut Budi, seharusnya bea dan cukai rokok dapat dibandrol lebih tinggi lagi, selain untuk menambah pemasukan APBN, juga demi menekan angka peningkatan jumlah perokok pasif.
"Bila harga rokok dapat dibandrol lebih tinggi lagi, saya yakin perokok aktif dapat ditekan angka peningkatannya, negara kita juga tentu akan lebih kaya dan sehat," ujar Budi.
(ANT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar