Walikota Padang, Fauzi Bahar akhirnya menepati janjinya untuk beraudiensi dengan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Tolak Siloam (FMTS) di Masjid Nurul Iman, Padang, Jumat (13/12). Fauzi Bahar dikawal puluhan Satpol PP. Sayangnya audiensi yang dimulai pukul 09.30 WIB tersebut berakhir ricuh.
Fauzi Bahar meradang karena seorang mahasiswa berusaha menyela pembicaraan ketika dia sedang berbicara. Mahasiswa tersebut meminta Fauzi Bahar memutuskan apakah ia mau menandatangani pencabutan izin pembangunan Lippo Superblock yang terdiri dari RS Siloam, Sekolah Pelita Harapan, Hotel Aryaduta dan Lippo Mall atau tidak. Diskusi tersebut dihadiri sekitar 60 orang, mulai dari pejabat Pemko Padang, mahasiswa, pihak kepolisian, Sat Pol PP, dan wartawan.
Fauzi Bahar menunjuk dan menyuruh mahasiswa tersebut diam setelah sebelumnya terjadi adu mulut di antara mereka. Mahasiswa itu pun meminta izin untuk keluar dari audiensi karena Fauzi Bahar tidak memenuhi permintaannya untuk menandatangani surat pencabutan.
Mahasiswa tersebut bernama Ahmad Mahbubi, salah satu ketua presidium FMTS. Ia meminta diskusi ditutup atau dilanjutkan setelah Fauzi Bahar menandatangani keputusan untuk mencabut atau mengizinkan pembangunan Lippo Group di Jalan Khatib Sulaiman, Padang.
Awalnya Fauzi Bahar dan delapan perwakilan mahasiswa berdiskusi dengan suasana yang cukup kondusif. Fauzi Bahar mengawali diskusi dengan video gempa yang terjadi di kota Padang pada 2009 lalu. Ia menjelaskan dampak gempa tersebut terhadap kondisi perekonomian di Kota Padang.
“Pasca gempa, 60 persen bangunan di kota ini rusak dan runtuh. Kemudian, 30 ribu masyarakat kehilangan pekerjaan. Saya didesak masyarakat untuk segera membangun Kota Padang dan menyelamatkan pengangguran. Saya tawarkan investor untuk berinvestasi, tapi tak satu investor pun yang mau karena takut dengan isu gempa. Hanya Lippo Group yang waktu itu menerima tawaran. Tujuan utama saya mengajak Lippo Group berinvestasi bukanlah untuk membangun Superblock, tapi untuk reklamasi pantai. Lippo Group nantinya akan menimbun pantai sepanjang 1 kilo meter ke depan dengan pajan 6 kilo meter, mulai dari Muaro sampai Kampus Bung Hatta, sehingga terbentuklah pulau untuk membentengi Kota Padang dari ancaman tsunami,” jelas Fauzi Bahar.
Setelah Fauzi menjelaskan hal itu, Ahmad Mahbubi mengajukan pertanyaan, benarkah bahwa hanya Lippo yang mau berinvestasi di Kota Padang setelah gempa, karena ia melihat investor mendirikan hotel seperti Hotel Mercure, Hotel Grand Zury, Hotel Ibis dan lain-lain. Kemudian, apakah Fauzi Bahar tidak mempertimbangkan perpecahan di tengah masyarakat karena ada pihak yang pro dan kontra. Pihak yang kontra khawatir investasi LP diboncengi misi kristenisasi karena James T. Riyadi adalah seorang misionaris.
Menjawab pertanyaan itu, Fauzi Bahar mengatakan, hotel-hotel yang disebutkan Ahmad berdiri setelah kondisi mulai aman, sementara Lippo ingin berinvestasi tidak lama setelah gempa terjadi. Peletakan batu pertama Lippo dilaksanakan pada Jumat 10 Mei 2013 yang lalu, karena penyelesaian prosedur pembangunan baru selesai pada Januari 2013 yang lalu. Mengenai isu kristenisasi, Fauzi menilai kekhawatiran tersebut sebagai ketakutan yang tidak ada wujudnya. Ia menghimbau masyarakat untuk membentengi diri dengan ilmu agama agar tidak terpengaruh ajaran lain.
Fauzi kemudian menanyakan kampung halaman masing-masing mahasiswa. Ketika mengetahui bahwa tak seorang pun dari mahasiswa tersebut berasal dari Padang dan tidak berada di Padang pasca gempa 2009, Fauzi mengatakan, dirinya dan warga Padang lebih mengetahui kondisi dan kebutuhan warga Padang ketimbang mahasiswa itu.
“Saya walikotanya, yang lebih mengetahui kebutuhan warga saya. Tidak semudah itu orang Padang dipengaruhi agama lain. Kalau nantinya memang ada unsur kristenisasi, saya orang pertama yang akan memerangi itu,” tegasnya. Ia mengakui tidak tahu bahwa James T Riady bermisi kristenisasi karena ia tidak melihat buktinya.
Sementara itu, Aris, salah satu perwakilan mahasiswa mengatakan, efek pembangunan Lippo Group adalah efek jangka panjang. Jika kekhawatiran itu terjadi nantinya, ia tidak percaya Fauzi Bahar bisa memeranginya karena Fauzi Bahar nantinya bukan lagi walikota.
Agusman, perwakilan mahasiswa yang lain berpendapat, ia dan banyak orang lainnya memang tidak berasal dari Kota Padang, namun Kota Padang adalah bagian ranah Minang yang memiliki kearifan lokal Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah. Setiap investor harus mematuhi kearifan lokal karena kearifan lokal adalah hukum tertinggi di sebuah negeri. Contohnya seperti di Papua. Orang lain tidak bisa melarang orang Papua memakai koteka, karena itu adalah kearifan lokalnya.
Kemudian, Ferdi Ferdian, yang juga salah satu perwakilan menjelaskan, mall dan hotel di jalan Khatib Sulaiman melanggar RTRW Kota Padang karena dalam Perda No. 4 tahun 2012 karena lokasi tersebut adalah untuk pengembangan perkantoran Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Tetapi menurut Fauzi Bahar, lokasi tersebut adalah untuk jasa perdagangan.
Ketika diskusi semakin sengit, Ahmad Mahbubi membacakan dan meminta walikota menandatangani surat pernyataan, apakah walikota bersedia mencabut izin atau tidak. Fauzi Bahar menolak karena menurutnya ia hadir di sana untuk berdiskusi, bukan untuk memutuskan pencabutan izin pembangunan LP.
Ketika Fauzi bicara, Ahmad terus meminta Fauzi menandatangani, kalau tidak, ia tidak mau diskusi dilanjutkan. Fauzi Akhirnya meradang dan mengatakan, “diam kamu, diam kamu, saya sedang bicara,” sembari menunjuk-nunjuk Ahmad. Ahmad pun akhirnya mohon diri untuk keluar dari ruangan tersebut.
Ketika diwawancarai usai diskusi, alasan Ahmad keluar ruangan karena menilai tidak sepantasnya seorang walikota bicara dan menunjuk-nunjuk seperti itu. Sementara Fauzi Bahar menilai Ahmad tidak etis karena Ahmad menyela pembicaraannya.
Diskusi pun dibubarkan. Fauzi Bahar menantang mahasiswa untuk membuat kajian yang lebih dalam dan memberikan kajian tersebut kepadanya. “Saya bersedia hadir lagi untuk diskusi untuk mendengarkan kajian mahasiswa. Tentukan tempat dan waktunya,” ujarnya.
Sementara ramai tanggapan di jejaring sosial facebook “Umat Islam Sumatera Barat Menolak Investasi Pemurtadan” tentang jalannya diskusi antara Fauzi Bahar dan para mahasiswa. Banyak yang mengatakan Fauzi takut menghadapi para ulama MUI dan Ormas Islam dan lebih memilih berdiskusi dengan mahasiswa. Bahkan kembali menantang mahasiswa untuk berdiskusi kembali.
Siapkan Aksi Besar-besaran
Pada bagian lain MUI dan Ormas Islam berencana menyiapkan aksi massa besar-besaran dengan jumlah massa jauh lebih banyak dibanding aksi pada Kamis, 28 November 2013 dan Kamis 12 Desember 2013 lalu. Pada aksi demo ke Kantor DPRD Kota Padang, 28 Maret lalu, jumlah massa diperkirakan sekitar 4.000 orang. Sedangkan demo mahasiswa dengan sasaran Kantor Balai Kota Padang di Aia Pacah jumlah massa pendemo sekitar 1.000 orang.
Rencana aksi massa besar-besaran itu akan dibicarakan dalam rapat yang akan dilaksanakan, Senin 16 Desember 2013. Surat undangan yang diteken oleh Masfar Rasyid, Khairul Amri dan Ketua MUI Bidang Fatwa Gusrizal Guzahar itu telah dikirimkan ke seluruh Ormas Islam dan tokoh masyarakat di Sumatera Barat, termasuk di perantauan.
Dari undangan yang juga diposting di Facebook Masyarakat Sumatera Barat Tolak Investasi Pemurtadan diketahui pertemuan itu akan dilaksanakan di Sekretariat Bersama FMMK di Masjid Nurul Iman, Lantai II, Padang, pukul 13.00 WIB. Agendanya; Persiapan Aksi Lanjutan Penolakkan Super Block Lippo Group di Ranah Minang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar