Facebook/Dokumen Pribadi
(Penggabungan FOTO-FOTO) Fransisca Yofie (34) atau Sisca Yofie, Branch Manager PT Venera Multi Finance, yang terpampang di halaman Facebooknya semasa hidup. (Dokumen Pribadi dari Facebook)
Kompol A, yang terseret kasus pembunuhan Franciesca Yofie (34) atau Sisca, terancam pembebasan jabatan. Anggota kepolisian yang masih berdinas di Polda Jabar ini masih dalam proses pemeriksaan Propam Polda Jabar karena pelanggaran disiplin.
Selain itu, Kompol A bisa dikenai sanksi lainnya, seperti mutasi yang bersifat demosi, semisal bila saat ini tengah promosi jabatan menjadi tidak mendapat promosi. Kemudian bisa dikenai sanksi penundaan sekolah selama satu tahun, penundaan naik pangkat, dan penundaan gaji berkala.
"Seluruhnya itu, bagi anggota Polri yang melanggar disiplin itu, ada tujuh sanksi. Mulai teguran tertulis, penempatan ruang khusus, sampai pembebasan jabatan. Bisa kumulatif, misalnya selain teguran tertulis, juga penundaan gaji berkala dan penundaan sekolah. Tapi, bisa juga hanya satu, misalnya pembebasan jabatan saja," kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Martinus Sitompul, di Mapolda Jabar, Rabu (14/8/2013).
Martinus mengemukakan, ada tiga hal yang dikenakan kepada anggota Kepolisian bila melakukan pelanggaran atau kejahatan. Pertama adalah undang-undang hukum pidana berlaku bagi anggota Polri, kedua Peraturan Pemerintah tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota Polri, dan ketiga Peraturan Kapolri no 14 tahun 2011 tentang kode etik anggota Polri.
Khusus untuk kasus Kompol A, ia dikenai Peraturan Pemerintah RI no 2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota Polri, Pasal 3 huruf G dan Pasal 5 huruf A. Isi dari kedua pasal ini, antara lain, bahwa yang bersangkutan patut diduga melakukan pelanggaran sebagai anggota Polri. Juga patut diduga, Kompol A sudah melakukan pelanggaran norma kesusilaan.
"Dalam beberapa kesempatan, nanti akan dilakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dan saksi-saksi. Sampai saat ini, sudah ada tujuh saksi dan satu terperiksa yang nanti akan kami gelar sidang pada minggu depan. Berkas pemeriksaannya sudah selesai, tinggal melengkapi administrasinya," ujar Martinus.
Martin tak menampik anak buahnya yang saat ini betugas di Bidhumas Polda Jabar tersebut memiliki hubungan khusus dengan Sisca. Mereka berpacaran selama dua tahun atau 2010 hingga 2012. "Sejak hubungan berakhir, Kompol A tak pernah lagi berkomunikasi dan bertemu almarhum (Sisca)," kata Martin.
Sebagai atasan, kata Kabid Humas, ia memberikan waktu satu bulan kepada Kompol A untuk menyelesaikan pelanggaran disiplin tersebut. Berdasar atas hasil penyidikan jajaran Polrestabes Bandung, tidak ada keterlibatan Kompol A dengan kasus pembunuhan Sisca.
Namun, apabila dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Polrestabes Bandung ditemukan indikasi keterlibatan, Polda Jabar pun akan memberlakukan hukum pidana, tidak hanya sebatas pelanggaran disiplin.
Selain Kompol A, pada kasus kedekatannya dengan Sisca, terungkap yang bersangkutan pernah menyuruh Bripka AF dan Brigadir FP untuk menguntitnya. Keduanya juga dikenai sanksi pelanggaran disiplin. Bripka AF kini berdinas di Satlantas Polres Cimahi dan Brigadir FP berdinas di Dalmas Polrestabes Bandung.
Kompol A menugasi Bripka AF dan Brigadir FP berkenaan dengan masalah mobil yang dipinjampakaikan kepada Sisca, bukan alasan lain. Sisca tidak pernah mengembalikan mobil tersebut, malah menyebutkan mobil itu hilang. Pasalnya, Sisca kerap berpindah-pindah tempat tinggal. Bahkan, Kompol A telah melaporkan Sisca ke Polsek Astanaanyar hingga pada September 2012 mobil itu pun ditemukan.
Diberitakan sebelumnya, awal penyidikan kasus pembunuhan Sisca bermula dari surat yang ditemukan di lokasi kejadian dan di kamar kos Sisca.
Surat itu berisi ungkapan isi hati Sisca dengan Kompol A. Bahkan penyidik pada saat kejadian menemukan foto-foto Sisca dengan anggota kepolisian yang bertugas sebagai Kasubid Penmas (Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat) Polda Jabar.
Hasil autopsi oleh bagian Forensik Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung terhadap jenazah Sisca ternyata belum disampaikan kepada aparat di Polrestabes Bandung. Karena itu, data dan keterangan tentang kematian Sisca yang ada di tangan polisi patut diduga masih belum lengkap. Padahal, di sisi lain, pihak kepolisian telah menyimpulkan kasus tersebut melalui gelar perkara beberapa waktu lalu.
Gelar perkara lantas menyimpulkan, wanita cantik itu tewas menyusul aksi penjambretan disertai pembacokan. "Polisi seharusnya memberikan keterangan secara lengkap. Artinya, hasil pemeriksaan saya seharusnya dijadikan bahan pertimbangan. Sampai sekarang ini belum," kata Kepala Unit Pelayanan Fungsional (UPF) Forensik Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) dr Norman Heriyadi saat ditemui Kompas.com di ruangannya, kemarin.
Salah satu hasil autopsi menyatakan, kata Norman, ada bagian rambut Sisca yang terpotong. Kendati demikian, dia belum dapat memastikan apakah rambut Sisca terpotong karena masuk ke dalam putaran gir sepeda motor pelaku atau terkena sabetan golok pelaku. "Saya tidak tahu kenapa. Tapi, sepertinya terpotong benda tajam," tegas dia.
Norman menambahkan, tidak tertutup kemungkinan ada unsur ketidaksengajaan yang menyebabkan Sisca terseret cukup jauh. Pasalnya, jika rambut Sisca ditarik pelaku pembunuhan, bagian wajah wanita cantik itu akan menggantung dan tidak ikut terseret aspal.
"Kalau menurut saya mungkin saja (tidak disengaja) karena kalau sengaja, mungkin ketika rambutnya yang dipegang, kepalanya akan menggantung. Dari jenazah sendiri ada bagian muka yang luka (terseret)," ucapnya.
Selain itu, pada jenazah Sisca terdapat luka menganga lainnya yang terdapat di bagian kepala. Luka tersebut, kata Norman, berupa luka yang diakibatkan sabetan benda tajam di dahi sebelah kanan, belakang kepala dan puncak kepala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar