Allah SWT berfirman, “Barang siapa membawa amal yang baik, baginya (pahala) 10 kali lipat amalnya dan barang siapa yang membawa perbuatan jahat, dia tidak diberi pembalasan, melainkan seimbang dengan kejahatannya sedangkan mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS al-An’am [6]: 160).
Dalam ayat ini, Allah menegaskan, setiap dosa dan kejahatan yang kita lakukan akan dibalas dengan yang setimpal tanpa dilipatgandakan jumlah dosa atau kejahatannya.
Hal itu dijelaskan lagi dalam hadis Nabi SAW bahwa setiap kejahatan yang kita lakukan akan ditulis sebagai satu kejahatan, tidak seperti kebaikan yang akan dibalas berlipat ganda oleh Allah.
Dari Ibnu Abbas, dari Nabi tentang hadis yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya ‘Azza wa Jalla. Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah menulis berbagai kebaikan dan kesalahan, kemudian menjelaskannya. Barang siapa berniat melakukan kebaikan, namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allah tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan yang sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan, kemudian mengerjakannya, Allah menuliskan di sisi-Nya sebagai 10 kebaikan hingga 700 kali lipat sampai kelipatan yang terbanyak. Barang siapa berniat berbuat buruk, namun dia tidak jadi melakukannya, Allah menuliskan di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Barang siapa berniat berbuat kesalahan, kemudian mengerjakannya, Allah menuliskan sebagai satu kesalahan.” (HR Bukhari dan Muslim).
Tetapi, terkadang dosa atau kejahatan yang kita lakukan akan diperbesar atau dianggap besar disebabkan oleh kemuliaan waktu, tempat, atau orang yang melakukan dosa atau kejahatan itu.
Seperti, melakukan kejahatan pada bulan-bulan haram, pada 10 awal bulan Dzulhijah, bulan Ramadhan, dan di Masjidil Haram karena kemulian dan keagungan waktu dan tempat tersebut di sisi Allah.
Para ulama menjelaskan, kebaikan itu dilipatgandakan balasannya dalam bentuk jumlah dan jenisnya sedangkan dosa atau kejahatan itu dilipatgandakan dalam jenisnya saja tidak dalam jumlahnya.
Setiap kejahatan yang kita lakukan tetaplah satu kejahatan, bukan beberapa kejahatan sebagaimana halnya dalam kebaikan.
Tetapi, kejahatan itu dosanya bisa menjadi lebih besar dan hukumannya lebih berat. Ibnu al-Qayyim dalam kitabnya Zad al-Ma’ad mengatakan, dilipatgandakannya balasan kejahatan itu dalam ukurannya bukan dalam jumlahnya, balasan satu kejahatan adalah satu kejahatan juga, tetapi ada kejahatan yang besar yang balasannya juga besar, dan ada kejahatan yang kecil dengan balasan yang setimpal.
Kejahatan yang dilakukan di Masjidil Haram, di tanah haram tentu lebih besar daripada kejahatan yang dilakukan di bagian bumi lainnya.
Karena itu, orang yang tidak taat kepada seorang raja di istananya tidak sama dengan orang yang tidak taat kepadanya di ujung negerinya.
Allah berfirman, “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah 12 bulan, dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya, empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS at-Taubah: 36).
Dalam ayat ini, Allah lebih menekan untuk tidak melakukan kezaliman pada bulan-bulan haram. Meskipun sebenarnya kezaliman itu tidak boleh dilakukan kapan pun karena kemuliaan bulan-bulan haram tersebut dan karena dosanya lebih besar dibandingkan pada waktu lain, Allah lebih menekankannya. Juga, kejahatan di Masjidil Haram.
Begitu juga dengan kemuliaan orang yang melakukan kejahatan, seperti para istri Nabi. “Hai istri-istri Nabi, siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji dengan nyata, niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan, adalah yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS al-Ahzab [33]: 30).
Begitu juga dengan waktu-waktu yang dimuliakan Allah, seperti bulan Ramadhan. Banyak sekali dalil Alquran dan sunah Nabi yang menunjukkan keutamaan dan kemuliaan Ramadhan.
Mulai dari dilipatgandakanya segala amal kebaikan, adanya lailatul qadar, dibukanya pintu surga, ditutupnya pintu neraka, dan dibelenggunya setan.
Semua itu menunjukkan dilipatgandakan balasan semua amal kebaikan pada bulan tersebut. Maka, itu juga menunjukkan besarnya dosa yang dilakukan pada Ramadhan. Wallahu a’lam bish shawab.
Ustaz Bachtiar Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar