TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Anggota Polres Raja Ampat, Papua, Aiptu Labora Sitorus (kiri) saat memberikan penjelasan kepada wartawan di kantor Pembela Kesatuan Tanah Air (Pekat), Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2013). Labora Sitorus memberikan keterangan terkait kepemilikan rekening sebesar Rp 1,5 triliun.
Tim Bareskrim Mabes Polri mengatakan bahwa penjemputan paksa terhadap tersangka penimbunan BBM, penyelundupan kayu, dan pidana pencucian uang, Aiptu Labora Sitorus, lantaran yang bersangkutan mangkir dari panggilan pemeriksaan di Polda Papua.
"Pernah dilakukan upaya pemanggilan oleh penyidik di Papua, namun belum berkesempatan hadir. Dan ketika diketahui LS di Jakarta, maka demi penyidikan bisa berjalan tuntas, perlu upaya pemeriksaan mulai hari ini," kata Karo Penmas Divisilri, Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (18/5/2013).
Menurut Boy, pejemputan ataupun penangkapan paksa ini telah sesuai dengan Undang-undang hukum pidana.
"Semua berdasar informasi, sesuai komitmen Polri, kami ingin proses tuntas, cepat, dan transparan dalam kasus ini. Karena itu demi efektivitas, perlu diminta keterangan dari LS agar masalahnya cepat. Bersalah atau tidak akan dibuktikan di pengadilan. Biar pengadilan yang memutuskan. Komitmen kami ingin cepat tuntas dan akuntabel," paparnya.
Diberitakan sebelumnya, Polda Papua telah menetapkan anggota Polres Raja Empat, Aiptu Labora Sitorus, sebagai tersangka kasus penimbunan BBM di Sorong dengan nama perusahaan PT Seno Adi Wijaya dan penyelundupan kayu dengan perusahaan PT Rotua. Dalam perkembangan penyidikan, Aiptu Labora Sitorus juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang terkait kedua perusahaan yang dikelola istrinya itu.
Setelah ditetapkan menjadi tersangka, Aiptu Labora Sitorus bersama kuasa hukumnya terbang ke Jakarta. Dia meninggalkan tugasnya sebagai anggota Polres Raja Ampat tanpa izin pimpinannya.
Kasus ini menjadi perhatian publik setelah Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan temuannya, yakni Aiptu Labora melakukan transaksi keuangan mencurigakan selama lima tahun terakhir mencapai Rp 1,5 triliun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar